Hai, Guys! Berjumpa lagi denganku si tukang typo dan penggemar menulis sejak dari pabriknya, wkwk! Jadi, kalau ada yang salah atau kurang apa gitu, boleh deh yaa diingetin sayanya, makaciw..
Yuk, mari baca kelanjutannya!ENJOY READING!
°°°°°°°≈<>≈°°°°°°°
Dengan cepat Primdan berlari menuju tempat garasi rumahnya. Benar saja, di sana sudah ada saudaranya yakni Primrose yang terduduk lesu menatap supir yang dari tadi menolak mengantarkannya. Primdan paham akan situasi sekarang dan langsung menuju ke arah Primrose.
"Primrose!" teriak Primdan serak.
"... "
Tidak ada jawaban dari Primrose, dia tetap kukuh bahkan tak mau menolehkan wajahnya untuk Primdan. Dia sangat membenci Primdan, meski sedalam-dalamnya rasa benci tersebut. Primrose tetaplah menyayangi Primdan, ini semua bisa saja tidak akan pernah terjadi jika bukan karena kedua orang mereka yang pilih kasih dalam memberikan kasih sayang antara mereka.
"Primrose, tadi Bi Wina mau bilang ke kamu kalau sama bunda dilarang buat berangkat sekolah naik mobil, katanya harus sama sepeda saja, sebab-sebab ini..." Primdan tak bisa melanjutkan kata-katanya hingga selesai, dia takut Primrose malah jadi salah paham bahwa dia sombong atau mau mengejeknya seperti biasa.
"Sebab ini hukuman buat gue dari bunda, gitu? Dahlah, lah terus gue mau nanya sama lo! Lo sok-sokan peduli gini buat nyombongin diri ya kan? Lo kan sekarang enak bisa dianterin sama supir, hilih," kekeh Primrose dengan tampang datarnya, dia sudah mulai merasa muak akan Primdan yang sebenarnya tak sama seperti yang dia pikirkan itu.
"Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu, kau boleh percaya atau tidak ucapanku ini, aku tak pernah berpikiran untuk melakukan hal tersebut. Sudahlah, aku sekarang juga gak mau naik mobil sama supir," ucap Primdan jujur apa adanya, tulus dalam hatinya, dia berharap Primrose bisa juga merasakan bahwa dia sungguh-sungguh jujur padanya, moga saja.
"Tapi, Tuan Muda! Maaf sebelumnya saya memotong pembicaraan nona sama tuan. Saya takut kalau tuan mau berangkat tanpa saya antarkan, nanti nyonya marah sama saya, saya takut dipecat, Tuan!" mohon supir mobil pribadi keluarga Primdan yakni Pak Sobyan, Primdan menyeringai tenang dan mulai menjawab.
"Tidak akan terjadi, Pak Sob! Tenang aja! Nanti bunda Primdan gak akan marah sama bapak karena ini kemauan saya sendiri, makasih Pak Sob!"
"Oh, iya Tuan. Sama-sama," balas Pak Sob sambil senyum merekah, senang karena telah diberi perhatian sama majikannya.
"Alah, pamerkan ujungnya! Dahlah, gue mau cabut, udah pukul 06.34 nih, gue gak akan mau terlambat, bisa-bisa nyawa gue hilang karena bunda!" gerutu Primrose yang masih bisa Primdan dengarkan, kini dia sudah menaiki sebuah sepeda gunung dan siap untuk mengayuhnya hingga ke SMA Lencana Gemintang.
Sedangkan Primdan yang menyadari bahwa dia ditinggalkan oleh Primrose, langsung bergegas mengambil salah satu sepeda gunung juga. Dia langsung mengayuh cepat menyusul laju sepeda Primrose yang sudah mulai jauh dari pelupuk matanya. Terdapat sepuluh sepeda gunung di bagasi rumah tersebut, maka tentu saja begitu puas mau pilih yang mana sepeda sesuai selera.
"Primrose, tungguin aku!" seru Primdan berusaha mengayuh lebih cepat dari sebelumnya hingga dia berhasil mensejajarkan dengan Primrose.
"Duh, lamban lo!" ejek Primrose malas.
"Hehehe," Primdan malah tertawa, dia suka jika setiap dia diejek Primrose, dia pikir seuntungnya Primrose masih mau berbicara dan sedikit peduli padanya, dia percaya bahwa Primrose tidak benar-benar benci padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aiden & Primrose [On Hold]
Roman pour Adolescents"I Will Always Be There For Your Smile" •°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°• Bagaimana rasanya disakiti, dikekang keras demi kemauan seseorang yang bahkan itu orang tua kita sendiri karena kita beda jauh dengan kembaran kita? Bagaimana rasanya ke...