XXXVI

5.8K 251 33
                                    

Naila terbangun dengan keadaan mual yang memaksanya harus beranjak secepat mungkin dari ranjang menuju ke kamar mandi, ia menutup mulutnya sendiri dengan tangannya takut isi perutnya akan keluar lebih dulu dari pada kehendaknya. Sungguh rasanya sangat tidak nyaman, ingin rasanya mengeluarkan semua isi perutnya, namun nihil bahkan isi perutnya tidak keluar sama sekali.

Naila membuka keran wastafel dan membilas mulutnya sendiri dilanjutkan dengan membasuh wajahnya berharap agar membuatnya lebih segar. Entah mengapa tubuhnya terasa sangat lemas dan terasa tidak memiliki energi hanya sekedar untuk berdiri, akhirnya ia memilih untuk mendudukkan dirinya di atas closet.

Pikirannya menjelajah, sepertinya semalam tidak ada makanan asing yang masuk ke tubuhnya dan semua berjalan dengan normal normal saja, namun kenapa pagi ini ia sangat mual sekali. Sebenarnya Naila merasa curiga dengan perubahan yang terjadi di dirinya, ini sudah hampir satu Minggu ia terus merasa mual dipagi hari.

Diam diam perasaannya menghangat jika benar dugaannya ada kehidupan di dalam tubuhnya, senyuman tipis terbit dari bibir pucat miliknya. Namun di satu sisi ia juga merasa khawatir dengan reaksi David ia takut David tidak menerima keberadaannya.

"Kamu sakit Nai?" Tanya David saat melihat Naila yang tidak menyentuh sarapannya ia hanya memakan buah pisang dan mengabaikan nasi goreng di depannya. Bahkan ia belum melihatnya menyuapkan sesendokpun ke dalam mulutnya.

Merasa curiga David langsung mengulurkan tangannya untuk mengecek suhu tubuh Naila dengan punggung tangannya.

"Nggak Mas, aku baik-baik saja." Kata Naila menyingkirkan punggung tangan David dari dahinya.

"Yakin? Mau aku antar ke rumah sakit ?" Tawar David yang langsung menggoyahkan pertahanan Naila, sebenarnya ia ingin memastikan diri bahwa ia sedang hamil atau tidak namun ia benar-benar dilanda dilema.

"Kenapa diam saja?" Tanya David suaranya melembut, punggung tangannya mengelus lembut pipi Naila.

"Sepertinya aku.." Ucapan Naila terpotong saat dering dihandphone David mengalihkan fokus mereka, dan membungkam mulut Naila mengenai keputusannya.

Dari pembicaraan David sepertinya kehadiran suaminya sedang dibutuhkan segera alhasil Naila mengubur keinginan nya untuk ke rumah sakit, lagi pula ia belum tentu hamil. Setidaknya David akan jauh lebih dibutuhkan oleh perusahaannya dari pada aku.

"Aku harus cepat berangkat, hmm tadi kamu mau bilang apa?" Naila gelagap dan menggelengkan kepalanya, mencoba menutupi kegugupannya.

"Bukan apa-apa Mas, aku hanya mau bilang semangat yah untuk hari ini." Ucap Naila mencoba bersikap biasa saja, ia mengelus lengan David dan diakhiri dengan sebuah kecupan lembut di pipi David.

"Kalau begini caranya aku ingin mengurung kamu seharian di dalam kamar Nai." Ucap David datar namun dapat membuat Naila bergedik ngeri membayangkan hal yang "iya-iya" antara ia dan David.

"Sebelum kamu mengurung aku di kamar, aku bakalan bawa kamu ke mobil lebih dulu." Balas Naila yang membuat sebuah tawa ringan dari David, yang menambahkan skala ketampanan dirinya.

"Aku berangkat yah." David mencium kening Naila dalam dan meninggalkan kecupan singkat di bibir Naila sebelum ia masuk ke dalam kursi penumpang.

"Nakal yah kamu."

"Aku Nakalnya kan sama istri sendiri."

"Bisa saja kamu." Balas Naila dengan sebuah tawa yang mengembang di bibirnya. Ia menyalami tangan David, menunggu hingga mobilnya keluar dari gerbang rumah.

Sekarang apa? Pertanyaan yang hampir setiap hari ia lontarkan ke dirinya sendiri setelah mengantar David hingga depan. Rasanya ingin seperti dulu saat ia bisa bebas pergi sesuka hatinya, namun ia sadar posisinya sekarang sudah berubah ia adalah seorang perempuan beristri.

Di lain sisi Naila juga tidak ingin keluar rumah, hanya ingin melakukan kegiatan yang produktif. Akhirnya Naila memilih untuk membuka akun media sosial miliknya, matanya langsung tertuju pada sebuah postingan sahabatnya Ana tanpa ba-bi-bu Naila langsung mengirim pesan dan memintanya untuk datang ke rumahnya.

Omong-omong, bagaimana kabar Romeo dan Rangga yah? Kenapa mereka jadi sangat jarang menghubunginya, ia sangat merindukan dua orang yang menyebalkan namun di satu sisi membuatnya merindukan sosok mereka. Ingatkan dirinya untuk bertanya pada Ana tentang mereka berdua, pasalnya chat tiga hari lalu yang ia kirim saja belum dibalas bahkan tidak dibaca!

Ana datang ke rumahnya setelah dua jam kemudian, gadis berambut pendek itu membawa bungkusan makanan cepat saji favorit mereka berdua, dengan semangat dia memamerkan bungkusan dengan mengangkatnya tinggi-tinggi di udara.  Dengan senang hati Naila menyambut dengan tak kalah girangnya.

"Boleh kali dipeluk dulu akunya baru boleh ambil makanannya." Naila menghentikan pergerakannya memakan kentang goreng saat sindiran halus diberikan oleh Ana.

"Uuu.. Ana ku sayang, betapa aku sangat merindukanmu!" Naila merentangkan tangannya ingin memeluk setelah meletakkan bungkusan di atas meja ruang TV.

"Naila kau sangat durhaka melupakan aku!"

"Hahaha, aku juga sangat menyayangimu Ana!"

Mereka berdua berakhir dengan menonton film yang secara acak mereka pilih, namun mereka lebih fokus pada obrolan mereka berdua. Naila teringat untuk menanyakan kabar duo sahabatnya yang kabarnya tiba-tiba tidak bisa ia akses.

"An, kenapa Rangga dan Romeo ga balas chat aku yah? Udah tiga hari, bahkan mereka tidak membacanya."

"Mungkin mereka sedang sibuk Nai." Jawab Ana acuh, matanya jadi fokus menonton film padahal tadi mereka berdua larut di dalam obrolan.

"Sesibuk itu ya An? Sampai ga sempet baca." Timpal Naila yang hanya dibalas dengan deheman ringan dari Ana. "Kamu tidak sedang membohongiku kan An?" Tanya Naila, auranya berubah menjadi seorang wartawan gosip yang siap mencecar dengan seribu satu pertanyaan.

"Aku terakhir ketemu sama mereka aja di rumah kamu Nai, waktu kita barbeque-an."

Mendengar jawaban dari Ana membuat Naila terdiam, tak tahu mau membalas apa. Mungkin benar kata Ana kalau duo itu sedang sibuk dengan urusannya.

"An tolong antarkan aku ke rumah sakit yuk?"

Mendengar kalimat ajakan Naila membuat Ana mengalihkan fokusnya seratus persen ke Naila, bahkan ia merubah posisi duduknya menghadap Naila.

"Kamu sakit apa Nai? Kok ga bilang-bilang sama aku? Sejak kapan?" Ana menghujam Naila dengan seribu satu pertanyaan, sementara tangannya sibuk mengecek tubuh Naila persis seperti yang dilakukan David tadi pagi.

"Astaga! Aku nggak sakit Ana."

"Terus mau ngapain ke rumah sakit?" Balas Ana cepat.

"Aku rasa kamu akan menjadi seorang Tante An."

Kalimat yang barusan lolos dari bibir Naila membuat seorang Ana kegirangan, bahkan ia memeluk sahabatnya dengan haru. "Kamu harus jaga dia baik-baik Naila!" Ana mengelus lembut perut datar Naila ia juga menambahkan bumbu tangisan palsu ala sinetron.

"Maka dari itu kamu harus mengantarku An, aku ingin memastikan. Akhir-akhir ini tubuhku merasakan perubahan."

Ana langsung berdiri, mengangkat tas nya dan menyambar kunci mobilnya. Ia sudah sangat siap untuk pergi ke rumah sakit. "Ayo! Sebagai calon Tante yang sangat baik dan cantik ini dengan senang hati mengantar calon ponakan." Ucapnya dengan penuh semangat.

"Kenapa diam saja Nai? Cepat rapih rapih sana!" Geram Ana, ia menarik lengan Naila karena Naila hanya memperhatikan dirinya yang penuh dengan semangat.

"Iya Tante." Naila menjawab Ana dengan menirukan suara anak kecil, lalu ia bangun dari duduknya dan bergegas ke kamarnya.

.
.
.
.
Halo.. Aku kembali setelah 3 bulan menghilang. Kalian sangat boleh marahin aku, tapi jujur urusan real life tidak se-menyenangkan dunia fantasi. Terimakasih atas antusias kalian yah! Terimakasih atas kesetiaan menunggu kelanjutan cerita ini.

Kita ngobrol di kolom komentar yuk?! Jika ada waktu luang akan aku balas 💙

Terimakasih banyak, aku tunggu taburan toping bintang vote nya ✨✨

- Puan
Senin, 23 November 2020.

My Devil Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang