empat

234 24 0
                                    

"Naik!"

Igna menoleh ke kanan dan kiri, memastikan ia sendirian di sana. Sudah setengah sepuluh malam. Hanya ada Igna di sana, masih membuka aplikasi untuk memesan ojol pulang. Satu alis Igna naik dan ia berkata, "Bapak masih ingat kan kalau saya pernah bilang nggak mau satu mobil lagi sama Bapak?"

"Kalau aku bilang untuk membantu mengejar Alina dan berhenti mengejar kamu?"

"Saya berasumsi Bapak masih ingat perempuan seperti apa saya ini?"

"Saya butuh keahlian profesional kamu. Bukan emosional. Masuk aja, Mishal."

Sepertinya itu perintah. Igna akhirnya menyerah dan masuk ke kursi depan, di samping bosnya.

"Huffhh... Harus aku akui. Auramu yang bikin penasaran masih aja mengundang untuk diserang. Untung aja sekarang udah ada Alina."

Pengalaman mengajarkannya untuk menjaga jarak dengan boss haus belaian macam Adrian ini. Untung saja ia tidak pernah berakhir di ranjangnya yang katanya sangat empuk dan mahal itu. "Halusinasi otak bapak tidak pernah berhenti menempatkan perempuan di posisi tersangka. Bahkan setelah tiga tahun saya di sini."

Adrian hanya mengedikkan bahu tak peduli. "Bukan salahku kalau dia tiba-tiba tampil dengan segala pakaian kurang bahan dan membangkitkan singa tidur."

"Woah! Kalau gitu bisa Bapak jelaskan bagaimana bapak bisa menetapkan saya sebagai sasaran waktu itu?"

"Mudah. Kamu selalu bersikap sama pada semua laki-laki. Bersikap seolah-olah kamu tidak peduli, itu memberi sinyal pada kami kalau ada yang kamu tutupi. Nggak mungkin kamu nggak tertarik dengan salah satu dari kaum kami. Ditambah dengan cara berpakaianmu yang selalu tidak sinkron dengan proporsi tubuhmu. Lalu saat itu aku melihatmu berenang di hotel di malam hari. Kamu pikir hanya kamu yang bergulat dengan insomnia? Jadi mulai saat itu aku tau apa yang kamu coba sembunyikan dari kami. Dan aku akan senang kalau kamu mau membuka rahasia padaku."

"Lalu Alina ini?"

"Deep-v, backless, mini dress. Bagaimana aku harus bersikap?"

Oh. Semuanya harus selalu tentang selangkangan, ya? Igna menggelengkan kepalanya, tak percaya. Selama sisa perjalanan ia hanya fokus keluar jendela, tak mau tau apa yang Adrian lakukan atau pikirkan.

Mobil yang Adrian kemudikan berhenti di depan gedung apartemen dengan nuasa emas mewah bahkan dari lobby utamanya.

"Dia sedang bersama pacarnya. Buat dia pergi sekarang dan kuijinkan kamu membawa mobilku sampai besok."

"Dan membiarkan bapak memperkosa perempuan yang bahkan tidak tau menau soal isi pikiran bapak? Moral saya sebagai perempuan tidak akan mencapai dasar seperti yang bapak pikirkan hanya untuk sebuah Mercedes."

"Kamu harus belajar berpikir kalau aku tidak sekotor itu. Aku hanya akan mengobrol dengannya. Menurutmu, kalau mengetahui pacar berandalan anaknya, menteri perhubungan kita akan tetap menyetujui hubungan mereka? Aku jauh lebih baik! Lagipula, bukannya besok kamu kedatangan saudara? Mobilku lebih nyaman daripada mobil Tatiana."

"Mengetahui tingkat nafsu Bapak, sepertinya saya lebih memilih mobil Tatiana. Taksi online juga tidak masalah."

"Hahaha!" Adrian terbahak, bahkan sampai menjauh dari sandaran mobilnya. "Aku menghargai fantasi kotormu, Mishal. Mobilku baru saja dicuci. Deep clean."

"Sir, my niece is only fourteen. Saya sangat protektif tentang lingkungan di sekitarnya."

"I know. Aku juga menduga kamu pasti sangat protektif dengan rencana kamu di bulan April nanti, kan? I mean... Aku tidak mengerti kenapa kamu hampir tidak menggunakan benefits dari menjadi nasabah prioritas, tapi aku rasa mercedes ini sebanding dengan yang bisa kamu dapatkan."

comfort zoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang