dua puluh tiga

78 8 2
                                    

Ini pertama kalinya Igna benar-benar merasa gugup saat harus bernyanyi di studio.

Biasanya tidak pernah segugup ini meskipun harus bernyanyi dengan Ganen. Mungkin karena saat ini suara Igna akan direkam dan nantinya diperdengarkan pada hampir seluruh penjuru negri.

Semua sudah disiapkan dengan baik. Awalnya Igna menyaksikan Ganen yang terlihat sudah sangat terbiasa sehingga sangat mudah melakukannya. Hanya beberapa kali mengulang di beberapa bagian dan mendapatkan tepuk tangan penuh apresiasi dari produsernya dan juga seorang produser dari Berlin. Sepertinya Ganen sedang bekerja sama dengan sebuah aranger di Berlin.

Igna sudah berlatih untuk kesempatan ini. Tapi tetap saja rasanya didengar oleh orang-orang yang sudah profesional di bidang ini menegangkan.

Igna memutuskan untuk menutup mata dan fokus pada arahan juga suara dari headphone di telinga. Ia juga mengarahkan perhatiannya pada lyric yang sebenarnya tidak terlalu ia perlukan. Lagu ini sudah ia hafal di luar kepala.

"Ask myself why are you even with me... After all the shit I put you through? Why did you make it hard with me? It's like you're living in an igloo.... But baby your love is so warm it makes my shield melt down.. And everytime we're both at war, you make me come around... What is the reason, when you really could have any girl you want? I don't see what I have to offer.... I should've been a season, guess you could see I have potential.. Do you know you're my miracle?"

Igna baru menyadari kenapa Ganen memilih lagu ini. Ya, dia membiarkan Ganen yang memilih lagu pada akhirnya. Igna terlalu gugup untuk memikirkan lagu apa yang bisa ia nyanyikan. Tapi ia juga tidak memiliki energi untuk protes. Ia terlalu menikmati sesi yang ia nyanyikan berdua bersama Ganen. Ganen membiarkan Igna mengambil posisi lead dan laki-laki itu melakukan variasi nada dua. Igna tidak lagi berpikir untuk protes ketika mendengar sendiri suara Ganen di studio.

Hasil yang didengarkan beberapa waktu kemudian juga cukup memuaskan. Igna bahkan terkejut dengan suaranya yang bisa terdengar jelas dan tidak seperti yang selama ini ia kira. Tawaran untuk membuat lagu juga sempat Igna pikirkan meski ia berkata tidak yakin.

Hari-hari terakhir Ganen di Jerman tak pernah sekalipun tidak bertemu Igna. Menginap di apartemen Igna juga sudah biasa. Tapi baru satu hal yang mereka sadari saat sudah berada di airport, mengantar Ganen. Mereka tidak banyak berfoto ataupun posting apapun di social media selain untuk keperluan Ganen. Ganen benar-benar menyesal. Padahal ia bisa saja meminta asistennya untuk mengambil gambar mereka. Atau mungkin karena mereka terlalu menikmati momen berdua sehingga lupa untuk mengabadikannya. Tapi memang tidak ada dari kenangan kemarin yang rela Ganen tukar dengan harga apapun di dunia.

-o-o-o-

Kembali ke apartemennya di Langenhorn, Igna menghela napas. Masih terasa sisa-sisa dari kehadiran Ganen yang menurutnya semakin menghangatkan. April rasanya masih sangat lama. Igna ingin lebih cepat waktu berputar.

Kembali bekerja sampai pertengahan January, Igna akhirnya kembali terbang. Kali ini menuju Amsterdam. Ada satu keperluan yang harus ia selesaikan di sebuah kampus tempatnya menempuh short course beberapa bulan lalu. Selain itu ia juga harus mampir ke kantor cabang dan menyelesaikan beberapa hal, sesuai perintah dari Alexander. Tidak ada hal yang terlalu serius sehingga liburannya dengan Bebi tidak terganggu. Bebi juga berkata kalau laki-laki itu akan menikah di bulan Mei nanti. Tentunya tanpa lupa meminta Igna datang bersama Ganen.

"Kalau bisa pake baju kembaran, Shal. Lucu tuh," celetuk Bebi sebelum meletakkan cappuchino di meja.

"Sama-sama pake kemeja, gitu? Atau Ganen pake kebaya?"

"Sekalian aja kalian pake heels merah terus lari sepanjang ring road sana! Ngaco banget ngomongnya! Ya pake yang batiknya sama gitu. Ntar membludak deh tuh media. Lo kan suka tuh bikin kekacauan terus lo tinggalin mereka dengan kekacauan mereka itu. Hahaha..."

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang