nol koma dua

138 17 0
                                    

Sudah satu bulan sejak Ganen berkenalan dengan Mishal. Kesempatan yang ia cari sejak semester dua akhirnya tersampaikan di semester selanjutnya. Hanya berkenalan, tapi rasanya bagai kejatuhan durian runtuh bagi Ganen.

Hari ini jadwal Mishal hanya pagi hari. Bebi sempat menawarkan apakah Ganen ingin makan berdua dengan Mishal dan langsung diiyakan oleh Ganen. Entah bagaimana Bebi akan melakukan itu karena Ganen yakin Mishal pasti tidak bisa langsung nyaman makan berdua dengan Ganen. Ganen akan melihat nanti.

Dua orang yang Ganen nantikan muncul lima menit setelah Ganen terlebih dahulu sampai. Matanya langsung tertuju pada Mishal yang fokus pada layar hapenya. Tapi langsung berpaling pada Bebi saat Bebi menerima telfon. Melihat Mishal yang tidak terima menimbulkan kernyitan sendiri di dahi Ganen. Bukannya Bebi sudah dijodohkan? Lalu kenapa Mishal bisa kesal saat Bebi menerima telfon dari perempuan lain? Mishal bukan tipe perempuan seperti itu, Ganen yakin.

"Shal, gue nggak bisa ikutan. Ada panggilan nih."

"Lo jangan aneh-aneh lo ya."

Ganen mengangguk mengerti. Jadi ini rencana Bebi. Bebi pasti sudah tau kalau akan dipanggil ke studio untuk menemani latihan band dari UKM. Laki-laki itu sudah dipercayai menjadi manager, jadi sudah seharusnya me-manage dengan baik band-nya.

"Beneran. Nggak bisa gue. Lo makan sama Romeo aja, ya? Asli, gue harus kesana."

"Cuy..."

"Nggak pa-pa. Romeo nggak gigit kok."

Baru kali ini Ganen melihat semburat merah di pipi Mishal, meski wajahnya berubah datar dan terlihat jelas kekesalannya. Nggak gigit? Mishal paham masalah begituan? Kok malah blushing?

"Tolonglah...."

"Nggak pa-pa kok, Shal. Kita makan berdua aja. Bigun biarin aja. Band-nya mau manggung minggu depan soalnya." Please lah, Mishal.... Lihat ini. Hargai usaha kami. Sedikiitt aja.

Mishal akhirnya menghembuskan napas dan membiarkan Bebi pergi. Lalu ia menatap Ganen ragu-ragu. "Lo mau makan juga?"

"Iya. Udah masuk jam makan siang juga."

"Oh... Mau makan apa?"

"Kamu mau makan apa?"

"Engg.... Ada sih. Tapi kayaknya mending lo yang milih deh."

Kenapa sih?? Aku kan pengen tau makanan kesukaan cewek yang aku suka itu apa. "Aku ikut kamu aja. Aku juga bosen makanan yang biasanya."

"Owh..." Mishal menggaruk bagian lehernya yang tidak gatal lalu menoleh. "Makanan yang gue mau nggak deket. Tapi nggak terlalu jauh juga buat kita pake mobil lo. Jadi, lo mau jalan kaki nggak? Nggak ada tempat parkir mobil yang aman juga."

"Nggak masalah. Yuk!"

Ganen bisa melihat Mishal ragu saat berjalan di sampingnya. Suasana begitu canggung dan Ganen sendiri bingung bagaimana membuka percakapan. Apalagi Mishal terlihat tidak nyaman berjalan di sampingnya. Kepalanya sejak tadi menoleh kesana-kemari, seperti takut akan paparazzi.

Ganen tidak tau. Igna hanya punya dua puluh ribu di sakunya untuk siang ini. Makan, mungkin jalan sebentar, lalu pulang ke kos. Jumlah yang menurutnya sudah cukup banyak, tapi entah bagaimana menurut Ganen. Ia sudah berencana makan bakso tulangan hari ini dengan Bebi. Bebi tidak akan menghakimi. Sedangkan Igna belum mengenal Ganen terlalu lama. Menawarkan tempat pada Ganen pun jadi serba salah. Terlalu mahal, Igna tidak punya uang. Terlalu murah, kok rasanya kurang pantas.

"Kok lo manggilnya Bigun?" Mishal bersuara, membuat Ganen menoleh dan tanpa sadar tersenyum.

"Soalnya aneh kalau manggil nama Bebi. Sama-sama cowok..."

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang