Part 4

89 5 2
                                    

Arya POV

Arya Rahman Nugraha, itu lah namaku. Aku menyukai warna hitam. Bahkan pakaian ku selalu berwarna hitam. Kata orang warna itu adalah warna kesedihan tapi menurut ku tidak. Entah mengapa aku sangat menyukai warna warna. Lupakan itu.

Aku sangat suka membaca. Hari ini aku sedang berada di toko buku untuk membeli novel. Sebelum itu, aku ingin membaca satu novel yang kemarin belum selesai aku baca.

'PERJUANGAN KU'

Dari judulnya saja kita tahu bahwa isi buku ini tentang perjuangan seseorang. Aku merasa kagum pada tokoh utama wanita di dalam novel ini. Dia berjuang sendirian untuk melawan penyakitnya. Aku membayangkan jika aku yang seperti dia, mungkin aku tidak akan kuat.

Aku duduk di tempat biasa lalu mulai membuka halaman buku yang belum aku baca. Selang 10 menit. Aku menengok sedikit untuk melihat ada berapa banyak orang yang ada di ruang baca ini. Dan hanya ada 3 orang perempuan. Satu perempuan menarik perhatian ku karena dia membaca buku yang sama sepertiku. Tapi aku tidak menghiraukan nya, aku kembali fokus pada bacaan ku.

Saat sedang asyiknya membaca tiba-tiba saja aku merasa haus. Aku pergi sebentar untuk membeli minuman dingin. Dan ternyata di dalam ruangan ini hanya tinggal aku dan wanita itu tadi, wanita yang membaca novel yang sama.

Aku pergi keluar dan kembali setelah beberapa saat. Namun saat aku ingin kembali ke tempat duduk. Aku melihat wanita itu dari belakang. Dia seperti sedang memukul kepalanya. Aku tidak mengerti apa yang sedang dia lakukan. Atau mungkin dia gila?

Aku tidak ingin mempedulikan itu dan hendak berjalan melewati nya sebelum suara kesakitan itu menghentikan langkah ku.

"Kenapa sangat menyakitkan. " Ujar wanita itu dengan suara yang terdengar seperti menahan sesuatu.

Entah kenapa aku seperti terpaku. Aku tidak bisa bergerak dari tempatku sekarang.

"Bunda. Aku tidak kuat. "

Dia semakin memukul kepalanya dengan agak keras untuk kali ini. Sebenarnya apa yang dia rasakan. Kenapa sampai membuatnya tidak kuat menahan nya.

"Tuhan. Kumohon hilang kan sedikit saja rasa sakitnya. Arghhhh. " Dia mulai mengerang kesakitan.

Aku merasakan. Seperti nya rasa sakit yang dia alami sekarang bukan sakit biasa. Tapi entahlah.

Aku tahu. Wanita ini menahan rasa sakitnya sendiri, menyembunyikan apa yang dia rasakan. Dia tidak ingin siapapun tahu apa yang saat ini dia rasakan. Aku bisa melihatnya karena saat ini saja dia tidak berteriak dengan rasa sakit itu. Dia tidak meminta pertolongan dengan berteriak. Sebaliknya, dia malah menahan itu. Suaranya yang dipaksa untuk tidak mengeluarkan suara yang terlalu kentara bahwa dia sedang kesakitan.

Sampai pada akhirnya aku mendengar suara isakan tangisan keluar darinya. Tapi bukan suara isakan biasanya. Suara tangisan nya masih saja dia pendam.

Aku ingin bertanya. Apakah dia baik-baik saja. Oh tentu tidak Arya, kau melihatnya sendiri bodoh. Aku ingin membantunya tapi entah kenapa tubuh ini serasa terpaku dengan apa yang aku lihat sekarang. Seorang perempuan yang kesakitan. Seorang perempuan yang menahan rasa sakit itu sendiri. Dan menurut ku berjuang untuk kesembuhan dan kebahagiaan orang lain.

Dengan dia seperti ini. Bisakah dia berteriak meminta tolong atau sesuatu yang bisa membantu nya. Bukan nya malah menahan itu.

"Kau tidak harus menahan itu semua sendiri. Kau akan lebih baik jika orang lain tahu. Menahan nya bukan jalan terbaik. " Bisik ku.

Aku ingin mengatakan itu tepat di hadapan nya. Tapi untuk melangkah saja aku merasa tidak bisa.

Wanita itu masih terus memukul kepalanya. Seperti rasa pusing yang teramat sangat. Sepertinya sakit itu sangat menyiksa nya.

Sampai pada saat suara erangan kesakitan itu mulai sedikit samar aku dengar. Tangisan itu pun seperti berhenti. Aku pikir dia sudah baik-baik saja. Tapi ternyata aku salah.

"Kumohon, siapapun tolong aku. " Ucapnya kemudian tubuhnya seperti akan ambruk ke lantai. Dan aku dengan sigap menahan badan itu.

Aku memposisikan badan nya seperti sedang tertidur di meja. Aku melihat wajahnya nya ada bekas sisa jejak air mata yang membasahi pipinya.

Setelah itu aku berjalan ke tempat duduk ku tadi dan membawa novel yang ku baca tadi untuk ku simpan. Karena sudah waktu nya aku untuk pulang.

Sebenernya ada rasa ingin menunggu sampai wanita ini sadar. Tapi untuk apa. Toh aku juga tidak mengenalnya. Tapi, ahh sudahlah aku tidak peduli.

Saat aku melewatinya aku berbisik padanya.

"Pada akhirnya kau membutuhkan seseorang untuk bersandar. "

Setelah mengucapkan itu aku benar-benar pergi dari ruangan itu dan keluar dari toko buku itu. Tapi pada saat sudah di luar pun kenapa pikiran ku tidak pernah lepas dari nya. Bayangan dia yang tadi seolah masih terekam jelas oleh pikiran ku.

Kenapa aku seperti ingin mengenalnya. Kenapa aku seperti ingin mengetahui apa sebenarnya yang membuat dia sampai tersiksa seperti itu.

Aku ingin tidak peduli. Tapi semakin ku hilang kan memori tadi malah semakin teringat jelas.

"Ahhh aku tidak peduli. "

Tapi entahlah. Aku merasa pikiran ku mulai saat ini akan tertuju pada wanita itu. Pikiran ku akan selalu bertanya-tanya apa yang dia rasakan, penyakit apa yang membuat dia seperti itu. Bolehkan aku berharap bahwa suatu saat nanti aku akan bertemu dengan nya lagi?

Tapi untuk apa. Tadi saja kau tidak bisa melakukan apapun dan tidak berkata apapun padanya. Bodoh.

Ah sudahlah. Aku memakai helm ku dan segera menjalan kan motor ku untuk pulang ke rumah.

🍃🍃🍃

























Selamat membaca, jangan lupa vote&comment🖤

REDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang