Prologue

54.6K 2.3K 16
                                    

   Dengung suara lonceng tersiar merdu pagi itu. Cakap-cakap para tamu terdengar riuh, mereka tengah menantikan kedatangan sang mempelai perempuan dengan suka cita.

   Ada keharuan di wajah ke-empat orang tua. Kedua keluarga sama-sama menantikan pesta pernikahan megah ini.

   Setelah adanya penundaan selama setengah tahun. Kini anak laki-laki satu-satunya keluarga William akan resmi bersanding dengan salah satu putri keluarga Wilson.

   Garis kekuasaan harus diwariskan. Begitulah kata para pemegang kuasa. Karena itu, mereka akan mencari seorang yang mampu untuk meneruskan keturunan, bagaimana pun caranya.

   Tawa Tuan Williams terdengar mengganggu di telinga Williams muda yang berdiri di depan altar. Anak laki-laki satu-satunya sekaligus pewaris Williams Corporate itu telah menunggu sekian lama dengan wajah datar minus ekspresi. Wajahnya memang jauh dari kata senang namun ia masih bisa menyembunyikan perasaannya itu dari hadapan semua orang.

   Sungguh berbanding terbalik dengan ketukan ujung sepatunya yang terus berulang-ulang. Dalam hati, lelaki itu sudah tidak sabar untuk menyelesaikan seremoni ini dan mengakhiri semuanya.

****

   Wanita mengecek penampilannya sekali lagi. Sungguh bayangan sosok perempuan yang berdiri di dalam cermin tampak begitu anggun, gaun mewah berwarna putihnya mengembang, bertabur kristal swarovski yang berkilau semakin menyorot paras cantiknya. Namun tidak ada senyuman sedikit pun di wajah itu.

   Alih-alih memandang wajah cantiknya yang terlukis make up tipis, matanya kini terfokus melihat kantung mata bawah cembung yang berusaha ditutupi dengan pulasan concealer tebal.

   "Kau cantik Alexa," Puji suara lembut dari arah belakang.

   Gadis yang dipanggil namanya itu berbalik. Sebelah sisi bibirnya terangkat lemah saat menemui wajah pucat itu. Lagi-lagi, ia bersusah payah untuk menahan tangisnya kala melihat kakaknya turut hadir dalam seremoni pernikahan dan memujinya di atas kursi roda.

   Wajah sang kakak memang semakin pucat setiap harinya. Badannya yang awalnya segar pun hanya menyisakan tulang dan kulit. Dia benar-benar terlihat menyedihkan dan menahan sakit, namun Alyssa masih bisa kuat datang ke seremoni itu. Apa kakaknya itu sedang memaksakan diri?

   "Seharusnya kau, Alyssa," ujar sang adik lirih.

   Kedua sisi bibir sang kakak terangkat naik. Berbanding terbalik dengan matanya yang mulai berair.

   "Sekarang kaulah pengantinnya, Lexa. Aku ingin kau bahagia bersama Sean."

   Alexa menundukkan pandangan, cukup lama hingga dia mampu menatap kembali sang kakak. Dia mengangguk sekali, lalu memaksakan senyuman meski hatinya kian terasa berat.

   Ia memang menyanggupi pernikahan ini demi memenuhi permintaan sang kakak. Alexa tahu, sang kakak, seperti yang dokter katakan, mungkin hanya bisa bertahan paling lama enam bulan lagi.

   Alexa begitu menyayangi Alyssa. Dia tidak ingin membuat kecewa sang kakak yang akan berimbas buruk pada kondisi kesehatan Alyssa. Dan tentunya, Alexa ingin menggunakan kesempatan itu untuk membahagiakan kakaknya meski untuk yang terakhir kalinya.

****

   Alexa berjalan menuju altar dalam gandengan Papa. Suasana mendadak senyap kala gadis itu muncul di pintu. Alunan lagu pernikahan dari senar biola yang digesek menambah hikmat suasana.

   Sang ibu telah berurai air mata haru, bersebelahan dengan sang kakak yang juga berlinang air mata. Pernikahan ini memang seharusnya menjadi hari bahagia untuk Alyssa, bukan Alexa sang adik.

   Ada kesedihan yang luar biasa di netra serupa milik Alexa itu. Namun Alyssa tetap berusaha tegar, dia memasang senyuman lebar khusus hanya ditujukan padanya.

   Alexa tidak dapat melihat wajah pucat Alyssa terlalu lama. Rasa sesak di dadanya semakin memuncak.

   Alexa mencoba menarik napas dalam. Bebauan bunga terasa menyengat indera pembaunya, membuat perutnya mulai mual. Sungguh seumur hidupnya dia tidak pernah membenci bunga, tapi hari ini semuanya terasa berbeda.

   Tangan dingin Sean menyambut saat ia dan Papa sampai di ujung altar. Sang ayah melepaskan genggamannya lalu memindahkan tangan Alexa pada genggaman Sean, seolah dia telah menitipkan putri kesayangannya itu untuk berada dalam perlindungan dan tanggung jawab Sean.

   "Dearly beloved, we are gathered here today in the sight of God to join this man, and this woman in holy matrimony. "

   Alexa tidak dapat berkonsentrasi setelahnya. Semua terasa buram. Yang dia lakukan adalah mengucapkan "I do" saat sang pemimpin upacara pernikahan meminta. Selebihnya dia tidak ingat. Pikirannya melalang buana entah sampai kemana.

   Sampai tiba waktunya sang pengantin laki-laki membuka tudung putih bertabur mutiara yang dia kenakan. Tangan pria itu pun mengangkat lembut kain tipis yang semula menghalangi wajah Alexa.

   Pria itu sempat tertegun. Begitu    pula Alexa yang seolah terhipnotis dengan mata sebiru samudera yang mempesona itu. Namun pandangan itu tak lama kembali beku seperti semula.

   Sean mendekatkan wajah. Sesaat dia menghentikan gerakannya ketika wajah mereka hanya terpaut beberapa senti saja.

   "Aku tidak akan pernah mencintaimu Alexa. Aku tidak bisa." Sumpah lelaki itu untuk kedua kalinya di depan altar  hari itu.

   Hati Alexa seakan kembali diremas kuat detik itu. Dia hanya bisa menatap nanar pria dengan wajah datar di hadapannya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unsweetened Marriage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang