sebelas

156 21 0
                                    

Putih nggak, ya? Atau dusty blue? Aduh, penyakit!

"Biru bagus, Yang."

"Biru? Biru banget? Putih bagus juga tapi."

"Ya udah beli dua."

Dengan cepat Igna berdecak dan menatap Ganen dengan bibirnya yang cemberut. "Gue butuh satu doang."

"Ya nggak pa-pa dipake dua-duanya."

"Nggak deh." Igna meletakkan kedua sepatu di tangannya dan melihat yang lain. Matanya menyusuri setiap rak berisi deretan sepatu olahraga untuk menggantikan sepatu olahraganya yang sudah butut di kos. Sebenarnya iming-iming untuk membeli dua sepatu baru sangat menggoda. Tapi Igna akan menahan keinginan itu setidaknya sampai apartemennya selesai.

"Nih, bagus." Ganen mendekatkan sepatu berwarna kuning ke arah Igna. Igna melihatnya sebentar lalu mengambil sepatu itu.

"Keramean nggak, sih? Gue ke gym pake sepatu gini diliatin orang kali."

"Oh buat ke gym..." Ganen manggut-manggut dan mengembalikan sepatu kuning tadi. "Lah, kamu cari warna terang terus dari tadi. Sama aja diliatin."

"Seenggaknya nggak kuning gitu." Tangan Igna meraih sepatu berwarna merah. Sesekali ia bolak-balikkan, mempertimbangkan apakah akan memilih yang ini atau tidak. Sepertinya tidak. Kepala Igna menoleh ke arah brand lokal yang jarang diketahui orang. Bahkan banyak yang tidak tau kalau brand ini buatan Indonesia.

"Ini bagus, Sayang."

Rasanya masih aneh mendengar Ganen memanggilnya seperti itu. Tapi Igna tetap menoleh dan melihat sepatu cream bersol putih di tangan Ganen. Memang bagus, tapi ukurannya terlalu besar. "Bisa dipertimbangkan," kata Igna sambil melihat yang lain. Sejak tadi Ganen di sampingnya tak henti melahap tahu krenyes mereka. Igna bahkan yakin Ganen juga tidak sadar sudah memakan jatah Igna.

"Besok malem ada acara nggak, Na?"

Igna hanya mengangguk sambil terus memandangi sepatu di rak satu per satu. Akhirnya kepalanya bergerak mencari pramuniaga agar ia bisa menanyakan ukuran sepatu putih, merah, dan cream tadi. Sepatu merah tidak memiliki ukurannya yang terlalu kecil. Otomatis menjadikan dua sepatu lainnya kandidat yang harus Igna pertimbangkan lagi.

Sambil berpikir Igna melihat kedua sepatu di kakinya di hadapan cermin. Sepertinya yang cream lebih bagus. Toh ia sudah memiliki dua sepatu putih di rak sepatu kos.

"Beli dua, Sayang. Bagus semua itu."

"Nggak mau. Satu aja. Buat apaan sepatu dua?" Igna kembali bergantian mendekatkan kakinya ke cermin. Memang sepertinya pilihan Ganen bagus. "Mau yang cream deh, Mas."

"Mau dicoba yang sebelah kanan juga, Kak?"

"Iya, boleh." Igna melepas sepatu di kaki kanannya dan mengganti dengan sepatu baru dari tangan pramuniaga. Bahkan cocok dengan salah satu warna dari colorblock track suitnya. "Lucu banget."

"Yakin beli satu doang?"

"Iya, satu aja." Igna menoleh pada mas-mas berbaju hitam dan mengangguk. Ia kembalikan sepasang sepatu tadi dan masih berniat berkutat di dalam sambil melihat-lihat kacamata renang.

Besok adalah hari Sabtu. Jadwal rutin Igna untuk berenang. Dan dengan bodohnya Igna meninggalkan kacamata renangnya saat di Singapura kemarin. Ia harus membeli kacamata baru.

"Mau ini nggak, Na?"

Igna menoleh, melihat kacamata renang frame pink dan kaca chrome tiga warna di tangan Ganen. Ia tertawa puas dan berkata, "Kalo lo mau, gue bayarin."

"Nggak muat dong, Sayang..."

"Sambungin karet kali belakangnya." Igna kembali pada kacamata hitam di tangannya. Sama persis dengan yang ia tinggal di Singapura.

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang