"Sayang."
"Kau datang.."
"Em. Aku pulang. Letakkan itu dan kemarilah."
Ujar Sehun perlahan mendekat. Mengambil alih pecahan kaca yang wanita itu genggam dan membuangnya. Ia meringis kala melihat luka sayatan yang cukup dalam di telapak tangan Sooyoung. Mendudukkan wanita itu dan sedikit berlari kearah dapur.
Tak lama ia kembali dengan sekotak penuh obat-obatan. Berlutut di hadapan sang istri dan menuangkan alkohol untuk menetralkan lukanya. Sementara Sooyoung hanya menatap datar tangannya yang penuh darah.
Tak ada pembicaraan diantara keduanya hingga Sehun selesai dengan pekerjaannya.
"Sooyoung.."
"Mengapa kau melakukannya?"
Tanyanya beralih menatap Sehun. Membuat pria itu terdiam dan mengalihkan pandangannya.
"Mengapa? Mengapa kau melakukannya lagi?"
"Lagi?"
"Berkhianat satu kali tak cukup untuk memuaskanmu?"
Tampak jelas raut terkejut di wajah Sehun. Hendak menggenggam tangan Sooyoung namun wanita itu menepisnya.
"Saat itu.."
"Ya. Aku mengetahuinya. Di depan mataku, dengan sangat jelas. Siapa namanya? Ah.. Lalisa. Aku bahkan masih mengingat namanya."
"Kau mengetahuinya? Lalu mengapa kau tak melampiaskan amarahmu?"
"Karena aku ingin memahami dan memaafkanmu! Saat itu aku berfikir setidaknya dengan wanita lain kau dapat melupakan sedikit bebanmu karena kedua orang tuamu!"
Sahut wanita itu dengan suara lantangnya membuat Sehun kembali terdiam. Sooyoung tertawa hambar seraya menghapus kasar air matanya.
"Benar. Saat itu pernikahan kita bahkan masih terhitung baru. Tak akan mengagetkan jika kau melakukannya lagi saat ini."
"Sayang.."
"Kau menikmatinya? Tidur dengan gadis muda itu membuatmu lebih bergairah?"
"Aku tak tidur dengannya."
"Lalu apa yang kalian lakukan di kamar itu? Membahas saham? Bermain catur? Atau membicarakan gosip terbaru?"
Sehun menghela nafas kasar seraya tertunduk. Mengusap gusar wajahnya dan kembali mendongak.
"Maafkan aku."
"Apa kau masih mencintaiku? Apakah perasaan itu masih ada atau bahkan masih tersisa? Ah.. Jika perasaan itu masih ada, kau pasti tak akan melakukan hal gila seperti ini."
"Aku masih mencintaimu Sooyoung. Masih sangat mencintaimu."
"Lalu mengapa kau melakukannya?"
Tanyanya yang membuat pria itu kembali diam seribu bahasa.
"Apa kau tau bagaimana aku akhir-akhir ini? Kau tau?"
Sooyoung menggantung sejenak kalimatnya. Menatap tajam pria dihadapannya dan menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan.
"Rasanya begitu sesak. Sepertinya aku akan menjadi gila. Aku bahkan tak bisa tertidur saat kau berada di sampingku. Berfikir bahwa kau akan meninggalkanku jika aku tertidur. Merasa terhina dan terbuang. Semakin aku melihatmu semakin aku hancur karenanya. Ini membuatku muak."
"Sooyoung."
"Meski begitu aku tak bisa melepasmu. Aku tak bisa melakukannya bahkan jika aku menginginkannya."
Sehun kembali tertunduk dengan isak tangis yang berusaha ia tahan.
"Maafkan aku. Sooyoung, maafkan aku. Ampuni aku."
Tangisnya yang mulai terdengar. Menggenggam kedua tangan sang istri dan menenggelamkan wajahnya. Sedangkan Sooyoung mengalihkan pandangannya. Memejamkan mata dan membiarkan buliran bening itu kembali mengalir dari pelupuk matanya.
Dilain tempat, Jaehyun melangkahkan kakinya memasuki sebuah bar yang cukup terkenal di wilayah Gangnam. Langkahnya terhenti begitu ia mendapati sosok yang sangat ia kenali. Dengan senyum tersungging, Jaehyun berjalan menghampiri Yerim yang terduduk di sudut bar.
"Rupanya kau sudah di campakkan."
Ujarnya sedangkan gadis itu tak menggubrisnya dan meneguk habis minumannya sebelum ia mulai bangkit.
"Karena itulah seharusnya dari awal kau tak bermain dengan api. Kau bisa terbakar jika tak berhati-hati."
Ujarnya membuat langkah Yerim terhenti. Ia berbalik dan menatap penuh amarah pada pria yang kini berjalan kearahnya. Dengan tatapan arogannya, Jaehyun menepuk pelan bahu Yerim dan berbisik.
"Sejak awal kau memang sudah kalah. Bertahan hanya akan menunjukkan seberapa pecundangnya dirimu, Kim Yerim."
Pria itu kembali tersenyum dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Yerim dengan amarahnya yang siap ia ledakkan.
-
"Ya ampun! Ada apa dengan tanganmu?"
Seru Yoonju yang menyadari balutan perban di tangan wanita itu. Membuat Irene yang juga baru menyadarinya pun memekik. Sedangkan Sooyoung hanya tersenyum tipis sembari melanjutkan pekerjaannya.
"Aku tak sengaja melukai tanganku. Ini hanya kecelakaan kecil."
"Kau yakin? Kecelakaan kecil tak akan membuatmu di perban sebanyak ini."
"Sehun yang melakukannya. Kakak tau kan bagaimana berlebihannya dia."
"Cih benar-benar. Kemarikan tanganmu. Biar aku ganti perbannya."
"Tidak apa. Aku akan melakukannya nanti."
Tolak wanita itu membuat Irene dan Yoonju mengangguk setuju. Keduanya pun kembali pada pekerjaan mereka hingga dering ponsel menginterupsi ketiganya. Sooyoung bergegas bangkit begitu melihat nama Chanyeol tertera sebagai nama pemanggil.
"Halo."
"Maafkan aku."
"Untuk?"
"Saat itu aku tak bisa menahan amarahku. Jadi-"
"Kakak melakukannya dengan baik."
"Apa?"
Sooyoung tersenyum dan mengangguk semangat walau pria di seberang sana tak dapat melihatnya.
"Apapun itu, ibu menyuruhku untuk meminta maaf padanya. Tapi kau tau sendiri bagaimana egoku. Jadi kau saja yang sampaikan permintaan maafku."
"Ia akan memakluminya."
"Hm?"
"Aku harus kembali bekerja."
"Oh maaf aku mengganggumu."
"Kak."
"Ya?"
"Terima kasih."
Ucap wanita itu mengakhiri panggilan dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.
~~~
Nih double up dengan part yang pendek. Dah yaa..
Uda aku double up sebagai penghibur buat kalian yang jomblo (termasuk aku).
Sampai ketemu besok (kalo aku up) 😝
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Man [END]
Fanfiction{FANFICTION} Cinta yang selalu kau gaungkan itu adalah omong kosong paling sampah yang pernah aku dengar.