ALDEN menghamburkan pakan ternak pada sekumpulan ayam yang berkeliaran bebas di halaman belakang. Ethan melihat Alden sangat senang ketika melakukan itu. Tak butuh waktu lama untuk mereka menjadi akrab. Hari masih terbilang pagi saat keduanya bertandang ke rumah Beth dan Harold. Terlebih Alden yang memang tak sabar untuk membantu Harold mengurus ternak hari ini. Hampir semalaman ia terjaga karena terlalu gembira. Seperti itulah dirinya akhir-akhir ini.
Selesai memberi makan ayam, Alden dan Ethan kembali ke dalam sebuah gudang yang dijadikan rumah hewan ternak. Mereka membantu Harold mengumpulkan telur-telur ayam yang tersebar di atas tanah yang tertutupi hamparan jerami. Alden memungutinya satu per satu dan meletakkannya ke dalam ember yang Ethan jinjing. Di dalam rumah ternak itu, terdapat juga beberapa ekor domba, dan juga tiga ekor sapi. Dua di antaranya sapi betina. Harold sedang memberi makan hewan-hewan itu.
"Dari tadi kulihat kau senang sekali mengurus ternak," ucap Ethan selagi memerhatikan Alden yang memunguti telur-telur itu.
"Sudah lama aku ingin mencoba rasanya berternak. Tak banyak yang bisa kukerjakan di rumah. Aku benar-benar bosan seumur hidupku." Alden berlagak bersungut.
Senyum Ethan mencuat. "Aku senang melihatmu tak semuram pertama kali aku menemuimu."
Alden mengulum senyum. Rautnya berselimut sipu. Dengan malu-malu ia meletakkan sebutir telur ke dalam ember di tangan Ethan.
"Sebenarnya ... aku ingin berterima kasih padamu," sungkan Alden menatap Ethan dari balik kacamatanya.
"Untuk apa?"
"Karena kau membuatku lebih percaya diri. Kau membuatku berani menghadapi orang-orang yang belum pernah kutemui."
Bibir Ethan melengkung manis. Entah Alden sadari atau tidak, tetapi kali ini ia benar-benar menatapnya lebih lekat dari biasanya. Seolah tatapannya itu menembus tatapan Alden di balik kacamatanya. Dia selalu penasaran seperti apa kedua bola matanya itu terlihat.
"Kalian sudah selesai?" tiba-tiba Harold menghampiri keduanya.
"Ya, sepertinya barusan telur terakhir yang kukumpulkan," jawab Alden seiring mengedarkan tatapannya ke hamparan jerami di kakinya.
"Bagus. Sekarang apa ada yang mau membantuku mencukur bulu-bulu domba?"
"Aku siap membantu!" riang Alden.
Ethan menyimpul senyum melihat gelagat Alden itu. Hatinya merasa ikut bahagia ketika itu. Tanpa berlama-lama lagi keduanya membantu Harold mencukur bulu-bulu domba peliharaannya. Alden mengenakan sepasang sarung tangan, pun Ethan melakukan yang sama. Pertamanya, Harold memberi contoh pada Alden bagaimana cara mencukur bulu seekor domba dengan mesin pencukur. Ethan yang sudah pernah mencoba sebelumnya juga ikut memerhatikannya.
"Baiklah, sekarang biar kucoba." Alden meraih mesin pencukur itu dari tangan Harold. Dia juga meminta bantuan Ethan agar memegangi domba itu.
Alden agak kaku ketika mencukur bulu domba untuk kali pertamanya. Dia masih belajar melakukannya. Belum lagi sesekali domba itu mendadak meronta dan membuatnya gusar. Ethan juga agak kelimpungan menahan domba itu agar tak bergerak dari tempatnya. Sesekali Harold menertawakan keduanya yang terlihat kerepotan. Dan lama-kelamaan mereka terbiasa melakukannya.
Banyak yang mereka lakukan hari itu. Alden mencoba hal-hal baru yang sebelumnya hanya bisa ia bayangkan. Kegiatan yang paling disukainya adalah ketika Harold mengajarinya cara memerah susu sapi. Alden terkagum-kagum sendiri saat melakukannya. Dia tak pernah merasakan kegembiraan semacam itu. Ethan tak bisa menahan tawanya melihat Alden begitu girang seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru. Lagi, Ethan menatap Alden lebih lekat dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Me With Your Eyes
Teen Fiction🏆The WATTYS 2021 Winner genre Wild Card, kategori Young Adult. -3 Desember 2021. 🥈#LGBT on December 2021 Namanya Alden Watts, tetapi orang-orang menjulukinya 'si mata iblis'. Matanya yang indah, tetapi juga mematikan. Semasa hidupnya, Alden tak pe...