Chapter 4

253 155 22
                                    

DAREEN

Mengamati wanita yang paling aku cintai terbaring lemah dengan bantuan ventilator untuk bernapas dan mesin monitoring jantung di samping brankar serta infusan di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengamati wanita yang paling aku cintai terbaring lemah dengan bantuan ventilator untuk bernapas dan mesin monitoring jantung di samping brankar serta infusan di sana

Aku terus menggenggam tangannya, menyesal kenapa aku meninggalkannya

"Sayang, ayo bangun. Buka matamu, sudah dua hari kau tidur di sini, apa kau tidak rindu denganku Hmmm?"

"Ayo bangun, jangan sakit... Aku bisa menangis setiap hari... Katamu pria tidak boleh menangis"

Flash back on

Aku memutuskan pulang lebih cepat, karena tiga hari lagi adalah hari ulang tahunku. Dan aku ingin mengajak Adira untuk merayakannya berdua.

Aku membawa dua Paper Bag yang semua isinya hadiah untuk Adira.

Dengan Rasa bahagia aku pulang... Dan melewati setiap ruangan rumah ini.

Sampailah aku di balkon.

Aku mengamati cantik nya istriku disana.
Dan tiba tiba sebuah batu dengan ukuran sedikit besar terlempar ke arah Adira.... Paper Bag ku terjatuh. Aku segera berlari ke arah istriku yang sudah tidak berdaya.

"ADIRA!"

Menangkap sempurna badan istriku itu dan meletakan kepalanya di pangkuan ku. Aku terus menangis menatapnya.

"Aku mohon bertahanlah sebentar!. Aku akan mencari bantuan. Aku mohon bertahanlah!" mencari keberadaan ponselnya

Menahan tanganku "ja..jangan..reen... A..aku men..mencintai mu.. A..aku sangat menyayangi mu. To... Tolong ja..jangan me..menangis" mengembangkan seyum di bibirnya

Masih sempatnya dia tersenyum dan  menghapus air mataku dengan tangannya yang begitu lemah.

"Hiks... Aku mohon bertahanlah!.. Jangan pergi... Hiks...!"

"Aku tidak akan pergi.. Aku akan terus bersama mu sayang... Uhuk.. Uhuk.. Kamu jangan menangis.. Aku tidak suka" Adira menyingkirkan air mataku dan mengelus rambutku.

"Jangan kecewakan aku!" tangannya terjatuh dan mulai kehilangan kesadarannya

"ADIRA!! BAGUN!! hiks... Hiks... Bagun sayang!" aku terus menepuk nepuk pelan pipi Adira.

Aku melihat kertas yang membalut batu itu di sampingnya. Dan aku segera mengambilnya dan segera membacanya... Sebelum itu aku menepis kasar air mataku.

"WAKTUMU HAMPIR HABIS"

Aku mengepalkan tanganku kuat dan melempar kertas itu lalu menggendong Adira untuk pergi kerumah sakit.

Flash back off

Tiba tiba mesin itu berbunyi tidak beraturan, sehingga membuat Adira sesak nafas hingga kejang kejang.. Aku bergegas menekan tombol Bell darurat.

story of my lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang