ALDEN mengira ia tak akan pernah bertemu dengan Ethan lagi, tetapi hari ini pemuda itu datang menemuinya setelah lama tak mendengar kabar darinya. Melihatnya membuat Alden terharu bahagia meski ia tahu kalau itu tak akan berlangsung lama. Namun, setidaknya Ethan ada bersamanya untuk saat ini.
"Kau terlihat lebih kurus dari sebelumnya." Ethan duduk di lantai sembari membelai hangat wajah Alden di pangkuannya.
"Makanan di tempat ini rasanya buruk." Alden mengeluh dengan sumbang. Belaian Ethan membuatnya merasa sangat nyaman. Kehadirannya sejenak menyisihkan rasa kesepian dan hampa yang selalu menemaninya sejak di dalam penjara.
Bibir Ethan melengkung tipis. Dia mengusap lembut pipi Alden dengan ibu jarinya. Dengan menaruh seluruh perhatiannya, ia bertanya, "Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?"
Sesaat Alden bergeming. Ethan terikut diam melihat gelagatnya itu. Detik selanjutnya, Alden bangkit dari pangkuan Ethan. Dia duduk bersila membelakangi pemuda itu.
"Apa orang-orang pernah memperlakukanku dengan baik?" Alden bersuara dengan nada ketir.
Ethan bergeming memerhatikan punggung Alden. Tak lama, tatapannya jatuh ke lantai seiring rasa iba mencuat di dadanya.
"Seharusnya aku merayakan pesta ulang tahunmu. Kami sudah merencanakannya." Ethan berkata dengan sendu dan sesal.
"Aku merayakannya di tempat ini. Sendirian." Alden membalas sama lirihnya.
Wajah keduanya sama-sama merunduk muram. Tak pernah terbayang kalau mereka akan bertemu di tempat seperti ini.
"Andai saja semua ini tak pernah terjadi," sendu Ethan.
"Aku khawatir tak bisa menemuimu lagi. Kupikir kau sudah melupakanku."
Sepintas Ethan menarik perhatiannya pada Alden yang berkata demikian. "Aku tak bisa berhenti mengkhawatirkanmu, bahkan setelah aku bangun dari tidur panjangku. Aku selalu merindukanmu."
Jawaban Ethan membuat Alden merasa keliru dengan ucapannya. Dia tak bermaksud menyinggung perasaan pria itu.
"Aku bertemu dengan Harold dan Beth," ucap Ethan.
Seketika Alden menoleh. Sudah lama ia tak mendengar kabar dari pasangan suami istri itu. "Bagaimana kabar mereka?"
"Saat itu Beth dirawat di rumah sakit ketika aku juga masih dirawat di sana."
Mendengar yang Ethan kabarkan, firasat Alden dirasuki iba. Terakhir kali ia melihat wanita itu sewaktu ingatannya yang semakin memudar. "Lalu apa dia baik-baik saja sekarang?"
Ethan menatap Alden dengan lirih yang mencuat di rautnya. "Beth meninggal beberapa hari kemudian."
"Apa?"—sontak Alden berbalik dan mendekat—"Bagaimana dengan Harold? Dia pasti sangat sedih menghadapi kepergian istrinya."
"Aku dan ayahku sering datang menjenguknya akhir-akhir ini. Dia merasa sangat kehilangan. Mereka sudah bersama nyaris seumur hidup mereka."
Sejenak Alden menjatuhkan tatapnya ke lantai sebelum kembali menatap Ethan dengan rasa duka. "Sampaikan dukaku kalau kau bertemu dengannya lagi. Dan maaf aku tak bisa bertemu dengannya."
"Aku tak tega melihat seseorang bersedih karena kehilangan orang yang dicintainya. Kehilangan semua yang selalu mereka lalui." Dengan wajah haru, Ethan menatap seiring menaruh seluruh perhatiannya pada sang kekasih di hadapannya itu. "Aku tak bisa berhenti memikirkanmu di tempat ini. Kau pasti sangat kesepian, bahkan jauh lebih buruk dari hidupmu yang sebelumnya."
Sepintas jakun Alden mengerat. Berada di dalam penjara memang sangat membuatnya tertekan. Dia merindukan kehidupannya di luar sana meski orang-orang selalu menghindarinya sewaktu melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Me With Your Eyes
Fiksi Remaja🏆The WATTYS 2021 Winner genre Wild Card, kategori Young Adult. -3 Desember 2021. 🥈#LGBT on December 2021 Namanya Alden Watts, tetapi orang-orang menjulukinya 'si mata iblis'. Matanya yang indah, tetapi juga mematikan. Semasa hidupnya, Alden tak pe...