Chapter 8

119 90 34
                                    

ADIRA

Aku tersadar dan perlahan membuka mataku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tersadar dan perlahan membuka mataku. Aku melihat dokter yang sedang memeriksaku serta bi ijah dan pak budi di belakangnya.

"Nona tidak apa apa?" Tanya bibi sangat khawatir.

"Emm, aku baik baik saja bi" aku mencoba untuk duduk.

"Jangan duduk dulu, jangan banyak bergerak, kondisi anda masih belum stabil. Kandungan anda sudah menginjak tiga minggu dan bayi anda kekurangan vitamin. Saya akan memberikan resepnya. Nanti tolong di tebus di apotek terdekat" ujar dokter itu sambil menulis resep obat untuk ku.

Bi ijah & Pak budi :
"HAH! KANDUNGAN!"

"Kenapa bisa tiga minggu dok? Tiga minggu yang lalu saya masih meminum pil penunda kehamilan" gerutu ku.

"Tidak pasti obat itu akan berjalan lancar, bisa jadi obat itu sudah tidak bekerja lagi" ujar dokter itu kembali.

"Ini resep obatnya. Segera di tembus di apotek terdekat, saya harus segera kembali. Ada jadwal lain. Saya permisi dulu" dokter itu lalu berjalan keluar kamar.

"Baik dok terimakasih banyak" ucap pak budi.

"Sekarang nona istirahat saja. Biar nanti bibi yang menebus obatnya dan sekalian membelikan susu hamil"  duduk disebelah ku.

"Iya biar nanti pak budi yang mengantarkan bibi" ucap pak budi dan langsung berdiri di sebelah bi ijah.

Aku menggenggam lengan bi ijah "Pak budi, bibi jangan beri tahu Dareen soal ini... Hiks..  Dia bisa marah karena aku hamil. Dareen belum menginginkan bayi ini"

Aku takut jika Dareen tau dia akan membenci ku dan juga bayi ini. Aku tidak mau kehilangan Dareen. Aku sangat mencintainya. Ya tuhan beri aku jalan untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kau keluarlah. Aku ingin bicara berdua dengan Nona" ucap bi ijah pada pak budi.

Pak budi yang menuruti perintah bi ijah langsung bergegas keluar. Bi ijah menggenggam tanganku dengan satu tangannya dan tangan satunya lagi mengelus rambutku.

"Nona harus sabar. Jadikan masalah ini pembelajaran untuk nona. Mungkin tuhan tidak bermaksud seperti itu, mungkin ini untuk kebaikan nona" ucap bi ijah dengan matanya yang sedikit berkaca kaca.

"Bisa jadi yang di peluk tuan itu adalah adiknya atau siapapun itu" bi ijah mengusap lembut rambutku.

"Jangan dipikirkan terlalu berat tuan pasti sayang dengan nona. Buktinya waktu nona di rumah sakit Tuan selalu menangis, berdoa, dan menjaga 14 jam di samping nona" bi ijah mencoba meyakinkanku.

"Tapi bi hiks... Kenapa Dareen memukulku waktu itu? Dan dia tidak pulang!  Aku kesepian di rumah sendirian"
Aku menangis tersedu sedu mengingat kejadian waktu itu.

"Dan kenapa Dareen tidak mengijinkanku untuk keluar. Bahkan ponselku hanya berisi orang orang penting saja. Kenapa aku seperti dikurung!?" tangisku semakin menjadi jadi.

story of my lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang