28

747 105 16
                                    

Langkah kaki itu terhenti sebelum ia sempat memasuki mobil. Tampak ragu-ragu, Sooyoung perlahan berbalik dan menatap gedung rumah sakit.

"Sooyoung, ayo."

Ajak sang ayah yang menyadari jika putrinya itu belum juga memasuki mobilnya. Membuatnya tersadar dari lamunan dan mengangguk dengan senyum tipisnya. Namun pergerakan wanita itu kembali terhenti dan menghela nafas pelan.

"Ada apa?"

Kini Chanyeol yang bersuara. Entah sejak kapan pria itu berdiri di belakang sang adik hingga membuatnya tersentak kaget.

"Sooyoung?"

"Tidak bisa.."

"Hm?"

"Aku tak bisa lagi."

"Kau kenapa?"

"Menghukumnya.. Aku tak bisa lagi melakukannya."

"Sooyoung masuk."

Kini sang ibu yang sedari tadi menyimak pembicaraan kedua anaknya itu pun menurunkan kaca mobil dan menatap Sooyoung intens. Sementara wanita itu, dengan buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya menggeleng pelan.

"Bu-"

"Kau hanya iba padanya. Karena itulah kau menjadi bimbang."

"Izinkan aku untuk bertemu dengannya satu kali lagi."

"Sooyoung!"

"Maafkan aku."

Ujarnya berbalik dan berlari kembali memasuki gedung rumah sakit. Mengabaikan panggilan wanita paruh baya yang kini diliputi oleh amarah.

Tanpa memiliki niatan untuk berhenti, Sooyoung telah tiba ke tempat yang ia tuju. Hanya berjarak beberapa langkah dari sebuah ruang VIP yang dijaga pihak keamanan di tiap sisi kiri dan kanannya.

Sooyoung kembali menghentikan langkahnya kala kedua penjaga itu menghalangi dan tak memperbolehkannya untuk masuk.

"Anda tidak boleh masuk."

"Minggir."

"Nona.."

"Kalian tidak tau siapa aku?"

Ucapnya dengan tatapan dingin serta nadanya yang terdengar begitu angkuh. Setelah beberapa saat, terdengar helaan nafas pelan dari keduanya dan memilih membukakan pintu untuk wanita itu.

Sooyoung menghentikan langkahnya sejenak begitu mendapati sosok Sehun yang tampak tertidur damai di atas ranjang dengan beragam peralatan medis yang terpasang di tubuhnya. Kedua tangan wanita itu mengepal hebat dan menggigit bibir bawahnya. Menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya sebelum akhirnya ia kembali mengambil langkah mendekat.

Menatap cukup lama pria yang kini resmi menjadi mantan suaminya itu dalam keheningan. Perlahan ia menggenggam erat jemari Sehun.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Ujarnya pelan namun tak mendapat jawaban. Yang terdengar hanyalah suara mesin detak jantung yang berbunyi begitu lamban. Sangat lamban, hingga seseorang mungkin tak akan menyadari jika suatu saat bunyinya tak lagi terdengar.

Cukup lama Sooyoung terdiam di posisinya. Memandangi wajah tampan mantan suaminya yang tampak begitu tenang dalam tidur lelapnya. Hingga sebuah suara pintu yang dibuka perlahan membuat wanita itu lantas melepas genggaman tangannya dan segera berbalik.

"Sooyoung?"

Dihadapannya saat ini, berdirilah mantan ibu mertuanya. Dengan senyuman khasnya, wanita paruh baya itu meletakkan barang bawaannya di atas meja dan berjalan mendekat. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini, ia meraba wajah Sooyoung dan perlahan memeluknya.

"Kau datang.."

"Bu-"

"Terima kasih sudah datang."

Ujarnya dengan suara bergetar membuat Sooyoung tak mampu membendung tangisnya. Perlahan wanita itu membalas pelukannya dan menenggelamkan wajahnya di bahu ringkih mantan mertuanya.

