XXIV. Concern

21.3K 1.1K 15
                                    

Sean bangun ketika seorang pramugari memberi tahu jika mereka akan mendarat beberapa menit lagi. Mata biru tajamnya pun mengamati sekeliling, ia masih duduk di tempat yang sama dengan laptop yang berada di meja kecil di depan. Layar tipis yang tadinya menyala kini telah mati karena. Tangannya pun bergerak menyingkirkan laptop itu.

Dia lantas menggerak-gerakkan lengan, meregangkan sedikit tubuh yang terasa pegal karena ketiduran dengan posisi yang salah. Mata Sean mengerjap, sesaat ia memandangi jendela kecil pesawat yang gelap gulita. Ternyata masih malam, pikirnya.

Ia pun menaikkan sebelah tangan, mengamati jam yang melingkar ringan di pergelangan tangan, Pukul 4.30 dini hari. Tidak disangka ia tertidur cukup lama.

Ia teringat semalam sekitar jam 11.00 ia masih terjaga, dan sesekali mengecek Alexa yang ketiduran di kursinya. Wanita itu tampak meringkuk tidak nyaman dengan memeluk kedua kakinya. Benar-benar tampak seperti anak kecil yang polos, batin Sean. Jika melihat lagaknya sehari-hari, mungkin ia akan lupa fakta bahwa wanita itu lebih muda 4 tahun darinya. Namun jika sudah seperti itu, Sean ingat jelas soal rentang umur itu.

Dengan hati-hati Sean mengangkat tubuh ringan itu. Dia pun membawanya ke tempat tidur kecil yang ada di bagian belakang. Setidaknya Alexa akan sedikit lebih nyaman di sana. Sean pun meletakkan tubuh itu perlahan sebelum mengambil selimut. Lelaki itu lantas membentangkan kain putih tebal itu. Sejenak ia kembali memandangi Alexa. Yang mengherankan, wanita itu dapat tidur begitu lelap hingga tidak terganggu saat ia menggendongnya. Benar-benar seperti putri tidur.

Sean lantas kembali ke kursinya dan menyelesaikan review riset pasar di depan laptop. Waktu berjalan semakin lambat setelah ia tidak bisa mencuri-curi pandang pada sosok Alexa. Hingga tidak lebih dari satu jam kemudian, kelelahan sanggup membawanya ke alam mimpi.

Setelah terbangun dan merasa sedikit lebih baik, Sean pun bangkit dan berjalan ke belakang. Tentu ada satu tujuan yang membutuhkan sedikit effort itu, untuk apa jika tidak mengecek Alexa. Mengejutkannya, wanita itu masih tidur dalam posisi yang sama sejak dia meninggalkannya. Mungkin jika tidak terjadi goncangan badai, wanita itu tetap anteng saja tertidur selama mungkin.

Sean menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran sekaligus pandangan anehnya tentang Alexa. Mata sebiru samudera itu lantas menyapu pandang pada wajah cantik itu, matanya bulatnya yang biasa memandangnya berapi-api pun masih menutup sempurna, bibir pinknya yang tebal kini setengah terbuka.

Tangan Sean bergerak menyingkirkan helaian surai yang menutupi indahnya wajah itu. Mata biru Sean lantas kembali fokus mengamati setiap jengkal wajah polosnya.

Dia benar-benar manis seperti putri tidur di negeri dongeng, dan kebetulan sekali mereka akan menuju surga para dewa.

Namun Sean tidak bisa berlama-lama berdiri dan hanyut memerhatikan sang putri tidur. Ia harus segera kembali ke kursinya untuk pendaratan pesawat.

Pendaratan berjalan mulus. Kini sang pramugari telah membukakan pintu keluar dan mempersilakan ia keluar. Bau asin dan garam langsung menyeruak kala udara di luar menyergap masuk.

Sean kembali ke belakang untuk memeriksa sang putri tidur. Ia pun tak terkejut lagi ketika menemui Alexa masih pulas. Sean merasa tidak tega untuk membangunkan Alexa, karena itu ia pun memutuskan menggendong wanita itu dan segera turun dari pesawat. Ia dibantu para staff untuk memindahkan barang-barang bawaan ke dalam pesawat lainnya. Ya, penerbangan mereka memang belum usai.

Unsweetened Marriage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang