XLI. Slip Away

18.9K 1.1K 50
                                    

Alexa memasukkan pakaian terakhirnya sebelum menutup koper besarnya. Ia juga meneliti setiap sudut, memastikan tidak ada barang-barangnya yang tercecer dan tersisa di rumah itu. Barang yang dia tinggalkan hanyalah gaun-gaun pesta di gantungan pakaian. Salah satu gaun itu adalah gaun berwarna rose gold pemberian keluarga Williams yang dia pakai saat pesta ulang tahun pernikahan Mom dan Dad lalu. Oh Mom dan Dad, ia tak yakin akan memanggil mereka dengan sebutan itu lagi dalam beberapa bulan ke depan.

Alexa menghela napas kala dadanya kembali terasa begitu berat. Air mata menggenang di pelupuk matanya.

Pandangan Alexa mengedar, mencoba mengingat-ingat setiap detail kamar itu. Kamar yang menjadi saksi kedekatannya dengan Sean yang awalnya dia kira adalah salah satu wujud perkembangan hubungan mereka.

Tidak ada yang namanya hubungan dalam kisahnya dengan Sean. Sadarlah Alexa! Kau hanyalah menyandang status itu di atas kertas. Kau bukan siapa-siapa sejak awal.

Pandangan Alexa akhirnya berakhir di jarinya. Dua buah cincin berkilau kini masih melingkar di sana. Cincin itu seakan membebaninya, terasa berat, mengekang dan tidak pantas berada di sana. Bahkan cincin dengan batu Alexandrite yang menunjukkan warna ungu kemerahan itu terasa palsu. Semua palsu, keindahan semu yang palsu, seperti harapannya tentang hubungan yang telah pupus.

Alexa melepas kasar dua cincin itu sebelum meletakkannya di atas nakas. Ia sama sekali tak melirik cincin itu lagi, ia tak ingin dan tak mampu. Karena itu pasti membuat ia kembali teringat dengan bayang-bayang semu yang dia lalui di Hawaii dan semua waktu indah dan perjalanan yang telah dilalui Sean.

Alexa akhirnya mengambil gagang kopernya sebelum menariknya turun ke lantai dasar. Pandangannya kembali mengedar, ia mencoba menghirup aroma khas tempat itu. Ini adalah caranya untuk mengucapkan selamat tinggal pada tempat itu.

Ia akan kembali memulai kehidupan dengan status yang baru begitu menginjakkan kaki keluar dari rumah itu. Dadanya kembali sesak, setetes air mata mengalir sebelum tangannya mengusap air mata itu kasar.

Alexa melangkah menuju pintu depan sebelum ia berhenti dan mengambil napas dalam-dalam. Alexa menutup matanya sebentar. Bayangan Sean muncul dalam pikirannya.

Bahkan dalam detik-detik terakhirnya di rumah itu, ia masih berharap Sean datang dan mencegahnya pergi. Tentu saja itu mustahil. Sean bahkan tak mengantarkannya untuk pergi. Tidak ada sedikitpun perlakuan baik yang Sean tunjukkan untuk setidaknya mengucapkan salam perpisahan atau menahannya lagi. Bodohnya dia masih berharap saat hatinya telah hancur tak tersisa.

Ingat harga dirimu Alexa. Setidaknya hanya itu yang tersisa dan masih bisa membuatnya berdiri tegak.

Alexa akhirnya mengukuhkan diri dan menarik gagang pintu itu. Dia lantas menarik kopernya ke luar sebelum memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

Inilah akhirnya, dia mengulang semua yang terjadi di awal. Dulu saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat itu, dia menyeret kopernya masuk sendirian. Dan sekarang dia sendiri yang juga menyeret kopernya keluar. Seperti de ja vu. Hanya saja semua ini terlalu nyata jika hanya menjadi bagian dari perasaannya semata.

Alexa kembali memandangi bangunan itu sebentar sebelum meletakkan koper di bagasi dan masuk ke mobilnya. Ia lantas menekan pedal gas, membiarkan bayangannya menjauh dari bangunan besar yang berdiri tegak itu. Yang Alexa tidak tahu adalah ada sosok pria yang memandangi kepergiannya dari atas balkon.

****

Alexa menghentikan mobilnya di taman kota malam itu setelah pandangannya semakin buram. Ia tak yakin dengan dirinya jika ia terus memaksakan diri untuk mengemudikan mobilnya dengan tangan bergetar dan pandangan kabur.

Unsweetened Marriage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang