Rindu

4 2 0
                                    

Banyak orang yang melambai juga menyoraki Afsana. Tentunya sang pemilik nama tak peduli. Suara deruman motor terdengar disekelilingnya. Banyak juga gadis dengan pakaian yang sangat ketat. Tentunya lagi Afsana tak peduli.

Ia menyalakan motor ketika dua motor datang berbarengan berhenti disamping kanan dan kirinya. Ia menatap malas ke arah depan. Matanya sangat terfokus pada kain yang dipegang gadis cantik, bohay, dengan pakaian sangat terbuka.

Deruman motor terdengar semakin keras. Afsana sudah tak tahan ingin melepaskan rem yang sedari dia tahan hingga membuat jalanan lecet.

Kain terbang ke atas, ketika peserta pembalap termasuk Afsana melihat kain itu menyentuh jalanan langsung melepas rem dengan menambah gas full.

Afsana memimpin jalanan saat ini. Motor lawannya tertinggal tak jauh. Ara hanya melihat motor lawannya dari spion langsung menancap gas hingga 160 KM. Ia tak peduli lagi soal nyawanya. Tentunya mereka berdua tertinggal jauh darinya.

Afsana mencapai finish lebih dahulu. Ia melirik ke arah teman-temannya mengkode agar segera pergi. Afsana menghentikan motor didepan seseorang untuk meminta hadiahnya dan langsung diberikan oleh lelaki itu. Beberapa kali lelaki itu menepuk pundak Afsana sok akrab. Tapi setelah Afsana menerima uang itu, Afsana melaju motor cepat. Tak lama setelah Afsana pergi, suara sirine polisi terdengar.

Afsana tersenyum miring menambah kecepatan motornya lagi hingga menyalip motor serta mobil temannya. Tentunya Patangga menatap Afsana yang melaju cepat dengan khawatir.

Tangannya memeluk erat sang pengendara. Ia menikmati angin malam yang terasa begitu sejuk.

"Aksa! Makan dulu yuk! Gue laperrr," kata Afsana berteriak tepat disamping wajah Aksa yang sedang memakai helm full face.

Aksa diam pura-pura tak mendengar. Dia melajukan motornya hingga berhenti didepan apartemen Afsana. Pandangan yang Aksa lihat adalah wajah murung Afsana.

Aksa turun dari motornya sambil membuka helm full face, "kenapa? Hm?"

"Gue laper anjir! Lo malah gas aja!"

Aksa tertawa. Dia mengelus rambut Afsana gemas. Aksa merangkul bahu Afsana untuk dibawa kedalam apartemen milik Afsana.

Pintu terbuka menampilkan ruangan gelap. Aksa berjalan ke arah dapur sambil menayalakan saklar lampu, "gue yang masak. Kalau makanan dijalan di jam segini kurang enak. Lebih enak makanan buatan sendiri."

Afsana mengangguk pelan. Dia berjalan ke arah kamar untuk mengganti baju santainya.

Lima menit berlalu, Afsana keluar dari kamar menggunakan baju kebesaran berwarna hitam hingga menutupi celana pendeknya. Rambut Afsana yang di cepol tinggi-tinggi membuat lehernya terekspos jelas.

Aksa yang melihat keberadaan Afsana meliriknya sebentar, "gak mandi, Sa?"

"Dingin," jawabnya sambil berjalan ke arah Aksa.

"Jorok dih!"

"Biarin! Emangnya lo masak apa?"

"Hm ... nasi goreng telur ceplok?"

Afsana mengangguk mengerti, "pasti enak dari baunya."

"Jelas! Masakan siapa dulu!" Kata Aksa dengan bangga.

Afsana menoyor kepala Aksa pelan, "jangan sombong Aksa! Gak baik tauk!"

"Weleh, biarin! Sirik bilang boss!" Tawa mereka pecah sekita.

Mereka menikmati nasi goreng biasa dengan rasa istimewa. Mereka pula menikmati kebersamaan. Tak ada yang tahu ke depannya seperti apa.

Samar-samar matanya terbuka. Pandangan pertama yang ia lihat adalah ruangan serba putih dengan Raja yang berada disampingnya. Afsana melirik tangan kirinya yang sedang diinfus. Afsana menghela nafas kasar. Tangan kanannya ia gunakan untuk memegang kepalanya yang terasa pusing akibat luka di keningnya.

Nothing ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang