Penyusup

7 3 0
                                    

Perhatian!
Kalau garis miring berarti flashback ya! Happy reading!

Semua orang terdiam menikmati kesunyian Cafe Victoria. Rangga bersiul, Cavino yang sedang membuat lingkaran diatas meja menggunakan tangannya, Aldi sedang bermain game, Fadhi yang sedang menelfon Romlah, sedangkan Raja dan Afsana menatap perempuan didepan dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Perempuan itu tersenyum canggung, "kita mulai pertemuan ini, bisa?"

Aldi menaruh ponselnya, Fadhi mematikan panggilan, semuanya menatap ke arah perempuan itu. Tak lama, seorang lelaki datang menghampiri meja yang sedang mereka tempati. Tentunya tak lepas dari pantauan dari PATANGGA.

Cavino menatap lelaki itu tak suka yang sudah duduk dihadapannya. Bukan hanya Cavino, melainkan semuanya.

Baru ingin mengoceh, perempuan itu mulai berbicara menjelaskan, "kenalin, dia Haydar. Tunangan aku," jelasnya perempuan itu.

Tangan Cavino mengepal keras. Afsana yang melihat kepala itu menghela nafas pelan.

"Lo dateng ke sini hanya untuk memberi tahu kalau lo udah ada tunangan? Gitu?" Tanya Aldi mewakilkan pertanyaan dari teman-temannya dengan nada tak suka.

Perempuan itu tersenyum. Ingin mencoba menjelaskan lebih dalam, tapi kalah cepat karena Afsana berbicara.

"Violet."

Namanya Violet. Afsana membenarkan posisi duduknya. Kini, Haydar ataupun Violet menatap ke arah Afsana menunggu ucapan selanjutnya.

"Jangan bilang kalau lo kembali atas perintah dia," kata Afsana tenang sambil melipat tangannya menatap ke arah atap langit Cafe tersebut.

Semuanya terdiam tak ada yang menjawab.

"Aku kembali untuk menjadi manajer kalian."

"Hah?"

Violet menatap Haydar seolah meminta persetujuan, dan Haydar mengangguk mengiyakan, "kalian punya bakat didalam musik. Cavino yang pandai bermain drum, Rangga yang pandai bermain piano, Fadhi dan Aldi yang pintar bermain gitar, Raja, dan Afsana yang pandai bernyanyi. Dia gak mau kalian menyia-nyiakan bakat kalian. Dia pengen kalian mengembangi bakat itu dengan cara tampil dengan grup, maksudnya, band," jelasnya Violet membuat beberapa dari mereka tertunduk.

Aldi berdiri sambil menggeleng tak setuju, "lo egois! Lo dateng ke sini tanpa dosa setelah membawa Aksa pergi! Lo gak tau seberapa sakitnya hati kami?"

Fadhi yang melihat Aldi menarik pergelangan tangannya agar duduk kembali.

"Dengerin penjelasannya dulu, Al."

Aldi menatap Fadhi tak suka, "penjelasan apa lagi Fadhi? Jelas kalau Kak Violet bilang kalau itu perintah dari Aksa hanya karena bakat kita! Lo pikir gue terima aja ketika nanti kalau band nya sukses dengan artian bahagia diatas penderitaannya dulu? Gue gak sebangsat itu Fadhi!"

"Aldi," panggilnya Afsana pelan membuat mereka menatap Afsana.

"Kenapa? Lo mau dukung keputusan Kak Violet hanya karena itu perintah dari Aksa? Iya!"

Afsana menatap Aldi dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Bibirnya naik sebelah. Ia bersmirik. Jantung mereka berdegup kencang. Hawa disekitar mendadak panas.

"Hey ... gue belum ngomong, tapi lo udah nuduh gue?" Tanya Afsana dengan lembut sambil memiringkan wajahnya. Mungkin bagi sebagian orang sekarang Afsana terlihat imut, tapi bagi mereka yang sudah mengenal Afsana jauh, Afsana terlihat menyeramkan.

"Bu-bukan itu maksud gue, Sa. Maaf," kata Aldi menyesal.

Afsana berdeham, "hanya karena gue dan yang lain sayang sama Aksa, dia seenaknya merintah. Selama ini dia udah cukup merintah ini itu hingga membahayakan nyawa. Apa itu belum cukup, Violet?"

Nothing ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang