Dor! Dor! Dor!
Peluru itu melesat, menimbulkan gema saat pelatuk di tarik dan memicu ledakan kecil yang melesatkan mata peluru.
Ujung proyektil itu menembus papan target, tepat di bagian tengahnya. Pria itu mengembuskan napasnya yang tertahan. Postur tubuhnya tak lagi tegang dan kaku, namun ia masih enggan menurunkan lengannya yang memegang lurus senjata.
Sudah setengah jam dia berdiri di tempat itu, memandang lurus target atau sesekali melesatkan peluru guna melatih akurasi. Dia tidak ingin berhenti dan tidak berniat untuk berhenti dalam beberapa menit ke depan.
Fokusnya detik ini hanya satu, dia ingin melatih akurasi tembakan. Setelah berlatih hampir setiap hari dalam ring pertarungan, kini sudah saatnya dia melatih kemampuan yang lain. Ia tahu, dalam pertarungan ini, tak hanya akan mengandalkan kekuatan fisik seperti saat dia masih remaja. Jauh dari itu, duel satu lawan satu tak akan berjalan. Dia harus melibatkan dirinya lebih jauh dalam hal kotor ini.
Setelah perpisahan dengan Alexa beberapa hari lalu, Sean kini hanya ingin memburu sang pelaku. Dia telah melakukan investigasi siang dan malam agar menemukan bukti yang bisa menjerat pelaku itu melalui jalur hukum, namun ternyata hasil kerja psikopat itu begitu rapi hingga mungkin saja meninggalkan jejak yang hingga kini masih belum terendus.
Lelaki itu telah menjadi alasan besar dia berpisah dengan sang istri dan anak-anaknya. Karena itu, Sean berjanji benar-benar akan menghukum pria itu, dengan atau bukan dengan tangannya sendiri. Baik itu, melibatkan penegak hukum atau dengan caranya, pilihan itu menjadi alternatif terakhir jika ia gagal dengan investigasinya.
Tidak ada lagi alasan yang menghentikannya selama sang pelaku masih hidup dan membayangi kehidupannya seperti parasit. Dia tidak ingin siapapun membahayakan Alexa dan anak-anaknya. Alexa dan twins harus tetap aman dalam penjagaannya.
Sean menegakkan kembali tangannya, matanya menatap lurus ke target. Sebelum jarinya kembali menarik pelatuk.
Dor!
Penyesalan
Kesedihan
Kemarahan
Kekhawatiran
Keempat emosi itu bersatu hingga menciptakan bola api yang seolah membakar sesuatu dalam dirinya. Adrenalin mengalir cepat dalam darahnya.
Bayang-bayang Alexa yang menangis, dan saat perempuan itu datang dengan membawa kabar kehamilannya ke tempat sidang kembali muncul dalam benak Sean.
Dor! Satu peluru kembali melesat dan meninggalkan lubang di target.
Sean masih hanyut dalam permainannya sendiri. Matanya menerawang meski postur tubuhnya masih siap siaga sepenuhnya untuk menahan gaya dorong yang mendorong tubuhnya mundur setiap kali dia meluncurkan peluru.
Mulai hari ini, dia berjanji untuk tidak terus-menerus terbuai dengan perasaannya dan menggagalkan fokus. Semakin lama dia larut dalam penyesalan, maka dia akan semakin jauh dengan Alexa dan anaknya.
Sean akhirnya menurunkan pistolnya. Dia memandangi hasil tembakannya sesaat, sebelum akhirnya menengok ke belakang untuk memanggil salah satu bodyguard yang berjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsweetened Marriage ✔
Romance[COMPLETED] Merasakan pahitnya hubungan karena diselingkuhi? ❌ Menjadi orang ketiga dalam status pernikahan sahnya sendiri? ✅ ~~~ Itulah realitas pahit yang harus dihadapi Alexa Wilson, wanita muda berusia 23 tahun yang terpaksa menikahi calon kakak...