BEBERAPA jam sebelum pergi ke pesta, Ethan mengajak Alden menonton film di bioskop. Alden memasuki studio sembari membawa sekotak popcorn berukuran besar, dan Ethan memegang dua gelas soda di tangannya. Ini adalah kali pertamanya Alden mendatangi bioskop. Dia sangat senang melihat sebuah layar berukuran besar terpampang di muka studio. Pasti akan menakjubkan menonton film di layar seluas itu.
Sejak beranjak dari rumah mereka sudah mengenakan kostum Halloween. Alden dengan kostum Drakula-nya, dan Ethan mengenakan kostum tokoh kartun Peter Pan lengkap dengan topi berbentuk kerucut warna hijau di kepalanya.
"Kupikir kau suka dengan film horror," celetuk Alden begitu mendaratkan duduknya di sebelah Ethan. Kursi yang didudukinya terasa empuk.
"Ya, karena itu kita memesan tiket film horror."
"Maksudku, kenapa kau mengenakan kostum Peter Pan? Kupikir kau akan mengenakan kostum yang lebih menyeramkan." Alden meluruskan.
Ethan tersenyum miring menghadapkan wajahnya. "Seperti yang sudah kubilang. Seseorang bisa memilih sesuatu yang bertolak belakang dari kesukaannya.."
"Terdengar aneh, tapi tak ada salahnya." Alden berceloteh sembari memasukan sebutir popcorn ke mulutnya.
Ethan sekadar melempar senyum, lalu kembali menolehkan wajahnya menatap layar di depan. Sepintas Alden memerhatikan sepanjang barisan kursinya. Tak ada siapa pun yang duduk di sana kecuali dirinya bersama Ethan. Orang-orang di dalam studio enggan duduk di dekatnya, tetapi Alden tak hirau.
Karena sekarang dirinya tak peduli orang-orang itu menjauhinya. Yang Alden butuhkan hanya seorang teman yang peduli padanya, yang memperlakukannya seperti seorang manusia. Dan ia sudah memilikinya. Baginya, Ethan adalah teman terbaiknya. Dunianya tak terasa suram saat berada di dekatnya. Kebahagiaan itu selalu mengisi kebersamaan mereka.
Beberapa saat kemudian lampu di studio dimatikan. Suasana menjadi hening, lalu film pun diputar. Sebenarnya, Alden tak tertarik menonton film horror, tetapi karena Ethan mengajaknya, mau tak mau ia menurutinya. Alden mencomoti popcorn di dalam cup yang ia letakkan di pangkuannya. Alden tak begitu menyukai cemilan itu. Rasanya membosankan. Sepintas ia teringat sesuatu. Alden merogoh saku celananya, lalu menarik sebungkus permen rasa buah-buahan kesukaannya. Ethan melirik dari ekor matanya memerhatikan Alden mencurahkan permen itu ke dalam kotak popcorn.
Alden terlihat riang ketika menatap layar kembali sembari memakan permen yang dicampur dengan popcorn. Ethan menggeleng-geleng pelan dengan mengulum senyum. Entah apa rasanya, ia enggan ikut mencicipinya. Sampai detik ini Ethan masih tak mengerti apa yang orang-orang itu takuti dari Alden. Dia tak melukai mereka dengan sengaja. Selama mengenal Alden, Ethan tak pernah melihatnya seteledor itu, bahkan pemuda itu akan lebih berhati-hati terhadap orang lain.
Alden adalah pria yang manis, canggung, sekaligus menghibur dengan tingkah lakunya. Itu adalah segelintir kesan yang Ethan rasakan dari Alden. Ada hal lain yang tak dapat dirinya jelaskan ketika bersamanya. Seolah hatinya memiliki sebuah ungkapan dari perasaan yang sukar diutarakan. Bahagia—seperti itu, tetapi itu tak cukup mengungapkan isi hatinya.
Alden melirik Ethan dengan pelik di kursinya. Pemuda itu terkikik selagi menonton salah satu adegan menyeramkan dalam film di layar.
"Kenapa kau tertawa?" bisik Alden di dekat telinganya.
Sepintas Ethan menolehkan parasnya.
"Aku sudah pernah mengatakannya. Film semacam ini lebih menghibur daripada komedi," jawab Ethan diiringi tawa. "Kau lihat adegan barusan? Kenapa gadis itu malah sengaja menjatuhkan dirinya? Padahal tak ada apa pun yang menghalangi kakinya," terangnya merasa konyol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Me With Your Eyes
Teen Fiction🏆The WATTYS 2021 Winner genre Wild Card, kategori Young Adult. -3 Desember 2021. 🥈#LGBT on December 2021 Namanya Alden Watts, tetapi orang-orang menjulukinya 'si mata iblis'. Matanya yang indah, tetapi juga mematikan. Semasa hidupnya, Alden tak pe...