Hola-halo!! Comeback lagi sama aku nih! Aku masih bernafas lho, wkwk canda! Yuk, lanjut scroll ke bawah pelan-pelan buat baca!
HAPPY READING! ෆ╹ .̮ ╹ෆ
°°°°°°°≈<>≈°°°°°°°
Seorang pembantu bernama Bi Wina perlahan-lahan keluar dari pintu besar rumah keluarga Primrose tersebut. Dengan pelan-pelan dan halus, Bi Wina berusaha mendorong-dorong tubuh Primrose agar dia sadar dan bangun dari tidurnya.
"Non, bangun! Bangun, Non! Yuk, bibi antarkan ke kamar Non sekarang! Nyonya udah berangkat pagi-pagi tadi jadi jangan khawatir Non! Nona harus sekolah sekarang!" bujuk Bi Wina yang kemudian disusul tangannya yang mulai meraba ke dahi Primrose dan ternyata Primrose demam tinggi karena dia kehujanan pada malam hari.
"Bi, bibi... Primrose lelah Bi! Primrose ingin lenyap saja dari kehidupan ini, Bi! Hiks, badan Primrose lemas banget Bi rasanya, kayaknya gak bisa masuk sekolah ini Bi, tapi Primrose takut bunda marah kalau Primrose gak masuk, hiks, hiks...," lirih Primrose setengah sadar dari bangun tidurnya dan nyawanya masih belum terkumpul semua.
"Jangan, Non! Nanti nyonya bisa marah besar sama nona dan bibi juga, kan pernah kejadian seperti itu. Maaf banget, Bibi gak bisa ngebantu nona agar bisa istirahat saja di rumah hari ini karena sakit, jadi ayuk Non! Siap-siap buat ke sekolah, mumpung masih jam setengah enam pagi sekarang." Bi Wina menatap jam tangannya sekilas kemudian berusaha membantu Primrose berdiri dan dengan tertatih-tatih berjalan ke kamarnya.
Dari arah pintu kamar yang lain, baru saja keluar Primdan yang sudah rapi dan tampan. Dia terkejut, melihat Primrose yang wajahnya pucat pasi dan bajunya basah kuyup. Seketika hatinya ditusuk tombak berkarat rasanya, dia menatap nanar dan dengan secepat kilat dia berlari menyusul Primrose.
"Biar saya saja Bi, yang nganterin Primrose ke kamarnya!" ujarnya sambil berusaha mengapit tangan Primrose.
Namun, dengan cepat Primrose menarik tangannya kembali dan mulai berucap, "lepasin! Gue gak butuh bantuan lo! Pergi sana! Lebih baik gue sama Bu Wina daripada sama lo!"
Primrose berlari menuju ke kamarnya dan langsung mengunci kamarnya. Tiba-tiba Primdan merasakan tubuhnya remuk redam dan hatinya sakit sekali setelah mendengar perkataan yang dilontarkan Primrose barusan. Dia menaruh tangannya tepat di mana jantungnya berada dan merasakan rasa sakitnya dalam diam.
Bi Wina yang ikut menyaksikannya ikut merasa kasihan pada dua bersaudara yang terpecah karena kelakuan orang tua mereka yang tidak adil dalam memberikan kasih sayang untuk mereka.
"Sabar ya Tuan, mungkin Nona Primrose masih merasa sedih karena nyonya. Bibi mau nyiapin sarapan yang udah jadi ke meja makan dulu sekarang ya, cepat datang ke bawah untuk sarapan ya, Tuan," tutur Bi Wina yang dibalas anggukan singkat dari Primdan.
Sedangkan Primrose yang berada di balik pintu kamarnya menangis sesenggukan sambil memeluk kakinya sendiri. Sebetulnya, dia juga merasakan sakit karena harus merasakan ini semua, dia tidak bisa membenci bunda dan ayahnya sendiri tapi dia terlanjur membenci saudaranya sendiri, rasa itu tercipta dengan sendirinya bersama rasa sakit yang dia rasakan tiap kali dia dikekang dan dipaksa maupun disiksa oleh orang tuanya hanya karena kebodohannya dalam pelajaran sekolah.
"Heheh." Tawanya di sela-sela tangisnya, entah mengapa dia tertawa padahal hatinya sedang retak dan pecah seperti biasanya.
Ternyata dia sekilas mengingat kembali masa di mana dia tak perlu bersekolah dan taak harus memikirkan nilai-nilai terus-menerus. Masa di mana keluarganya tak sekejam sekarang, keluarganya yang dulunya sederhana kini malah menjadi keluarga yang sombong dan tak ada lagi kata keharmonisan di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aiden & Primrose [On Hold]
Teen Fiction"I Will Always Be There For Your Smile" •°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°• Bagaimana rasanya disakiti, dikekang keras demi kemauan seseorang yang bahkan itu orang tua kita sendiri karena kita beda jauh dengan kembaran kita? Bagaimana rasanya ke...