XXXV

7.4K 363 62
                                    

David pulang ke rumah dengan keadaan yang dapat dikatakan kurang baik, bahkan jas kerja yang biasanya masih bertengger di tubuhnya sudah ia lepaskan dan hanya dibawa asal dengan tangannya. Pertemuannya dengan Delilah sedikit banyak mempengaruhi pikiran dan perasaannya saat ini, satu sisi ia merasa puas karena dapat menumpahkan semua emosi yang tertahan selama tujuh tahun lalu dan di satu sisi lainnya ia juga merasa sudah keterlaluan dan terlalu kasar dengannya. Untuk saat ini antara hati dan pikirannya tak mau juga untuk berjalan berbarengan, mereka seperti sama sama ingin menentukan arahnya sendiri.

"Mas air panasnya sudah Nai siapkan, Mas mandi dulu lalu turun ke bawah dan makan malam yah." Suara lembut Naila membuyarkan lamunannya, bahkan ia tak sadar jika langkah kakinya sudah menuntunnya masuk ke dalam kamar, dan ia sangat yakin bahwa ia tak menyadari keberadaan Naila di lantai bawah tadi.

"Nai tunggu di bawah yah." Ucapnya sebelum meninggalkan kamar, tak lupa sebuah kecupan manis di pipinya mendarat dengan indahnya.

David benar-benar tersadarkan, seharusnya ia tak perlu memikirkan perempuan lain sementara sudah ada wanita yang paling sabar menghadapi sikapnya, seharusnya ia benar-benar memutuskan hubungan dengan Delilah dari berbagai aspek kehidupannya. David benar-benar bersyukur dapat bertemu Naila wanita yang awalnya hanya ia jadikan sebagai pelampiasan atas rasa sakit hatinya terhadap Delilah, namun sekarang menjadi tempatnya pulang setelah seharian lelah bekerja.

Bajingan mana yang malah dipertemukan oleh seorang perempuan berhati malaikat? Tuhan benar-benar seperti bercanda memberikan Naila kepada dirinya, gadis yang naas dijadikan sebagai barang jaminan oleh orang tuanya sendiri enam tahun lalu, di mana masa tersulit baginya untuk berdamai dengan keadaan dan melupakan Delilah dan juga masa tumbuhnya sosok David yang ditakuti lantaran sikap dinginnya.

Suara Naila yang melintas di otaknya membuat David tersadar dari kalut pikirannya sendiri dan beranjak dari sofa yang berada di kamarnya untuk membersihkan dirinya di kamar mandi.

"Nai." Panggil David ke Naila yang menyampingkan tubuhnya membelakangi David.

"Ya Mas?" Jawabnya namun posisinya tidak berubah, matanya masih setia menatap layar tablet yang ia sandarkan pada bantal kecil, dan layarnya sedang menampilkan drama Korea yang sedang ia tonton.

"Kalau berbicara dengan suami itu bukan seperti itu, mau ngga Mas pinjamkan tablet lagi?" Ucap David jengkel dengan sedikit bumbu mengancam pada Naila, yang langsung membuatnya membalikan badannya menghadap suaminya.

"Ada apa suamiku?" Naila hapal betul bagaimana caranya untuk meluluhkan David yang sedang dalam mode membahayakan keberlangsungan kehidupannya dalam menonton drama Korea.

"Mas lapar Nai." Ucap David polos yang membuat Naila ingin mencubit pipinya.

"Bukannya tadi sudah makan?"

"Mas pengen mie rebus yang tadi ada di film yang kamu tonton tadi."

"Itu namanya ramyun Mas, bukan mie rebus." Koreksi Naila.

"Sama saja Nai, sama-sama perlu di rebus untuk dapat memakannya kan."  Bela David tak ingin kalah.

"Ya iya sih, tapi bukannya tadi sudah makan?"

"Memang, kan tadi sama kamu."

"Tumben banget kamu jam segini makan. Yaudah aku buatkan dulu." Jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, namun tumben sekali David memintanya untuk membuatkan makanan, seperti sedang ngidam saja. Akhirnya Naila mengalah menunda melanjutkan agendanya untuk menonton dan beranjak menuju ke dapur.

Untung saja beberapa hari lalu Naila sudah belanja mingguan dan menyetok bahan makanan Korea, jaga-jaga suatu saat ia menginginkan tapi sebelum ia menginginkannya suaminya malah memintanya terlebih dahulu. David yang sudah duduk di meja pantry memperhatikan tiap pergerakan dari Naila, jujur saja perasaannya menghangat dan tanpa sadar sebuah senyuman sudah tercipta di bibirnya.

"Hayo ngapain senyum-senyum begitu, ada setan lewat dikiranya kamu suka loh sama dia."

"Ngaco aja kamu ngomongnya."

"Hahaha, takut yahhh.." Goda Naila yang malah mendapatkan wajah David yang terlihat jengkel, yang justru menambah tawa dari Naila.

"Sudah jadi?" Tanya David pada Naila yang masih puas menertawakannya.

"Sebentar lagi, sejak kapan sudah duduk di situ?"

"Sejak seseorang menggoyang-goyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, bahkan ia sambil menyanyi seperti sedang melakoni konser tunggalnya." Goda David yang langsung membuat wajah Naila memerah karena malu, pasti David melihat saatnya sedang konser tunggal sambil memasak ramyun untuk dirinya. Demi mengurangi rasa malu karena balas dendam David karena meledeknya, Naila memilih membalikkan badannya dan kembali fokus pada masakannya.

"Kamu sangat menggemaskan jika sedang cemberut seperti itu." Naila dikejutkan oleh sebuah tangan kokoh yang melingkar di perutnya, bahkan bisikan nya mampu membuatnya merinding dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kepala David mencari-cari tengkuk leher Naila, tempat yang belakangan ini menjadi tempat favorit untuk menumpu dagunya.

"Kamu menyebalkan." Balas Naila berusaha untuk tidak terpengaruh oleh godaan David.

"Kamu menggemaskan." Balas David cepat.

"Terimakasih sudah mau sabar menghadapi aku Nai."

"Terimakasih juga sudah mau menerimaku Mas."

David mendekatkan wajahnya ke arah Naila, mencoba untuk mempersempit jarak antara ia dengan bibir Naila, namun langkahnya terhalang oleh pergerakan Naila yang tiba-tiba. "Kalau mienya terlalu lembek tidak enak Mas." Kata Naila yang langsung mengambil mangkuk dari lemari dan menuangkan ramyun ke mangkuk. David menekuk wajahnya, Naila benar-benar sedang mempermainkannya sungguh tinggal sedikit lagi dan ia akan merasakan bibir Naila yang candu itu. Alhasil ia kembali ke kursi pantry dan menenggelamkan wajahnya di balik lengannya.

" Ini pesanan Tuan David Xander." Kata Naila meletakkan semangkuk ramyun panas di atas meja disusul dengan segelas air putih.

Naila memperhatikan David yang dengan lahapnya memakan mie buatannya, sungguh memandangi David yang sedang makan membuatnya merasa sangat bahagia. Kali ini David yang memintanya membuatkan makanan, bukan seperti dulu pada saat awal pernikahannya yang kebanyakan makanan buatannya tak disentuh olehnya.

"Buka mulutnya." Kata David yang sudah menyodorkan tangan berserta sendok yang berisi mie dengan potongan sosis sapi.

"Aku sudah makan Mas."

"Buka." Perintah David yang membuat Naila membuka mulutnya dan mengunyah suapan David.

"Enak juga yah Mas." Ucap Naila yang hanya ditanggapi oleh deheman David.

" Makan lagi." Kata David yang sudah menyodorkan kembali sendok berisi mie.

"Untuk Mas saja."

"Makan sayang."

Alhasil Naila dan David jadi menghabiskan semangkuk mie Ramyun berdua, meskipun lebih banyak David dari pada dirinya.

"Nai." Panggil David pada Naila saat mereka berdua baru saja menaiki ranjang mereka berdua.

"Ada apa lagi Mas?"

David tak menjawab pertanyaan Naila justru ia malah mendekatkan tubuhnya ke Naila mempersempit jarak antara mereka berdua. Gerakannya lembut namun menuntut, secara pasti David membimbingnya untuk menjelajahinya kenikmatan duniawi.

"Kali ini kamu tidak bisa menghindarinya sayang." Ucap David sebelum kembali mencium Naila lebih dalam lagi.

Hai semua! Aku kembali 😁Semoga kelanjutan cerita David dan Naila berkenan untuk kalian, Naila nya udah ngga libur nih..

Huwa! ternyata kalian banyak yang mencariku yaa hehehe jadi terharu 😭 kali ini update cepet karena udah 200k loh 🙏🙏

sungguh kehidupan dunia nyata menyita tenaga banget dan vote dan komentar yang semakin turun membuat aku kurang semangat buat lanjut, tapi aku kembali untuk kalian yang masih setia, hehehe.

Semoga yang ghosting 😠 cepat diberikan kesadaran dan menekan gambar bintang hihihi.
Jangan lupa ketuk bintang dan yang pasti komentarnya yaaa.
Sayang kalian.

Rabu, 16 September 2020

My Devil Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang