Taufik adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Lebaran kali ini, dua kakak perempuannya pulang dari perantauan. Tidak dia sangka, salah satu kakak perempuannya membawa teman laki-laki yang langsung mencuri perhatiannya. Lelaki itu bernama Satria.
Apa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Fik?" terdengar suara Mbak Fitri yang baru saja pulang dari bersepeda santainya. Aku tengah mencuci motorku ketika Mbak Fitri masuk ke dalam halaman rumah sembari menuntun sepedanya, disusul Mas Satria di belakangnya. Mas Satria berkeringat, ketika aku meliriknya, dia tengah menggunakan ujung kaos bawahnya untuk menyeka keringat di wajahnya. Pusarnya yang bagus itu tertangkap oleh indra penglihatanku. Sialan! Pagi-pagi sudah bikin sange saja. Heran.
"Kenapa, Mbak?" Aku menggunakan selang, menyemprotkan air untuk membersihkan busa di beberapa bagian motorku. Kinclong!
"Kamu ada acara apa hari ini?"
Aku melirik Mas Satria yang ternyata juga sedang mencuri-curi pandang ke arahku. Hmm, "nggak ada sih, Mbak." Setelah aku yakin semua busa sudah hilang, aku menggunakan sarung bekas punya bapak yang sekarang sudah menjadi kain lap untuk mengeringkan motorku, "emang kenapa?"
"Pinjem motor dong."
Aku menggelengkan kepalaku, "kan baru aku cuci!" Mas Satria sekarang sudah duduk di teras, melepaskan kaosnya dan disampirkan ke pundak. Ini orang sengaja ya? Memancing birahi? "Pinjem punya bapak aja!"
"Punya bapak butut! Mending pinjem punya kamu dong!"
Aku mencembik, "pakai mobilnya Mas Heru aja!"
"Repot! Soalnya mau ke Posong! Enakan pake motor." Bilang saja biar bisa meluk Mas Satria! Dasar ganjen! Mbak Fitriana seperti tidak mau menyerah. Dia mendekatiku, "mau aku pakai buat kencan sama Satria, ayo dong! Masak aku pakai motor butut?" Lha! Aku malah tambah tidak setuju! Enak saja! Aku kembali melirik Mas Satria yang tengah selonjoran. Aku yakin dia pasti tahu apa yang tengah Mbak Fitri bicarakan denganku, namun pura-pura tidak tahu. Cari aman. "Please, please? Nanti bensin aku isi penuh deh! Janji!"
Aku menghela nafas lelah. Susah juga kalau aku terus-terusan menolak. Dengan alasan apa? Masak hanya karena baru dicuci lalu aku melarang Mbak Fitriana meminjam motorku? Padahal alasan sebenarnya ya karena aku tidak mau Mbak Fitriana hanya berduaan dengan Mas Satria. Biasanya nanti ada setan yang jadi pihak ketiga. "Ya udah," kataku menyerah.
"Emang kamu tuh adek paling pengertian!" Mbak Fitri memelukku secara berlebihan. Sementara aku hanya bisa menahan kesal membayangkan mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama di Posong. Menikmati matahari terbenam? Menggelar karpet lalu piknik dan makan bersama? Sialan!
Aku melepaskan pelukan Mbak Fitri dan pergi masuk ke dalam rumah. Ketika melewati Mas Satria yang masih asyik berselonjor, aku mengabaikannya. Entah, aku juga menjadi kesal terhadap Mas Satria. Katanya suka padaku, namun malah mengajak Mbak Fitri ke Posong! Kan aku juga tidak ada acara! Bisa kok aku diajak! Aku bakal jawab iya kalau diajak! Mereka kan nanti bisa setiap hari ketemu di Jakarta! Aku? Tinggal beberapa hari kok ya tidak diajak kemana-mana! Sudahlah, bodo amat!
^,^
"Pek? Le?" Aku yang tengah sibuk rebahan sambil wa-an dengan Teguh bertukar kabar, langsung bangkit dari tempat tidur. Akan ribet urusannya jika aku tidak segera menjawab panggilan Bunda Ratu. Tahu-tahu nanti ada panci melayang saja ke kepalaku. Aku segera meninggalkan kamarku, dan bergegas ke dapur.