epilog

3.5K 207 34
                                    

Musim Dingin, 3 Tahun Kemudian.

     ALDEN turun dari mobilnya dengan jaket musim dingin, topi kupluk abu-abu yang terbuat dari wol hangat, dan juga syal merah marun yang melingkar di lehernya. Dia melangkah sedikit hati-hati melewati tumpukan salju yang menutupi trotoar menghampiri pintu masuk sebuah kedai kopi.

"Bu, lihat. Itu dia!"

Terdengar suara anak kecil memekik girang yang membuat Alden seketika mengalihkan atensinya sekaligus mengurungkan niat untuk masuk ke dalam kedai kopi itu. Dari balik kacamatanya, Alden melihat anak tersebut melangkah menghampirinya bersama seorang perempuan dewasa yang bergandengan dengannya.

"Kau Alden, 'kan?"

Alden tersenyum lebar saat seorang anak laki-laki tanpa takut bertanya di hadapannya. Alden mengangguk dengan wajah riang. "Ya, ini aku."

"Bu, mana kacamataku?" pinta anak itu pada ibunya.

Tak lama kemudian Alden nyaris ingin tertawa saat melihat anak itu mengenakan kacamata hitam sepertinya.

"Dia mencoba menirumu," ujar sang ibu anak itu.

Alden tak kuasa menahan senyum. Hidupnya berubah setelah bebas dari penjara beberapa tahun lalu. Orang-orang mulai memperlakukannya seperti manusia biasa. Mereka tak lagi takut untuk mendekatinya. Terlebih menyebutnya sebagai iblis, pembunuh, atau apa pun itu yang mengucilkan dan menyakiti hatinya.

"Apa aku boleh minta tanda tanganmu?" pinta anak laki-laki itu dengan manis.

Alden sedikit mengernyit kikuk meladeninya. "T—Tanda tanganku?"

Anak itu mengangguk riang.

"Baiklah." Alden menuruti dengan senang hati. Ini pertama kalinya ada seseorang yang menginginkan tanda tangannya. "Tapi aku tak bawa pena atau apa pun saat ini," akunya sembari meraba-raba saku jaketnya.

"Aku punya," tandas anak laki-laki itu kembali meminta sesuatu pada ibunya kemudian menyodorkan sebuah spidol pada Alden. "Ini."

Benda kedua yang anak laki-laki itu berikan pun cukup membuat Alden sedikit heran. "Kau ingin aku menandatangani botol ini?"

"Itu botol minum kesukaanku. Aku selalu membawanya ke sekolah," jelas anak laki-laki itu dengan gelagatnya yang tanpa sungkan tiap kali menanggapi sosok pemuda berkacamata hitam yang ada di hadapannya.

"Begitu rupanya." Alden tersenyum lebar. Dia gemas melihat seorang anak kecil bicara padanya dengan wajah lugu mereka.

Anak laki-laki itu melirik ibunya dengan wajah riang saat Alden menandatangani botol minumnya.

"Ini." Alden mengembalikan spidol dan botol minum di tangannya pada anak itu yang dengan riang menerimanya.

"Terima kasih."

"Dengan senang hati."

"Maaf mengganggu waktumu," timpal sang ibu anak itu.

"Tidak masalah. Semoga hari kalian menyenangkan." Alden meladeni dengan senyuman ramah.

"Untukmu juga."

"Sampai jumpa, Alden," salam anak laki-laki itu.

"Tunggu, siapa namamu?" Alden merasa ganjil karena ia hampir lupa berkenalan dengan anak laki-laki itu.

"Namaku Ian," jawab anak laki-laki itu.

"Baiklah, sampai jumpa, Ian." Alden melempar salam dengan air muka berseri-seri. Dia sempat sedikit membungkuk dan melakukan tos tangan dengan anak itu sebelum kemudian ia dan ibunya berlalu dari hadapannya.

Kill Me With Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang