Part 9

7 1 0
                                    

Happy Reading 🥰

______


"Sudah bangun?" Pria yang memakai kaos putih itu mendekati ranjang Alana.

Bibirnya ingin sekali tersenyum ketika pria berlesung pipit di kedua pipinya itu memandanginya dengan senyuman, namun ia menahannya sekuat tenaga karena masih kesal dengan sikap menyebalkan pria itu.

"Sudah baikan?" Tanyanya lagi, karena Alana tak juga menjawab.

"Mana Jungwoo?" Pertanyaan Alana sukses menghilangkan senyuman Julian.

"Kenapa harus menanyakan yang tidak ada disini?" Julian berkata datar.

"Kamu kenapa disini?"

Julian menarik nafas panjang. Sikap Alana jelas sekali menunjukkan bahwa ia masih kesal dengannya, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Jungwoo.

"Jungwoo yang menyuruhmu kesini?"

"Iya." Jawabnya singkat. Mencoba tidak terpancing sikap ketus wanita yang masih agak pucat di depannya.

Mendadak suasana canggung.

Alana pun bangun dan mendudukkan tubuhnya, ketika hendak turun Julian menahan.

"Mau kemana?"

"Bertemu dr. Dooyoung, mau mengambil hasil lab," jawab Alana yang duduk di pinggir ranjang.

"Sudah ada padaku. Hasilnya negatif, namun jika terus demam satu minggu kedepan, maka kau harus tes lagi dan opname. Dooyoung hyung bilang kalau aku sidah enakan maka sudah boleh pulang, harus istirahat, tidak boleh capek dan harus menghabiskan obatmu. Dan sebaiknya ada yang menemanimu selama masa penyembuhanmu..." kalimat terakhir adalah improve darinya sendiri.

"Terima kasih. Berarti sekarang aku bisa pulang?"

"Iya. Aku akan mengantarmu," Julian mengambil obat dan dokumen hasil lab di meja nakas.

"Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri." Julian awalnya hendak membantu, namun niatnya terpaksa diurungkan, ia memilih berdiri di dekat Alana untuk memastikan wanita itu sudah kuat sepenuhnya untuk berjalan sendiri.

Julian berjalan di belakang Alana, cukup dekat namun menjaga jarak.

"Sudah baikan?" Ternyata Dooyoung sedang berada di meja reseptionist, ia baru selesai mengecek jadwalnya.

"Sudah Dok, dimana saya harus menyelesaikan administrasi?" Dahi Dooyoung berkerut, memandang Alana dan Julian bergantian.

"Kalian sedang berkelahi?? Ya ampun, kalian seperti remaja!"

"Maksud Dokter?"

"Pria bodoh di belakangmu telah menyelesaikannya! Pulanglah bersama dia." Dooyoung menunjuk dengan dagunya yang runcing ke belakang Alana. "Suruh dia menemanimu makan lalu istirahatlah."

Alana tak bisa menjawab apapun.

"Jawablah iya," desak Dooyoung tak sabaran.

"I - iya..."

"Bagus." Wajah Dooyoung terlihat puas. "Dia memang bodoh, tapi aku dia dapat dipercaya kok..."

"Ayo kita pulang. Didengar dari ocehannya, tampaknya dia perlu dirawat di rumah sakit jiwa," Julian mendorong bahu Alana menuju pintu keluar klinik. Tak memperdulikan Dooyoung yang mengumpat.

*

Selama perjalanan, Alana hanya melihat keluar jendela, memaksa dirinya menikmati pemandangan lampu-lampu dari gedung yang mobil Julian lewati.

"Na..." panggil Julian. Setelah berdebatan panjang dalam dirinya, antara otak dan perasaan yang berbeda keinginan.

Tak ada jawaban.

Julian mengutuk pilihannya. Sudah terlanjur buka suara, akhirnya ia memanggil lagi.

"Na..." ulangnya dengan suara lebih keras.

"Apa?"

Lumayan ditanggapi, meskipun dengan jutek. "Kamu ada apa dengan Angga?" To the point. Julian memang tipe orang yang kaku, bahkan menurut semua mantannya, ia adalah pria yang tidak romantis.

"Hah?" Alana menoleh, memandang Julian yang fokus melihat jalan.

"Setelah selesai acara, aku melihatmu berpelukan dengannya." Alana mengerjapkan matanya. Mengingat-ingat kejadian beberapa hari ke belakang, mencari scene yang dimaksud.

"Kapan aku berpelukan?" Gumam Alana. Lalu menjerit tertahan, "Ahh...! Setelah acara? Pelukan?" Ia langsung tertawa kencang.

Julian melengos, merasa kalimatnya tidak lucu, namun Alana tertawa di sebelahnya.

"Itu bukan pelukan Julian... hanya karena acara berjalan lancar, kami meluapkan kebahagiaan. Itu acara besar, kami kami refleks melakukannya..." Alana menjelaskan dengan menggebu-gebu, sungguh berbeda dengan sikapnya saat pertama masuk mobil.

Julian pun sedang mengumpati dirinya sendiri karena kebodohannya.

"Menepilah sebentar," ujar Alana.

"Kenapa?"

"Cepatlah!" Julian menurut, diarahkannya mobil ke tepi.

Setelah gigi kembali netral dan rem tangan ditarik, Alana langsung memeluk, oh bukan- ia mendekatkan tubuhnya hingga pundak kanannya menempel di pundak kiri Julian dan lengannya melingkar di belakang punggung Julian nemepuk pundak kanan Julian tanpa lengannya menyentuh bagian punggung.

"Inilah yang kami lakukan..." ujar Alana setelah menarik tubuhnya menjauh.

"Hah?"

"Kamu pikir aku dan Pak Angga berpelukan kan? Tidak! Kami melakukan seperti tadi..."

Julian perlu beberapa saat untuk  mencerna kata-kata Alana, sebelum tubuhnya kembali normal dan pipinya tiba-tiba terasa panas.

"Nggak boleh!" Pekik Julian tiba-tiba. Alana mengerjapkan matanya karena terkejut. "Kamu nggak boleh lagi melakukan itu! Tidak dengan Angga atau lainnya."

Julian kembali menjalankan mobilnya dengan wajah kesal.

"Kenapa?"

Pengusaha yang pernah masuk majalah forbes itu tetiba menjadi bodoh ketika dihadapkan pada hal yang berhubungan dengan perasaan.

"Kenapa?" Alana mengulang pertanyaannya karena Julian tak juha menjawab. Ia benar-benar ingin jawaban dari Julian.

"Yaa..." Julian tampak ragu-ragu.

"Cemburu ya?"

"Tidak." Sahut Julian singkat.
Alana memandang pria yang telinganya memerah. Meskipun Julian mengelak, tetapi tubuhnya sendiri tidak bisa menyembunyikan perasaannya.

"Kalau cemburu bilang saja..."

"Tidak!" Kali ini ucapannya agak meninggi. Egonya cukup tinggi.

"Kau bilang tidak, tapi telingamu sudah merah padam..." ujar Alana santai. Sukses menggoda Julian.

***

To be continue...

***

Thank you for reading

🙂🙂🙂

You Complete MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang