Hari ini rumahku banyak tamu. Aku yang di kamar, beberapa kali harus keluar ke ruang tamu ketika ibu memanggilku karena ada saudara jauh yang pengen ketemu. Mas Satria sendiri malah pergi. Tadi Mbak Fitri memintanya untuk ditemani ke reunian SMA-nya. Dan aku tidak boleh ikut. Jadilah aku mati gaya. Beberapa kali aku gantian dengan Mbak Kartika menjaga Arion. Atau terkadang membuatkan minum ke tamu yang datang ke rumah untuk sowan ke bapak dan ibu.
Selebihnya aku uring-uringan kangen Mas Satria. Reuniannya Mbak Fitri lama banget.
Sesudah zuhur, aku ketiduran. Selain karena cuaca yang sedang sejuk-sejuknya, mendung tetapi tidak hujan, aku juga capek dari tadi menemui tamu-tamu ibu dan bapakku. Ada yang bilang aku sudah gedelah, tambah gagahlah, tambah gantenglah, pujian itu seperti tidak ada artinya kalau bukan Mas Satria yang bilang.
Aku terbangun ketika mendengar suara-suara berisik orang membuka kresek. Aku berguling, membuka mataku sedikit dan melihat Mas Satria sedang meletakkan beberapa bungkus kresek ke dalam kopernya. Lalu dia melepas kemeja yang tadi dia pakai untuk menemani Mbak Fitri reunian. Tubuhnya yang bagus itu langsung terpapar di depan indera penglihatanku. Seperti yang aku bilang sebelumnya, tubuh Mas Satria itu memang bagus. Otot dadanya lumayan jadi, tidak kempes. Dan walaupun perutnya belum sixpack, tetapi aku suka. Bisa sih jadi sixpack kalau Mas Satria tahan nafas.
Aku sendiri masih enggan untuk bangun. Masih pura-pura tidur dan mengamati dalam diam apa yang akan Mas Satria lakukan selanjutnya.
Mas Satria mengambil handuk dari lemari bawah, dia sampirkan ke pundak. Mas Satria lalu membuka celana panjangnya. Kini, aku melihat Mas Satria hanya dibalut celana dalam abu-abu yang menurutku sudah agak tipis. Sialan, aku malah ngaceng lagi jadinya.
"Mas Satria mau mandi?" tanyaku sewaktu aku melihat Mas Satria melingkarkan handuk ke pinggangnya. Menutupi akses mataku untuk mengawasi sempak abu-abu yang dikenakan Mas Satria.
Mas Satria sedikit melonjak kaget. "Tak kira kamu masih tidur," katanya. Mas Satria lalu duduk di tepi ranjang, "Enggak, aku mau pijat dulu. Tadi Fitri sudah panggilin tukang pijat." Mas Satria memegangi lehernya, "Capek banget ini badan." Kemudian Mas Satria menatapku, "kamu mau pijat juga? Biar sekalian?"
"Enggak ah, besok aja, masih ngantuk," jawabku dan berbalik memunggungi Mas Satria.
Tidak lama kemudian aku mendengar pintu kamarku diketuk. Dan ternyata itu adalah Mbak Fitri yang mengabari bahwa tukang pijatnya sudah datang. Aku mendengar percakapan mereka tentang dimana sebaiknya Mas Satria akan dipijat. Hingga akhirnya diputuskan Mas Satria akan dipijat di kamarku. Mbak Fitri lalu membantu Mas Satria menggelar kasur lantai yang sedari kemarin dipasang di ruang tamu. Lalu dilapisi dengan kasur lantai yang biasanya ditaruh di atas lemariku.
Tidak lama kemudian, aku mendengar suara tukang pijat yang permisi masuk. Dari suaranya aku tahu itu Pak Gampang. Gampang Setiadi, tukang pijat di kampung ini. Selain pijatnya enak, bayarnya juga tidak mahal. Kadang ada yang membayar hanya dengan sebungkus rokok. Pak Gampangnya juga tidak pernah menetapkan tarif.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUFIK THE SERIES I : MAS SATRIA (Tamat)
Ficção AdolescenteTaufik adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Lebaran kali ini, dua kakak perempuannya pulang dari perantauan. Tidak dia sangka, salah satu kakak perempuannya membawa teman laki-laki yang langsung mencuri perhatiannya. Lelaki itu bernama Satria. Apa...