04 | Home Sweet Home

253 35 4
                                    

Play mulmed dan vote ya...



"Home sweet home" Ana membaca gantungan kayu pada pintu rumah Malik didepannya.

Malik mengeluarkan kunci dari dalam tas, kemudian memasukkannya pada knop pintu."Umi yang pasang. Katanya biar-"

Malik tiba tiba berhenti dengan aktivitasnya, ternganga melihat tingkah aneh Ana.

"Gila" cibir Malik tak percaya, melihat Ana yang kini menyolek pintu rumahnya, kemudian menjilati jari bekasnya mencolek itu.

"Kan home sweet home. Tapi kok nggak manis?" tanyanya Ana.

Malik hanya diam, tau Ana tak benar benar menjilat jari yang tadi digunakannya untuk mencolek pintu itu.

Ana cemberut, kecewa dengan reaksi Malik yang terkesan biasa saja, tak sesuai dengan ekspestasinya. "Ketawa dong... Masa gue udah berusaha makan debu pintu lo gini, lo nggak ketawa sih karena lawakan gue."

Malik lalu membuka pintu santai, masih cuek dengan tingkah gila Ana. "Nashwa bentar lagi sampai. Gue minta dia nginep disini juga, biar nggak ada fitnah menyebar" kata Malik menyebut nama adik perempuannya yang kebetulan kost tak jauh dari sana.

"Bagus!" kata Ana. "Sekalian dong, nitip suruh beliin seblak di depan" minta Ana, lalu duduk santai di sofa depan tv, hendak meraih remot.

Malik mengambilnya lebih dulu, menyembunyikan remot di dalam saku celananya. "Jangan lupa tujuan utama lo kesini. KERJA" peringatnya, membuat Ana langsung manyun.

"Minta dibikinin mi rebus ekstra telor plus kimchi bisa tapi?" tanya Ana lemah lembut, masih mencoba merayu Malik yang medit itu.

"Mi habis. Gue cuma ada kopi aja buat bikin melek sampai kerjaan selesai" beritahu Malik.

"Yah... Padahal gue laper banget..." keluh Ana, memegangi perutnya.

"Lo cuma laper mata. Tuh!" kata Malik, menunjuk dengan dagu hp Ana yang kini menampilkan video mukbang tengah di pause.

"Ini cuma-"

"Lagian lo kalo udah kenyang, pasti ngantuk. Ingat, sekarang kita harus kerja!" kata Malik, mulai berjalan untuk membuat kopi. "Sini! Lo buat sendiri" panggilnya, membuat Ana dengan sangat malas mendekat.

"Sekalian aja kali Mal... Medit amat jadi orang."

"Kalo dibuatin, bayar. 10 ribu. Gimana?"

"Gak jadi" Ana bangkit. "Mending- ADUHH TANGAN GUE MAL, LUPA!" ringis Ana, ketika secara tak sengaja tangannya terbentur kabinet dapur.

"Lo juga lupa satu hal. Yakin, kerjaan bisa kelar besok dengan tangan kayak gitu? Pasti lo ngetiknya agak lambat" peringat Malik.

Ana menepuk dahinya tersadar. "Duitnya udah gue pake buat checkout belanja korsi di ikea lagi... Gimana dong?"

"Bukan masalah uangnya. Tapi lo udah ambil kerjaan ini" ujar Malik sambil menyeduh kopinya dengan air panas dispenser.

"Gue telpon Sulis aja kali ya?" inisiatif Ana, membuka hape hendak menghubungi Sulis.

"Setahu gue, dia juga lagi edit naskah sih" beritahu Malik.

"Terus gimana?" tanya Ana bimbang.

"Pelan pelan aja, bisa kayaknya."

"Tapi gimana kalo gue-"

"Yang penting udah usaha. Kalau emang nggak bisa, minta keringanan aja di bos. Lagian gue juga yakin, naskahnya nggak langsung dicetak kan. Santai aja. Kayak nggak biasa aja lo, molor kerjain kerjaan" jelas Malik, membuat perasaan Ana membaik seketika.

Husband-ableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang