dua puluh satu

61 11 1
                                    

Tidak banyak yang terjadi selama di Hamburg. Seperti biasanya, Igna sampai di flat-nya dengan perasaan lega. Bahkan kasur miliknya sudah menggantikan kasur yang biasa digunakan penyewa. Igna langsung bekerja.

Memasuki minggu baru, Igna memulai kursus singkatnya. Tentang hydrography. Semoga berhubungan dengan oceanography yang sempat Igna ambil winter tahun lalu. Selebihnya waktunya Igna habiskan di kantor.

Padahal Igna membeli unit ini agar ia tidak bosan di flat dan jarang keluar.

Bayangkan. Satu kotak besar berukuran delapan kali lima meter, memanjang ke samping. Semua kecuali satu temboknya adalah bata ekspos dan sisanya adalah beton yang tidak benar-benar selesai. Ada kesan industrialis kental ketika memasuki unit ini. Pintu besar, jendela-jendela di satu sisi temboknya menjulang dari paha hingga hampir mencium langit-langit. Igna tidak pernah membeli curtain sampai akhirnya ia harus kembali ke Indonesia. Para penyewa mungkin tidak nyaman dengan kurangnya privasi saat mereka tidur.

Ketika membuka pintu, semua jendela itu akan menjadi pemandangan pertama. Kaki menginjak lantai concrete yang dipoles agar tidak menyakiti kaki telanjang. Di sebelah kiri, tatanan dapur dengan island memanjang dari tembok ke tembok. Totalnya tiga meter. Semua dengan material kayu, metal, dan cat hitam doff sehingga kesan maskulin menguar.

Di depan dapur tertata meja panjang dengan enam kursi mengelilingi sisi kanan-kirinya. Di tengah meja terdapat satu vas bunga hias untuk mempercantik ruangan. Terpisah tiga meter, di sisi kanan Igna meletakkan dua sofa besar. Satu menghadap dapur dan yang lain menghadap tembok yang sama dengan pintu berada. Keduanya berwarna coklat bata. Igna biasa menggunakan space itu untuk menonton TV. Dulu ada proyektor, tapi Igna merasa tidak banyak penyewa yang akan nyaman.

Setengah ruangan, lantai beton meningkat, menjadikan jarak jendela dengan lantai menyempit. Sekarang jaraknya hanya sejengkal orang dewasa.

Berjarak satu setengah meter dari sofa, menghadap ke TV, satu lemari buku besar berisi... Tentunya buku. Dan beberapa tanaman hias. Lemari ini bersandar tepat menempel pada lantai yang naik, menjadikan pembatas yang sempurna antara ruang TV dan kamar Igna di belakangnya.

Well, ini adalah flat dengan satu ruangan, yaitu kamar mandi. Lebih mirip studio tapi sangat luas. Igna menciptakan kamarnya dengan sekat kaca di bagian belakang dan sisi kiri. Kasurnya menghadap ke jendela, menatap hamparan langit luas di sana. Di sebelah kanan adalah lemari yang menempel pada tembok, tempat Igna tidur dulu sekali sebelum kasurnya datang.

Keluar dari kamar, di bagian tengah, paling dekat dengan kamar mandi dan paling pertama dilihat setelah lima jendela besar itu, Igna meletakkan karpet bulat, meja bulat pendek, dan beberapa bantal yang tergeletak begitu saja di sekitar meja pendek. Di tembok kamar mandi itu Igna berikan beberapa heater agar dia tidak mati kedinginan terutama di akhir tahun seperti ini.

Lalu dipojok sebelah kiri, di tembok dengan banyak jendela itu, ada cerukan menjorok ke dalam ruangan. Lebarnya tiga kali dua meter. Kamar mandi. Dengan doble sink, toilet, dan shower besar dipisahkan dengan sekat kaca. Seluruh lantai dilapisi lembaran-lembaran kayu dan berhenti di pintu kamar mandi yang langsung mengarah ke dapur.

Katakan Igna beruntung.

Mendapatkan unit seperti ini ketika masa sewa apartemen sebelumnya hampir habis?

Memang, area nya cukup jauh dari pusat kota. Apalagi kantornya. Tapi bagaimana mau melewatkan apartemen ini? Meski tidak sesuai dengan gambaran apartemen impiannya, tapi ini sudah lebih dari yang bisa ia harapkan. Beruntung masih bisa ia mendapatkan kartu credit demi memenuhi harga apartemen ini. Tidak banyak, memang. Dulu Igna pernah tidak sadar kalau ia terlalu irit sehingga tabungannya memenuhi empat perlima harga apartemen. Ia hanya fokus bekerja, mencari uang, membantu perekonomian keluarga, dan membaca buku setelahnya. Pacaran pun hanya sekali selama ia di Jerman.

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang