CHAPTER 10

2.2K 124 1
                                    


"What? Becky? Seriously?" Nada suaraku baik dia oktaf setelah mendengar penjelasan dari Spece.

Aku masih tak percaya dengan kenyataan bahwa Austin berkencan dengan Becky. For your information, Becky adalah teman satu angkatan kami [aku dan Spece] , celakanya dia adalah wanita setengah jalang yang dulu sangat am at terkenal di sekolah kami saat senior year. Terkenal dengan predikat buruk itu tidaklah keren.

"Yup, Becky -bitch- Magdalena." Kata Spece dengan nada meyakinkan.

"Why her? I mean, kenapa harus dia, Austin pantas medapatkan yang lebih baik." Seruku dengan nada tak suka.

"Entahlah, aku tak mau membuat Austin kecewa."

Perbincangan kami bisa di katakan istirahat. Aku melirik Justin yang sedang duduk disampingku dengan pandangan yang fokus ke arah layar ponselnya. Pikiranku mulai jahil, aku menghempaskan telapak tangan ku persis di depan wajah seriusnya, dan ia pun menggerutu.

Lagi pula aku sudah menyarankannya untuk segera pulang malah ia tetap kukuh dengan pendapatnya. Alhasil, mau tak mau Justin harus mendengar ocehan gadis sedang bergosip.

"Spece, aku meminjam lo- umm Becca untuk berbicara sebentar." Kata Justin membuat tawaku berhenti. Hampir saja Justin tolol itu memanggilku dengan sebutan love. Dia berkata saat aku dan Spece sedang melanjutkan perbincangan.

Tanpa persetujuan, lenganku ditarik paksa oleh Justin di bawa ke luar apartment Spece.

"What the he-" belum saja kalimatku berlanjut bibirku sudah dipenuhi oleh bibir milik Justin.

Dia mencium bibirku secara perlahan dan dalam. Aku tak bisa mengelak karena kepala belakang dan pinggangku dikunci erat oleh Justin. Sial, dia sangat mahir dalam hal kunci mengunci bagian tubuh. Di satu sisi, aku sangat takut jika tiba-tiba Spece membuka pintu apartmentnya  dan menemukan adegan yang bisa saja membuat matanya hampir keluar.

Disisi lain, aku tak dapat mengelak rasa yang sulit aku deskripsikan saat Justin menyentuh setiap inchi tubuhku dengan caranya sendiri. Jantungku seaman melompat-lompat setiap kali bibirnya berada di bibirku. Hal kecil yang tak pernah ku dapatkan dari Nash.

Aku pun seketika tersadar dari lamunan imajinasiku. Aku melepas bibirku dari bibir Justin.

"Sorry love, aku sepertinya tak bisa menemanimu disini dan mengantarmu ke apartment ku. Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan." Oh ini sebabnya Justin mencium bibirku.

Ya, ini adalah kesepakatan yang telah kami buat, bahwa aku harus bermalam di apartment Justin hari ini.

"Yeah, no problem. Aku bisa baik taxi." Jawabku dengan nada se santai mungkin.

"No love. Aku janji, saat kau selesai dengan Spece, pasti kan kau hanya boleh menghubungiku. Aku akan datang secepatnya." Tegasnya.

How sweet! Dalam hati kecilku berlompat ria mendengar ucapannya yang begitu protektif dan otoriter.

"I will. Have fun!" Aku mencium pipinya dengan gerakan cepat dan masuk ke apartment Spece sebelum pipiku memerah.

Huh...

Kurasa gengsi ini mengalahkan segalanya.

.

"I need the black one." Seruku ke pada Spece sambil meluruskan jari telunjukku ke arah bikini pilihanku.

Yap, kami sedang berada di Victoria Secret's store. Man! Summer sebentar lagi akan tiba. Sedari tadi mataku sudah lelah memilih bikini yang paling indah jika dikenakan di tubuhku.

"Sepertinya, that sunset floral is better." Spece menujuk salah satu bikini bertemakan flower berwarna sunset.

Lagi lagi, Spece menggoyahkan pilihanku. Bisa bisa, tak ada satupun yang akan ku beli jika begini terus.

"Big no! That black one please, princess." Seruku dengan tatapan licik kepada Spece.

Setelah berkeliling selama hampir satu jam di toko ini, kami akhirnya membayar barang pilihan kami dan keluar.

"Apa kau akan kembali ke apartment ku Becca?" Tanya Spece saat kami sedang berada di mobil perjalanan pulang.

"I think yes. Boleh kan?" Kataku menjawab sekaligus bertanya.

"Of course yes, tapi Austin biasanya sudah kembali saat sore seperti ini."

Otakku kembali bekerja keras untuk berpikir. Ada dia kemungkinan yang akan terjadi, pertama jika aku kembali ke apartment Spece untuk menunggu Justin menjemputku, aku akan bertemu Austin. Aku masih belum sial untuk menemuinya. Jika aku pulang ke apartment Justin diantar oleh Spece, Justin bisa saja menghukumku lagi.

Aku sudah kapok dengan hukumannya.

"Sepertinya aku memilih menunggu Justin di kedai es krim di depan apartment mu Spece. Aku tak ingin bertemu dengan Austin." Kataku emotionless.

"Its not a big deal, captain!" Seru Spece.

.

Aku membuka pintu kedai es krim yang tidak terlalu padat. Mungkin saja karena ini sudah sore, karena doang adalah waktu terbaik makan es krim.

Aku menyapu pemandangan kedai kecil ini dan mencari tempat duduk yang kosong. Menempatkan pilihan pada sepasang bangku yang tertata rapi menghadap ke arah jalanan Las Vegas.

Mendaratkan bokongku dan memesan seporsi gelato. Aku mencari ponsel dan jari-jariku dengan lincah mengetik pesan untuk Justin.

Justin, please pick me up. I'm in ice cream shop which in front of Spece's apartment -Becca

Dan menekan tanda send. Tak lama, pesanan es krim ku pun tiba dan segera melahapnya. Suapan pertama, suapan kedua dan ketiga justin belum juga terlihat batang hidungnya. Jangankan tiba, membalas pesanku saja tidak. Hingga suapan terakhir, seluruh pesan dan panggilanku tak kunjung dibalas olehnya.

Sialan, apakah dia hanya mempermainkan aku.

Menaruh beberapa dollar diatas meja tanpa bill. Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Sepertinya bokongku sudah membatu karena menunggu justin.

Aku berjalan melewati pintu dan membukanya.

BRUK.

For god sake, aku terjungkal karena ditabrak oleh orang sialan ini. Dengan sejuta amarah, aku menaikkan pandanganku dan melihat siapa orang yang sangat tak sabaran untuk membuka pintu.

Ew fuck.

"Rebecca Simpson. The weirdest."

Bola mataku seaman ingin terlepas setelah melihat sosok yang sudah lama tak ingin ku temui. Rival terbesarku saat senior year beberapa tahun yang lalu.

"Screw you bitch!" Erangku.

.

Vote and comment are my fave!😋😘
#KeepStunning

DAMAGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang