CHAPTER 4

2.5K 154 2
                                    


Justin menarik pinggangku secara paksa, mengunci erat agar aku tak dapat lepas darinya. What the fuck is wrong with him? Dengan cepat mengambil tas Saint Laurent milikku dan ditarik lagi oleh Justin. Aku sempat terkejut saat Zoe mengetahui Justin, mungkin mereka sudah saling kenal.

Sekuat tenaga aku hendak melepaskan cengkraman tangan Justin untuk sekedar mengucapkan kalimat terima kasih dan juga perpisahan kepada Zoe.  Tetapi tiap langkah Justin semakin mengeratkan rangkulannya di pinggangku, sambil sedikit membelai bokongku. Sialan, dia berjalan cepat bahkan sangat cepat, aku berusaha menyamakan langkahku dengannya.

Sampailah kami di basement, Justin membukakan pintu dan menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Aku mengatur napas yang sangat tidak beraturan, bagaimana tidak? Justin menyeretku kasar padahal aku sedang memakai heels yang tingginya cukup menguras konsentrasiku saat berjalan.

"What the hell is wrong with you, huh?" Tak sabar lagi aku menyimpan pertanyaan yang ada dipikiranku, aku menatap wajah Justin yang keras dan rahangnya mengatup keras.

Justin sama sekali tidak menjawab pertanyaanku, matanya sedikit demi sedikit mulai gelap. "I'm talking to you Justin! Say something!" Suaraku meninggi.

Justin terlihat sedang berpikir, memandang lurus kedepan sambil mencengkram erat setir mobilnya, jari-jari tangannya mengeras dan uratnya sangat jelas terlihat. Perlahan ia meremas kemudi mobil sambil membuka mulutnya pertanda ingin mengatakan sesuatu.

"Don't you dare talk to that bitch!" pekik Justin mengalihkan pandangannya kearahku.

Tubuhku terkesiap dan mulai gemetar, bagaimana bisa Justin berkata seperti itu? Jelas jelas Zoe adalah wanita baik dan sopan, jika aku tidak boleh berhubungan dengan Zoe lagi, lalu bagaimana dengan pekerjaanku? Bodoh, sangat bodoh. Persetan dengan perkataan Justin, dia bukan siapa-siapa ku.

"You can't control me? Who do you think you are?" Ucapku.

"I can do what i want! You're mine becca." jawabnya singkat. Justin sukses membuatku terbang dan terkejut di saat bersamaan, he drive me insane.

"No you aren't, you prick!" jawabku.

Justin hanya terkekeh dan mendengus tanpa ada keterkejutan sedikit pun.

"Leave your shit boyfriend! Tell him that you're mine." Justin menjawab dengan tanpa ekspresi.

"Bullshit! Tak usah merubah topik pembicaraan, katakan padaku ada apa dengan mu dan Zoe?" balasku sambil memutar bola mataku tepat didepan wajahnya.

Justin masih melihatku dengan ekspresi datar dan kini berubah dengan senyum liciknya.

"Just do what i'm saying, baby " Justin menekan suaranya disetiap kata sambil perlahan satu tangannya beralih menyusup ke bagian pahaku, embelainya perlahan dan halus. Aku terkejut dan membeku. Great! Justin bisa dengan mudah membagi konsentrasinya antara tangan kanan dan tangan kirinya. Tubuhku mulai terangsang, menggelinjang di tempat dudukku. Aku berusaha sama sekali untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Tangan Justin kini sudah sampai pada pangkal pahaku dan aku benar benar tak bisa berbuat apa-apa.

"Mm J-justin..." aku tak sanggup lagi menahan desahanku, melihat Justin dari ekor mataku yang terlihat tersenyum mendengar desahanku.

"You like it baby?" Tanyanya. Aku merasa sepertinya mobil Justin sudah berhenti di suatu tempat. Tenyata kami sudah tiba di basement apartment ku. Sial, aku sangat menikmatinya sampai sampai aku tidak sadar bahwa kami sudah sampai. Justin tetap meneruskan aktivitasnya, tak perduli jika kami telah berada di basement. Mungkin saja ada orang yang melihat kegiatan kami, tetapi mana ada orang di basement pukul 12 tengah malam seperti ini?

Justin mulai menyodongkan tubuhnya ke tubuhku, menghentikan kegiatannya yang sudah selesai dengan pahaku. Sekarang tangannya berpindah menyusup ke punggungku dan tangan satunya menarik tengkuk ku. Dia menciumku dengan sangat rakus dan dalam, aku tak mau tinggal diam menempatkan kedua tanganku di belakang lehernya sambil meremas rambut blonde nya.

"I waited for this baby, Tepat saat kau berpose diatas king size bed itu, aku sangat ingin menidurimu disana." kata Justin tepat disela sela ciuman kami. Aku yang mendengarnya hanya mampu terkekeh karena lidah Justin mengahalangiku untuk berbicara.

Dengan mudah Justin membalikkan tubuhku yang kini sudah berada diatas tubuh Justin, dipangkuannya. Dia tetap meneruskan kegiatannya bermain main dengan punggung ku dan menemukan pengait braku. Di dalam mobil ini nampaknya semakin panas. Saat Justin akan membuka pengait braku, tiba tiba ponselku berbunyi pertanda sebuah panggilan masuk.

Aku segera meraih ponselku yang berada di dalam tas, otomatis kegiatan kami seketika terhenti. Aku mendengar Justin menggerutu mengatakan fuck yang sangat rendah tetapi masih bisa kudengar. Posisiku masih berada dipangkuan Justin.

Seketika aku mengembangkan senyuman saat membaca caller ID yang tertulis dilayar ponselku.

"Hey." Sapaku.

"Baby, are you sleeping?"

"N-yes baby, what's wrong?" Tanyaku gugup.

"I'm just missing you."

Senyumanku semaking mengembang lebar bagai seorang anak kecil yang diberi hadiah Natal.

"Me too. How's your concert?" Tanyaku yang masih berada dipangkuan Justin dengan menatap matanya. What a great slut.  Bukan Justin namanya jika ia diam, bibirnya kini mencium dan menghisap bagian belakang leherku. Aku jadi tidak berkonsentrasi.

"We did big charity."

"I'm proud of you, tell your friends i said 'hi'." Jawabku.

"Ok i'll tell them, sleep tight baby. I love you."

"I love you too Nash." Ucapku dan sambungan telepon pun berakhir, menyadari bahwa Justin sedang menjilati leherku. Aku segera tersadar atas apa yang aku lakukan, aku tak boleh seperti ini, this isn't loyal.

"I must leave, thank you Justin." kataku sambil menggeser kepalanya dari leherku dan seketika ia menghentikan aktivitasnya. Aku beranjak dari atasnya dan membuka pintu mobil Justin dengan kesusahan. Mobil Ferrari Justin adalah mobil sempit yang pendek, sangat menyusahkan. Justin hanya bisa terdiam melihat tingkahku. Aku mengambil tas ku dan berjalan perlahan.

"I love you Rebecca, you're mine... Soon." Teriak Justin saat aku melangkah berlalu dari mobilnya dan berjalan ke arah lift, aku benar benar dilema. Disatu sisi aku sudah memiliki Nash, aku mungkin gila jika breaking up dengannya mimpi dari sejuta umat itu. Band milik Nash memang sangat terkenal ditambah lagi Nash adalah vokalisnya, kalian bayangkan saja sendiri. Disatu sisi lain, tiba tiba seorang stranger man penyuka tinju datang kedalam kehidupanku, yang aku tak tahu asal usulnya dan apa latar belakang dia sangat terobsesi kepadaku - maaf bukan maksud besar kepala tetapi Justin begitu menginginkanku, apa itu tidak tergolong dalam kata terobsesi? - Bahkan ada beribu wanita yang lebih seksi dariku, he's motherfucking rich kid and he get what he want. Tak munafik juga, tetapi hey! wanita mana yang tak mau dengan Justin?

Entahlah aku masih berkutat dengan pikiranku.

.

Vote and comment are my fave!😋😘
#KeepStunning

DAMAGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang