22

726 107 8
                                    

Mata yang terpejam itu perlahan terbuka. Mendapati wajah damai sang suami yang masih terlelap dalam tidurnya. Cukup lama Sooyoung memperhatikan wajah suaminya hingga perlahan jemarinya mulai bergerak. Menyusuri tiap lekuk wajah tampan Sehun yang bagaikan sebuah masterpiece.

Senyum tipis terukir di bibir wanita itu kala sang suami merespon sentuhannya. Seolah ia terusik dari tidur nyenyaknya. Bulu mata lentik serta bentuk matanya yang dalam itu bergerak pelan. Mulai membuka mata dengan tatapan sayunya. Dengan tersenyum tampan, Sehun mengusap pelan pipi Sooyoung dan menariknya ke dalam pelukan sembari melayangkan kecupan singkat di kening wanita itu.

"Bangunlah. Aku akan menyiapkan sarapan untukmu."

"Sepuluh menit lagi. Biarkan kita seperti ini ini sepuluh menit lagi."

"Aku sudah terlambat."

"Kau mau pergi?"

"Kak Seungwan sudah menungguku."

"Seungwan? Bukankah kau tak ada jadwal pemeriksaan dengannya?"

"Kami hanya bertemu untuk berbincang."

Sahutnya seraya melepas pelukan sang suami. Mengubah posisinya menjadi duduk dan membelai lembut rambut Sehun.

"Aku akan bersiap-siap."

Ucap wanita itu seraya bangkit dari posisinya.

-

"Apa? Bisakah kau ulangi sekali lagi?"

Sooyoung dengan raut wajah bingungnya menatap wanita dihadapannya. Seungwan menghela nafas pelan sembari mengusap lembut kedua punggung tangan sahabatnya itu.

"Sepertinya kau perlu memberitahukan ini pada suamimu."

"Apa yang harus kuberitahu padanya? Aku bahkan tak bisa mengerti satupun kalimat yang kau ucapkan."

"Sooyoung-"

"Fibroid? Kau mau mengatakan jika penyebab keguguranku adalah fibroid? Tidak mungkin. Kak, apa kau tak salah melihat data pasien?"

"Pada dasarnya fibroid tidak dapat mengancam keselamatan janin. Tapi ada beberapa kasus seperti yang kau alami saat ini."

"Tapi kak, aku bahkan tak memiliki keluhan apapun selama ini. Bagaimana bisa.."

"Tidak semua fibroid memiliki gejala hingga tak banyak orang yang menyadarinya."

Terdengar helaan nafas pelan dan matanya yang terpejam sejenak. Sooyoung kembali membuka matanya. Dengan tatapan sendunya, ia membalas genggaman tangan sang dokter.

"Berdasarkan hasil USG, ukuran fibroid pada rahimmu berukuran cukup besar. Beberapa bulan yang lalu kau mengatakan jika volume darah saat kau menstruasi sering kali berlebihan bukan? Itu adalah salah satu hal yang disebabkan oleh fibroid ini."

"Apa yang harus kulakukan selanjutnya?"

"Kita bisa mencobanya dengan obat-obatan terlebih dahulu sebagai upaya untuk mengecilkan ukuran fibroid. Namun jika itu tak berhasil.."

"Jika itu tak berhasil?"

"Operasi pengangkatan rahim harus di lakukan."

Perlahan, Sooyoung melepas genggaman tangannya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan matanya yang memerah.

"Ini hanya pilihan terakhir. Ada baiknya untuk mencoba obat-obatan terlebih dahulu. Kau masih memiliki kesempatan yang besar untuk sembuh."

"Kak.."

"Hm?"

"Kau tau bagaimana perasaanku saat kau mengatakan jika aku mengalami keguguran?"

"Apa.. yang kau rasakan?"

"Sejujurnya aku sendiri tak tau apa yang aku rasakan."

Dengan senyum yang di paksakan, Sooyoung tertunduk. Menatap jemarinya di bawah meja dan memainkan cincin pernikahannya. Terdengar helaan nafas pelan wanita itu sebelum ia kembali mendongak.

"Sedih, kecewa, merasa bersalah. Tetapi di satu sisi aku juga merasa senang. Ah.. Ternyata aku pernah merasakannya. Ah.. Walau singkat, setidaknya pernah ada kehidupan yang singgah di rahimku."

Dengan senyum yang masih menghiasi wajah cantiknya, Sooyoung terdiam sejenak.

"Tapi kak.. Semua kebahagiaan itu hanya sementara dan tak ada gunanya."

"Sooyoung.."

"Suamiku berselingkuh. Jika kau belum mengetahuinya."

Ujarnya yang membuat raut wajah Seungwan berubah seketika. Ia kembali menggenggam lembut kedua tangan sahabatnya itu.

"Segalanya pasti terasa berat bagimu."

"Tidak. Sejujurnya aku merasa lega kini. Sebaliknya, ia yang akan mulai tersiksa dengan perasaan bersalahnya. Aku berhasil menghukumnya atas segala perbuatan yang ia lakukan."

"Ia juga harus mengetahui apa yang telah kau alami."

"Haruskah? Aku benci terlihat lemah."

Sahutnya tertawa hambar sembari menyeka buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya. Wanita itu pun bangkit dan kembali tersenyum.

"Aku akan menemuimu lagi minggu depan."

Seungwan tersenyum dan mengangguk setuju sebelum wanita di hadapannya bergegas meninggalkan ruangannya.

-

Yerim jatuh tersungkur begitu sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya. Sudut bibirnya yang berdarah serta pipinya yang memerah, gadis itu mengepal kuat kedua tangannya dan mendongak. Mendapati pria paruh baya yang berdiri di hadapannya dengan kemarahannya yang memuncak.

"Anak tak tau diri. Bagaimana bisa kau menciptakan masalah antar O'Corner dan LA Group? Kau tak tau kekacauan apa yang telah kau sebabkan? Karena kebodohanmu, perusahaanku dapat terkena imbasnya!"

Dengan tersenyum miring, Yerim perlahan bangkit. Mengibaskan tangannya pada lutut dan menatap pria dihadapannya dengan begitu angkuh.

"Mengapa? Ayah akan membunuhku? Seperti yang sudah ayah lakukan pada ibu?"

"Apa? Anak ini-"

"Aku tak akan berhenti. Oh Sehun milikku. Begitu juga dengan apa yang ia miliki. Semuanya... Akan menjadi milikku. Cukup diam dan berpura-pura tidak tau saat semua orang bertanya padamu. Kau tak akan menyesalinya nanti."

Ujarnya sebelum berlalu pergi.

Dilain tempat, lampu kamar kembali dinyalakan. Sooyoung menutup perlahan pintu kamarnya. Mengedarkan pandangan dan tak juga mendapati keberadaan sang suami hingga suara notifikasi pesan yang berbunyi membuat wanita itu meraih ponselnya dalam saku celana.

Suamiku 🖤

Aku baru menyelesaikan || 21:03
pekerjaanku dan akan
segera pulang.
Apa ada yang ingin kau
beli?

Begitulah bunyi pesan yang pria itu kirimkan. Tanpa berniat menjawab pesannya, Sooyoung meletakkan benda berbentuk persegi itu di atas nakas dan terduduk di tepi ranjang. Dengan tatapannya yang begitu kosong, ia kembali menghela nafas cukup panjang.

Menundukkan kepala dan samar-samar terdengar isak tangis yang kian lama kian nyaring terdengar. Memegangi dadanya yang terasa sesak, Sooyoung jatuh terduduk dengan memeluk kedua lututnya. Menenggelamkan wajahnya diantara pahanya dan berusaha untuk meredam tangisnya yang tak kunjung berhenti.

~~~

Her Man [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang