empat belas

136 21 0
                                    

Suasana mall sudah riuh saat Ganen sampai di venue. Ia sempat harus dilarikan ke back stage dengan topi karena ramainya situasi dan sudah dekat waktu untuknya tampil.

Persiapan backstage yang hectic tak lagi mengejutkan bagi Ganen. Ia tetap pada schedule-nya untuk memastikan wajahnya siap. Sisa waktunya ia habiskan untuk menonton suasana di panggung melalui layar bersama penampil lainnya. Ia juga mempersiapkan semua hasil kemarin. Setiap penampilannya tidak ada yang Ganen sia-siakan. Semua sama spesialnya. Semua sama menegangkannya sebelum naik ke panggung.

Seseorang dengan headphones menghampiri Ganen dan menagernya. Saatnya Ganen bersiap. Ganen mengangguk dan menunggu di samping panggung agar nanti tak perlu lagi mencarinya. Ia teguk air putih yang disediakan untuknya. Sudah memasuki refrain terakhir dari band yang tampil sebelumnya. Ganen menengok keluar panggung dari tempatnya berdiri. Penontonnya cukup ramai dan antusias. Semoga saja ia akan memberikan hiburan yang sama menariknya.

Sudah saatnya.

Ganen naik ke panggung dan ia rasakan gemuruh sorak penonton menyambut kehadirannya. Ganen tersenyum lebar dan melambaikan tangannya ke arah penonton. Mereka menyambut lebih riuh. Ganen akhirnya menyentuh microphone dan menyambut semua penonton seiring irama lagu ciptaannya terdengar.

Lagu pertama berjalan dengan baik. Semua ikut bernyanyi bersamanya.

Lagu kedua. Lagu yang sangat populer tanpa Ganen sangka. Lagu yang Ganen ingat ia buat untuk Igna. Sayangnya Igna tak pernah menyadarinya. Ganen melepas microphone dari stand mic dan mulai bernyanyi. Semua yang pernah ia alami bersama Igna ia tuangkan dalam rima-rima puitis. Pemberiannya untuk Igna, bahkan sebelum mereka berkenalan.

Cukup sering Ganen membawakan lagu ini. Selain karena merupakan top 5 favorite song of his, lagu ini juga berarti banyak baginya. Karena Igna. Igna berarti banyak bagi Ganen. Bahkan mungkin terlampau banyak.

Melodi lagu membuat Ganen mengangkat tangannya, menciptakan gelombang tangan penonton bergerak dari kanan ke kiri lalu terulang lagi. Hanya saja, di sana, di antara silaunya lampu sorot, kepala kecilnya muncul. Mereka saling bertatapan. Ganen tidak pernah merasa lebih gugup dari biasanya.

Igna memandang tak menentu, tapi Ganen cepat mengalihkan pandangannya. Jujur saja, ia takut. Ia takut melihat Igna kecewa. Ia takut kemudian Igna pergi dan Ganen menyaksikannya. Lalu pertunjukannya berhenti dan kacau. Tapi saat Ganen menoleh kembali, Igna masih di sana. Igna masih menontonnya.

Setiap kali Ganen membawakan lagu itu selalu ia berharap Igna di sana, menontonnya, tersenyum padanya seperti Igna mendambakan hal yang sama. Tapi saat diwujudkan permintaannya, Ganen malah deg-degan tak keruan. Igna, entah perempuan itu tersenyum atau bagaimana. Ganen tidak sanggup melihatnya.

Lagu ketiga. Ganen akan bermain gitar. Melodi-melodi akustik yang menjadi salah satu favoritnya. Igna tak pernah tau kalau banyak lagu Ganen ciptakan untuknya. Dari semua perempuan...

Ganen membawakan lima lagu malam ini. Dan sepenuhnya Igna menontonnya. Tentu rasanya berbeda. Rasanya Ganen sedang menyatakan cinta secara langsung pada Igna. Padahal tidak. Tapi Ganen merasa lebih lega setelahnya. Setidaknya kali ini ia tau kalau Igna mendengarkan. Setidaknya kali ini Igna mendengarnya sendiri.

-o-o-o-

"Balik, yuk!"

Oh, bagus! Igna segera mengangguk dan menyetujui ajakan Feby. Ia bangkit dan meregangkan ototnya yang kaku selama duduk. Sudah habis dia dipojokkan oleh dua orang ini karena lagu-lagu yang Ganen bawakan tadi.

"Beli es krim dulu lah," Igna bersuara dan disetujui kedua temannya. Sudah malam, memang. Tapi... kenapa tidak?

Satu cup es krim vanilla sudah siap di tangan Igna saat ia melihat kerumunan orang-orang menuju pintu keluar. Igna melihatnya sampai ngeri sendiri. Errghhh... Artis siapa dah sampe dikerubutin begitu?

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang