Alexa kembali memasuki ballroom setelah menyadari udara cukup dingin. Langkahnya terasa kaku, bahkan heelsnya seakan terseok-seok karena sekujur kakinya beku kedinginan.
Tampaknya luka hati yang menganga membuat ia mengabaikan dirinya sendiri. Bodohnya! Alexa mengutuk kelalaiannya sendiri.
Alexa ingin segera pulang. Mungkin ia akan memanggil taksi untuk malam ini. Dia tidak bisa bersama dalam satu mobil dengan Sean. Akan sangat menyesakkan jika kilatan-kilatan ingatan momen sang kakak dengan Sean kembali muncul. Alexa mungkin tidak akan tahan untuk menghentikan air matanya.
Namun sebelum pergi, Alexa perlu untuk mengambil barang-barang yang dia tinggal di salah satu kamar di sana. Kaki jenjangnya pun melangkah menuju hallway, jalan itu cukup sepi hanya ada tiang-tiang kokoh gaya klasik yang bahu membahu menyangga gedung.
Tapi tanpa di duga. Dari kejauhan Alexa melihat sosok dua sejoli yang asik menikmati harunya malam taman. Matanya seolah terpatri, namun Alexa segera memalingkan muka dan memilih melangkahkah kaki cepat. Sudah cukup, sudah cukup hatinya dipermainkan malam ini.
****
Alexa bersyukur karena bisa bangun setiap paginya. Setiap hari baru datang, artinya ada kesempatan baru yang Tuhan berikan padanya untuk melakukan usaha terbaik.
Meski kadang hidup tak selalu berjalan mulus, akan ada gelap di antara terang. Ada kerikil kecil di tengah jalan yang landai. Ada malam dan siang yang bergantian memeluk bumi, menciptakan wadah yang nyaman bagi makhluk penghuninya.
Netra Alexa terfokus pada deretan huruf. Tamu selanjutnya dalam agenda adalah Tuan McKaley. Dahi Alexa mengernyit. "Bukankah dia Caleb."
Seakan mengkonfirmasi teka-teki di otaknya, sosok seorang pria yang familiar muncul di lift. Lelaki itu menyunggingkan seringai kecil sembari berjalan santai menghampirinya.
Dia datang hanya dengan mengenakan kaos dalam balutan kemeja kotak-kotak yang terlalu kasual untuk laju cepat kantor yang kaku. Jika saja pemiliknya bukan sahabat sendiri, mungkin Caleb sudah diusir oleh security sebelum menginjakkan kaki di bagian dalam gedung.
Tangan Caleb menenteng dua buah paper box dan sebuah map. Sesampainya di depan meja kerja Alexa, lelaki itu langsung meletakkan satu buah paper box di meja kerja gadis itu. Alexa mengerutkan dadi bingung.
"Buka lah," pinta Caleb lembut.
Ia membuka bungkusan kecil Caleb lalu mengeluarkan sebuah cup kopi yang terasa dingin di tangan. Caleb yang penuh semangat pun menimpali. "Aku membawakan iced americano. Kukira kau tidak suka latte waktu itu." Lelaki itu menyunggingkan senyuman.
Alexa membelalakkan mata. Bagaimana bisa Caleb tahu. Oh lelaki itu punya indra pengamat yang jeli rupanya. "Terima kasih."
"Oh dan aku membawakan cheese cake. Ku harap kau tidak sedang diet."
Alexa memutar bola matanya cepat, namun dua belah sisi bibirnya beranjak naik, "Aku tidak pernah diet, you know. Terima kasih sekali lagi."
"No worries. Aku senang jika kau senang."
"Eh apa Sean ada di dalam?" Caleb mengangkat satu paper box lainnya di tangan kirinya.
"Ya dia di dalam. Kau tahu Sean ...."
Tanpa di duga sedari tadi, seseorang telah mengamati interaksi dua orang itu dari meja kerjanya. Mata birunya menatap layar berbentuk segi empat itu datar. Tangannya mengepal erat.
Pria itu akhirnya bangkit dan berjalan cepat keluar. Dia tidak bisa membiarkan lelaki itu berinteraksi lebih lama lagi di sana.
"Apa yang kau lakukan Caleb? Kau ingin menggoda asistenku?" ucap sang pria yang baru saja muncul dari balik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsweetened Marriage ✔
Romance[COMPLETED] Merasakan pahitnya hubungan karena diselingkuhi? ❌ Menjadi orang ketiga dalam status pernikahan sahnya sendiri? ✅ ~~~ Itulah realitas pahit yang harus dihadapi Alexa Wilson, wanita muda berusia 23 tahun yang terpaksa menikahi calon kakak...