Part 11

102 4 2
                                    

Sudah satu minggu lebih sejak kejadian itu. Tapi Mona masih tidak kunjung sadar. Dan Arkan lah yang selalu setia menunggu nya. Dia sudah menghubungi orang tuanya. Tapi entah mereka lihat pesan yang dia kirim atau tidak. Arkan sungguh tidak peduli. Dia hanya peduli pada adiknya. Dia masih menyesali semuanya. Andai saja dia mau saat Mona mengajak nya untuk keluar. Andai saja dia melarang nya. Semua kata andai saja selalu memenuhi pikiran Arkan.

"Apa kau bermimpi indah? Apa di mimpi itu kau bahagia dan tidak merasakan sakit sampai kau tidak ingin bangun, Ay? "

Arkan selalu ber monolog di depan Mona.

"Kumohon bangunlah. Aku akan membuat mimpi mu itu menjadi kenyataan. Jadi bangun lah. "

Arkan sudah tidak bisa lagi menangis. Dalam seminggu ini dia menangis selama 5 hari berturut-turut. Dia sulit tertidur. Muka nya yang bisa membuat wanita di luar sana terpesona. Tidak lagi terlihat disana. Hanya terlihat mata yang mulai menghitam, Rambut yang tidak ter sisir rapi. Seperti orang yang tidak hidup. Dia hidup namun jiwa nya menghilang.

Arkan terdiam sampai ada seseorang yang masuk. Dan satu lagi orang yang selalu ada untuk menggantikan Arkan adalah Arya. Dia selalu datang membawa makanan karena dia tahu Arkan tidak akan pernah mau membeli makanan di luar dan meninggalkan Mona sendirian.

Arya mendekat. "Makanlah dulu. Aku akan menjaga nya. " Ujar Arya.

Arkan yang sudah mengerti. Mengambil makanan itu dan pergi keluar untuk mencuci mukanya dan memakan makanan yang di bawa Arya. Tempat itu kini tergantikan oleh Arya. Arya menatap tubuh mungil itu dengan perasaan sangat teramat menyakiti nya. Melihat seseorang yang terkapar lemah tanpa bisa melakukan apapun. Dengan semua alat sialan itu yang menempel pada tubuh Mona. Suara alat yang memperlihatkan tekanan jantung Mona.

Arya sudah muak melihat semua ini. Semuanya menyesakan nya. "Mona bangunlah. Aku merindukan mu. " Ujar Arya.

"Aku baru saja memintamu menjadi matahariku. Kumohon bangunlah. " Arya mulai menitikan air mata.

Dia menggenggam tangan Mona dan saat itupun ada sedikit gerakan yang Arya rasakan.

Arya langsung menatap Mona dan mata itu yang seminggu lebih tertutup perlahan terbuka. Mata itu langsung menatap Arya. Arya tersenyum, dia sungguh bahagia. Dia ingin memberitahu Arkan tapi dia ingin berdua terlebih dahulu dengan Mona.

"Akhirnya. Terima kasih sudah bangun. " Ujar Arya.

Mona masih terdiam menatap Arya. Mona terlihat bingung dengan apa yang terjadi. Dia melihat sekeliling dan kembali menatap Arya.

"Kau butuh sesuatu? " Tanya Arya.

Mona tidak menjawab.

"Tidak papa. Istirahat lah dulu. "

Arya yang hendak berdiri namun ditahan oleh Mona. "Ada apa? Apa kau merasa sakit? " Tanya Arya sedikit khawatir.

Mona menggeleng. "Tetaplah disini. " Ujar Mona dengan suara yang pelan dan terbata. Untung saja masih bisa dimengerti oleh Arya.

Arya kembali duduk ditempatnya. Dia menggenggam tangan Mona dengan kedua tangan nya. Dia mengelus tangan itu. "Kau tahu. Aku sangat merindukan mu. " Ujar Arya.

"Aku juga. " Jawab Mona. Mulai bisa berbicara dengan normal.

"Aku bermimpi. Aku berada di tempat yang indah tanpa rasa sakit yang selalu aku rasakan. Tapi disana aku tidak bisa menemukan mu dan bang Arkan. Juga orang-orang yang aku kenal. Disana aku sendirian tapi entah mengapa aku bahagia. " Ujar Mona.

"Ada seorang wanita paru baya yang mirip sekali dengan nenek ku. Dia bilang. Bangunlah dan pamit kepada semua orang kemudian kembali lagi kesini. "

Mendengar itu hati Arya terasa amat sangat sakit. Apakah ini pertanda.

"Dan akupun terbangun di sini dengan sakit yang selalu aku rasakan. "

Arya terdiam.

"Aku lelah. Aku hanya ingin tertidur dan terbangun di tempat yang indah tanpa harus merasakan sakit. "

"Maaf karena aku gagal menjadi matahari untuk kalian. Dan untuk mu oppa. Terima kasih sudah masuk ke dalam hidupku, Terima kasih sudah menyukai gadis lemah seperti ku. Walaupun pada akhirnya aku memang tidak di takdirkan untuk di miliki oleh siapapun. Tapi Terima kasih sudah membuat ku pernah berharap bisa di miliki oleh seseorang yang aku sukai. "

"Berbahagialah dengan takdir mu nanti oppa. Dan ingatlah satu hal. Kamu adalah cinta terkahir bagi seseorang. "

Arya tidak bisa menahan Air mata nya untuk tidak terjatuh. Pertahanan nya runtuh seketika mendengar itu.

"I'm tired. Boleh aku tertidur? " Tanya Mona dengan suara yang sudah serak kembali.

Arya berusaha untuk berbicara. "Sempat mengenal gadis seperti mu membuat ku bahagia. Dan sempat menjadi payung mu disaat hujan membuat ku senang. Sekarang hujan sudah berlalu. Pergilah menuju pelangi mu. "

Dan suara nyaring dari alat itupun terdengar. Suara yang menandakan bahwa jantung Mona sudah tidak berdetak kembali. Genggaman itu mulai meregang dari tangan Arya.

Arya keluar untuk memanggil dokter dan Arkan. Arkan langsung berlari dari tempatnya ke ruang Mona. Disana terlihat suster sedang mencabut alat yang tadinya menempel pada Mona perlahan terlepas. Menyisakan badan yang terbujur kaku dengan wajah yang sangat pucat.

Arkan seperti ingin mati detik itu juga. Adik satu-satu nya yang sangat dia sayangi pergi meninggalkan nya dan tidak akan pernah bisa dia lihat kembali.

Arkan mendekat ke arah tubuh Mona dan berbisik.

"Sampai bertemu di titik terindah menurut takdir gadis kuat ku. "

"Selamat jalan matahariku. " Bisik nya tepat di telinga Mona.

"Innalillahi wainnailaihi roji'un. " Ucap mereka berdua.

🍃🍃🍃

"Dia adalah air yang pergi bersama Awan yang jatuh pada saatnya, dan membawa sakit yang terkait padanya. "

-REDUP-


















-THE END-














Alhamdulillah ceritanya selesai juga. Terima kasih buat semua nya yang udah baca.. Terutama buat the prince arahmansy... Readers setia yahh.. Dia lah yang memotivasi buat up cepet2🙃 mohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam cerita ini.

Masih ada part lanjutan yaitu isi diary nya Mona buat orang-orang terdekat nya.. Wait for that😊

Jangan lupa vote&comment🖤

REDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang