Happy Reading 🥰
---------
"Terima kasih ya pak," ujar Alana sambil mengembalikan helm pada tukang ojek online yang mengantarkannya dari kantor ke restoran tempat dirinya serta kedua sahabatnya janji untuk bertemu.
"Mereka nggak tahu apa, kalau aku sedang mengirit karena Jeno akan mulai sekolah tahun ini..." gerutu Alana sambil menaiki tangga menuju pintu depan restoran yang didesain modern dengan banyak kaca besar dan lampu kuning untuk memberikan kesan mewah.
Benar saja, sampai di pintu, seorang pelayan berbaju rapi langsung menyambutnya."Selamat malam, apakah anda sudah pesan tempat, nona?" Tanyanya dengan senyuman ramah, ia yakin mereka harus melewati training khusus sebelum bertemu dengan pelanggan secara langsung.
Alana ikut tersenyum, "iya. Pesanan atas nama Hannauli."
Pelayan mengecek sebentar di catatan yang ia bawa, kemudian mengantar Alana ke lantai dua. Area dalam restoran cukup luas, kebetulan sedang tidak banyak tamu yang datang sehingga suasana terkesan sangat private, ditambah musik jazz yang diputar menambah kesan mewah restoran.
Dari jauh ia melihat Lisa sedang serius menelfon sambil fokus melihat tablel miliknya.
"Silahkan... atas nama Hannauli untuk 3 orang." Alana mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum pelayan dengan senyum ramah tersebut meninggalkannya.
Alana menyapa Lisa dengan mengangkat tangan kanannya, disambut dengan lambaikan singkat bermakna, "duduklah. Aku mengurus pekerjaanku sebentar. Hanna belum datang."
Ia duduk santai sambil melihat sekitar, memilih asyik sendiri. Restoran yang dipesan Hanna termasuk bintang lima. Di lantai 2 hanya ada beberapa tempat duduk dengan meja, dan ada bar di sudut dekat tangga. Tamu pun tak banyak. Hanya mereka, sepasang kekasih di paling pojok yang terlihat sedang dimabuk cinta karena mereka duduk berdempetan seolah dunia milik berdua dan tiga pria sedang mengobrol di bar, tampaknya sedang melepas penat setelah bekerja.
"Sorry," ucapan Lisa menandakan dirinya telah selesai dengan ponselnya. "Aku kadang tidak habis pikir, apa semua pria di kantor hanya pajangan? Apa mereka tidak bisa mengambil keputusan apapun? Menyebalkan!"
Alana tersenyum kecut. Keluhan yang sama.
"Kamu bekerja terlalu baik, mereka jadi bingung karena tidak bisa sebaik dirimu...""Ahh.. kamu yang paling mengerti aku! Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?" Lisa memeluk Alana kencang.
"Kenapa kalian berpelukan?" Hanna yang baru saja datang langsung mengomel. Dia paling muda diantara mereka dan selalu merasa iri jika keduanya terlalu dekat.
"Rahasia," ejek Lisa sambil menjulurkan lidahnya, membuat Hanna berdiri dan ikut memeluk Alana yang duduk di tengah.
"Aku tak bisa bernafas..." Alana memukul-mukul lengan kedua temannya, "lepaskan aku!"
"Hahaha... sorry," ujar Lisa dan Hanna bebarengan, setelah melepas pelukannya.
"Jadi, kenapa kita berkumpul disini? Kenapa pesan di restoran mahal, kau kan tahu aku sedang mengirit," Alana sengaja memelankan suaranya di kalimat terakhir.
"Tenanglah. Aku yang traktir hari ini," Hanna menepuk lengan Alana pelan.
"Jadi, kenapa kita disini?" Ujar Lisa to the point. Bertemu di restoran mewah seperti ini bukan gaya mereka, meskipun kadangkala mereka melakukannya jika ada moment tertentu, dan jelas malam ini ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Hanna.
"Bisakah kalian membiarkanku pesan dulu?" Hanna hendak meraih menu yang disiapkan di meja, namun langsung terhenti ketika keduanya menjawab tidak dengan kompak.
Hanna melirik Lisa dan Alana yang sudah memandang dirinya dengan wajah tak sabaran.
"Baiklaah..." Hanna memindah posisi duduknya agar lebih nyaman. "Aku ada pengumuman..." ia menarik nafas panjang untuk menciptakan efek dramatis. "Taeil Oppa melamarku kemarin, and I said yes!" Spontan Alana dan Lisa berteriak bersamaan karena kabar bahagia yang disampaikan Hanna. Agak sedikit mengganggu sebenarnya, tiga pria yang tadi sempat dilihat Alana sempat menoleh dan menggerutu pelan.