-

"Sudah seminggu berlalu dan tak ada hal baik yang terjadi."

Ucap wanita paruh baya yang kini terduduk di samping Sooyoung. Keduanya menatap kearah yang sama. Pada Sehun yang hingga saat ini masih menutup matanya seolah enggan untuk terbuka.

"Apa.. Yang terjadi padanya?"

"Anakku mabuk berat, pada malam itu. Aku tak tau pasti mengapa ia berada di jalanan dan bukannya memesan jasa supir. Yang aku tau ia tak seceroboh itu."

"Benar."

"Seseorang melihatnya menerobos jalur penyeberangan dan pada saat itu sebuah mobil menabraknya."

Lanjutnya sementara Sooyoung memejamkan matanya dan menghela nafas perlahan.

"Aku tau ini terdengar tidak tahu malu. Tapi, maafkan aku."

Tangan keriput itu menggusap lembut punggung tangan Sooyoung dan menatapnya sendu.

"Tanpa tau apa yang terjadi, aku selalu mendesakmu dan menuntut kau untuk menjadi menantu terbaik di keluarga kami. Agar aku dapat memamerkanmu kepada semua orang dan mendapat pujian atas hal itu."

"Bu-"

"Padahal kau adalah anak berharga bagi ayah dan ibumu. Tapi aku memperlalukanmu sedemikian rupa."

"Saat-saat itu adalah hal berharga dalam hidup yang kujalani. Tak sedikitpun aku merasa terbebani. Aku menikmatinya."

"Aku juga ingin meminta maaf atas nama anakku. Karena kegagalan kami dalam mendidiknya, tanpa ia sadari telah menyakiti istri yang selama ini begitu mendukungnya."

Mendengar ucapan wanita paruh baya itu, Sooyoung mendongakkan kepala. Berusaha menahan air matanya agar tak lagi terjatuh. Ia kembali tersenyum dan menggeleng pelan.

"Dan Sooyoung, walaupun ini terdengar egois, bolehkah aku memintamu untuk tetap tinggal?"

"Bu.."

"Bisakah kau kembali pada Sehun? Ia masih sangat mencintaimu."

Pintanya membuat senyum di bibir wanita itu perlahan memudar.

"Aku tau tak semudah itu untuk memaafkan segala perbuatan yang telah ia lakukan. Tapi-"

"Aku.. Tidak bisa."

"Mengapa?"

"Aku hanya tidak bisa bu."

"Apa kau.. Sudah tak memiliki perasaan apapun lagi kepadanya?"

Enggan untuk menjawab, Sooyoung kembali menanggapinya dengan senyum tipis.

"Sooyoung."

"Karena aku masih mencintainya, aku tak bisa kembali padanya."

"Apa maksudmu?"

"Aku baru saja menjalani operasi pengangkatan rahim bu."

Ucap wanita itu tegas membuat sang mantan mertua tertegun.

"Karena penyakitku, aku harus melakukan operasi itu."

"A-apa?"

"Aku tak akan bisa hamil bu. Tak akan pernah bisa. Bukankah kalian harus memiliki seorang cucu untuk menjadi penerus O'Corner?"

"Sooyoung.."

"Karena itulah Sehun tak boleh kembali padaku. Ia harus menemukan kebahagiaannya sendiri dan itu bukan aku. Dan aku pun.. Juga harus menemukan kebahagiaanku bukan?"

Lanjutnya membuat wanita paruh baya itu tak mampu berkata apa-apa. Dengan senyum yang kembali merekah, Sooyoung mulai bangkit dari duduknya. Mengalihkan pandangannya pada Sehun sebelum kembali menatap sang mantan mertua.

"Aku harap ia segera sadar dan cepat sembuh. Aku bersungguh-sunguh."

Ucap wanita itu sebelum akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari ruangan. Membulatkan tekadnya untuk tak lagi berbalik. Meninggalkan sisa lukanya dan memutuskan untuk mengubur rasa sakit yang masih tersisa.

~~~

Her Man [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang