Mona sekarang sudah berada di rumah nya. Mona tersadar sekitar jam 6 sore dan bergegas pulang ke rumah nya. Mona sedang menulis sesuatu di buku diary yang baru saja dia beli itu. Awalnya dia sempat lupa karena kejadian tadi, tapi untung nya saat dia baru saja akan keluar dari toko buku, dia ingat bahwa dia harus membeli sesuatu.
Seperti biasa. Mona akan selalu mendengarkan musik dari handphone nya menggunakan earphone dan lagu yang menjadi favorit nya adalah lagu dari Sam Smith 'Too good at good bye'. Entah mengapa tapi dia sangat menyukai lagu itu.
20 menit mona berkutat dengan kegiatan nya itu. Mona memutuskan untuk keluar dari kamar.
Dia berjalan ke arah teras depan rumah. Disana ada kursi yang memang sudah disediakan sebelumnya. Tapi Mona lebih memilih untuk duduk di lantai dan merasakan angin malam yang sejuk menyentuh tubuhnya sambil memejamkan matanya.
"Kau sedang apa? " Tanya arkan tiba-tiba tapi tidak membuat Mona terkejut.
Mona tidak menanggapi nya. Kakaknya ini sudah dewasa. Tidak mungkin dia tidak tahu apa yang sedang Mona lakukan sekarang.
Arkan ikut duduk di lantai di samping mona. "Kenapa kamu duduk di lantai? "
Mona membuka matanya tapi tatapan nya masih tertuju pada langit malam. "Apa itu penting? Aku duduk di lantai ataupun di kursi sama saja namanya duduk. "
Arkan hanya mendecih mendengar jawaban dari adiknya ini.
Mona menatap kakaknya. "Abang. Can you hug me?"
Arkan terkejut mendengar itu dari adiknya ini. Pasalnya Mona tidak pernah meminta seperti itu padanya selama hidup 18 tahun.
"Hah? " Arkan memastikan kembali kalau apa yang dia dengar itu benar atau salah.
"Ah sudahlah. " Mona kembali menatap langit malam.
Arkan bingung tapi tanpa pikir panjang dia langsung menarik adiknya kedalam pelukan nya. Dia mengelus kepala Mona dengan lembut. Tubuh nya terasa mungil dalam dekapan nya.
Saat memeluk Mona. Arkan merasakan rasa lelah yang disalurkan Mona padanya. Nafas yang sedikit tidak beraturan terdengar jelas di telinga Arkan.
"Are you okay? " Selalu itu yang ditanyakan Arkan pada Mona.
"Aku baik-baik saja. " Jawab Mona.
Kebohongan lagi. Pikir Arkan.
"Ay, kamu tahu? "
"Apa? " Mona menarik tubuh nya dari pelukan abang nya dan mereka saling bertatapan.
"Kalimat 'aku baik-baik saja' Adalah sebuah kebohongan besar yang banyak orang katakan. Tetapi sedikit orang yang mengerti apa makna dari kalimat itu. "
Mona tertegun mendengar itu dari sang kakak. "Aku tidak mengerti. "
"Aku tahu kau paham ay. Sampai kapan? "
"Apa? "
"Sampai kapan kau akan menahan itu sendiri? Sampai kapan kau akan merasakan nya sendirian? Sampai kapan kamu akan seperti ini? We should go to doctor ay. " Arkan meremas tangan Mona.
Mona menghela nafas lalu tersenyum kepada kakaknya. "Aku baik-baik saja. "
Itulah keras kepalanya seorang Mona. Dia belum mau menceritakan soal apa yang selama ini dia rasakan. Dia masih takut akan respon orang-orang. Dia belum siap melihat raut wajah sedih yang mereka perlihatkan jika saja Mona menceritakan semua keluh kesahnya.
Arkan berdiri dari duduknya. "Terserah. Aku muak dengan kalimat 'aku baik-baik saja' darimu. "
Arkan pun meninggalkan Mona sendirian di luar.
"Maaf. Aku hanya belum siap. " Bisiknya.
Selang 5 menit setelah masuknya sang kakak. Mona memutuskan untuk kembali ke kamar nya.
Setelah masuk, Mona mengunci pintu Kamar nya. Dia tidak langsung berbaring di kasurnya. Dia lebih memilih untuk duduk di meja belajarnya.
Mona membaca setiap kalimat yang dia tulis di buku diary itu. Hanya Tuhan dan buku diary inilah yang tahu keluh kesah Mona (readers juga:v).
Mona selalu menulis untuk orang-orang disekitarnya. Saat dia sudah tidak ada ataupun lelah dengan semuanya. Dia hanya ingin mereka membaca pesan nya di buku diary ini.
Tanpa disadari satu tetes air mata jatuh membasahi buku diary itu. Mona menangis. Tapi bukan tangisan kesakitan seperti biasanya.
Mona menangis karena merasa bersalah sudah berbohong pada orang-orang disekitarnya. Dia tidak berniat untuk berbohong. Dia hanya belum siap dengan resiko apa yang akan dia lihat saat dia menceritakan yang sebenarnya.
Mungkin Mona terlihat seperti tidak peduli seberapa sakit yang dia rasakan. Seberapa menderita nya dia. Seberapa tersiksa nya dia dengan semuanya. Asalkan orang-orang terdekat nya bahagia dia bahagia.
Tapi sebenarnya Mona pernah mengeluh akan semua ini.
Dia tidak apa jika tidak langsung menemukan kebahagiaan, tetapi setidaknya mengapa hari-hari nya selalu jauh dari kata lebih baik.
Mona pernah berpikir seperti itu. Bahkan pernah berpikir untuk menyerah saja. Tapi baru dipikirkan saja, rasanya Mona sudah merindukan orang-orang terdekat nya.
Dia tahu. Dengan dia mengeluh tidak akan memperbaiki semua nya. Tidak akan membuat dia lebih baik detik itu juga.
Mona menangis dalam diam. Hanya isakan kecil yang terdengar. Jika dia boleh jujur. Dia merasa semua yang dia rasakan itu terlalu menyakitkan, terlalu membuat dirinya tersiksa. Dia hanya takut suatu saat nanti Mona tidak bisa menahan nya lagi dan memilih untuk menyerah.
Dia takut. Cahaya yang selalu dia tunjukan perlahan redup karena lelah. Terlalu banyak ketakutan yang tidak berguna sebenarnya. Tapi itulah alasan mengapa dia terlihat kuat, ketakutan itulah yang membuatnya ingin berjuang, ketakutan itulah yang membuat Mona bertahan dengan semuanya.
Mona sudah tidak menangis lagi. Dia menutup buku diary itu, kemudian berjalan ke arah kasur untuk tidur. Badan nya sangat cape hari ini. Tidak hanya hari ini. Anggap saja setiap hari.
Mona memejamkan matanya berharap esok pagi akan lebih baik dari hari ini. Hari ini dia lelah.
Lelah. Hanya itu.
🍃🍃🍃
" Bukan nya tidak sabar akan proses kebahagiaan, tetapi kalau bisa meminta agar sedikit rasa sakit ini bisa berkurang. Sehingga diri ini mampu untuk terus berjuang dan mencoba mewujudkan keinginan yang diharapkan"
-REDUP-
Selamat membaca, jangan lupa vote&comment🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
REDUP
Random"Tidak semua yang terlihat baik-baik saja itu benar baik-baik saja. " "Sesakit apapun yang aku rasakan, aku akan tetap menjadi matahari untuk mereka. " "Tuhan, Terima kasih... " Tentang seorang gadis bernama Mona Ayyana sabila, gadis yang kuat berju...