"Selamat yaaaa Hannaaa sayang..."
"Ahhh... aku ikut bahagia," ujar Alana sampai menitikkan air mata.
"Kenapa kamu menangis?" Hanna terkejut.
"Aku hanya terharu..." Alana berkelit.
"Nanaaa..." Hanna pun memeluk Alana, membuat Lisa ikut memeluk keduanya.Setiap kali Alana mendengar berita soal pernikahan, ia selalu teringat pada moment dirinya bersama Jaejoong. Mantan suaminya.
"Udah udah... ayo pesen makan, aku laper..." Lisa menghentikan adegan haru mereka.
"Kalian bisa pesan yang banyak ya..." ujar Hanna dengan wajah sumringah.
Tak butuh waktu lama, mereka sudah memilih makanan yang mereka mau dan memesannya ke pelayan.
Sembari menunggu, mereka mengobrol tentang rencana pernikahan Hanna dan Taeil.
Namun, Lisa menyadari Alana beberapa kali menoleh ke tiga pria di meja bar.
"Nana sekarang uda menaruh perhatian ke cowok selain Jeno?"
"Hah?" Alana menoleh pada wajah Lisa yang dibuat sedatar mungkin.
"Maksudmu?"
"Kenapa dari tadi kamu melihat ke arah mereka bertiga? Kelihatannya memang mereka pria mapan dan tampan sih," belum selesai Lisa berbicara, Alana sudah memukul paha temannya agar diam. Namun sebaliknya, Lisa malah mengaduh kencang dan membuat Alana panik.
"Ohhh jadi Alana mau kena..." Hanna ikut-ikutan menggoda, tapi untungnya Alana sigap dengan cepat membungkam mulutnya. Lisa tertawa terbahak-bahak melihat Alana yang panik.
"Aku hanya merasa salah satu dari mereka mirip dengan orang yang aku kenal," jelasnya cepat agar kedua temannya berhenti menggodanya.
"Ohhh... begitu? Yang mana?" Lisa memancing.
"Yang sebelah kanan?" Hanna membulatkan matanya ketika bertanya.
"Hentikan!" Alana mencoba menahan emosinya.
"Ohh yang sebelah kiri?" Lisa ganti bertanya dengan wajah polos.
Alana menarik nafas pelan, "yang tengah! Puas kalian??"
"Ohh... yang duduk di tengahh...???" Keduanya kompak mengatakannya dengan nada tinggi dan Alana yakin ketiga pria yang duduk tak jauh dari mereka mendengarnya, karena dua dari mereka refleks menoleh.
"Sumpah! Kalian seperti gadis remaja!"
"Kamu yang seperti gadis, Na, lihatlah wajahmu merah sekali..." ujar Lisa ditengah tawanya.
Untungnya pelayan datang, sehingga tawa mereka sedikit ditahan agar tidak terlalu memalukan.
"Terima kasih Mas," ujar Hanna setelah pelayan selesai meletakkan pesanan mereka.
"Hmm.. mau dilanjut?" Lisa mengkode Hanna.
"Hentikan! Aku mau ke toilet," kedua wanita usia 30th an itu langsung tertawa senang melihat Alana senewen.
Aana berdiri lalu mencari tanda toilet yang ternyata berada di belakang bar. Alana terdiam sejenak. Ia yakin, jika meminta salah satu dari mereka menemani pun pasti keduanya akan menyulitkan dirinya.
Alana menarik nafas panjang lalu berjalan menuju toilet, ia lebih perduli akan kesehatan kandung kemihnya dari pada tiga orang pria yang tidak ia kenal.
*
Alana mematut wajahnya sebentar di depan cermin, memastikan lipstick yang ia touch up siang tadi masih ada, dan alis yang ia pakai pagi tadi masih oke. Riasan sederhana yang ia pakai bukan karena ia tak bisa memakai make up, tapi karena ia tak merasa harus melakukannya.
"Alana!" Seru seorang pria dari belakangnya, membuatnya sontak menoleh.
"Julian?" mata Alana membulat menandangi pria di bar yang duduk di tengah yany kini berdiri beberapa meter di depannya, sedang menghampirinya dengan tangan terentang, hendak memeluknya.
***
To be continue.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Complete Me
General FictionApa arti cinta untukmu? Alana - 30 tahun Cinta itu, sesuatu yang abstrak, yang membuat kita jadi 10 tahun lebih muda. Julian - 29 tahun Cinta itu perasaan luar biasa yang bisa membuat sikap keras kita melunak karena dia Johnny - 30 tahun Cinta itu...