Bab 30 - Bucin

25K 2K 131
                                    

💌 : saya tahu ini pendek. Inspirasi lagi koplong, seriusan✌. Sorry juga karena update-nya terlalu malam.

Btw, sifat Zhorif dari hari ke hari makin aneh. Kalian pada suka, nggak?

Selamat membaca!

⭐ & 💬

Saat ini Zhara dan Zhorif baru saja menyelesaikan urusan mereka yang berupa mengepas gaun dan tuksedo pengantin untuk pernikahan. Keduanya masuk ke dalam mobil dalam keheningan. Namun, ketika Zhorif baru saja hendak menyalakan mesin mobilnya, sebuah bunyi yang berasal dari monster lambung membuat pergerakkanya terhenti.

Kkkrrrryuuukkk...

Zhara melotot dengan tangan yang refleks memeluk perutnya sendiri. Ia melirik Zhorif yang rupanya juga tengah memerhatikannya. "Hmm ... kayaknya, anak kita laper deh, Mas." Gadis itu menyelipkan helaian rambutnya yang tergerai ke belakang telinga dengan pipi merona malu.

Zhorif berusaha menahan senyum gelinya dengan berpura-pura sibuk memakai safetybelt. "Cacing kamu kali yang laper," sahutnya.

Zhara menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kemudian menundukkan pandangannya sembari mengelus perutnya yang rata kembali. "Tadi pagi aku 'kan, cuma makan dua porsi nasi untuk dicerna sama aku dan anak pertama kita, Mas."

Zhorif menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menahan semburan tawa. "Emangnya di perut kamu ada berapa bayi?" tanyanya sekedar senang mendengar bualan gadis itu.

Dahi Zhara mengernyit. Sang pemilik tampak berpikir keras sembari mengeluarkan jari-jarinya untuk menghitung dan mengingat kembali. "Kalau aku nggak salah sih, ada dua bayi, Mas ... anak kita kembar, cowok-cewek. Hehehe..."

"Kamu tau darimana ada dua dan kembar cowok-cewek?" Zhorif bertanya sembari menjalankan mobilnya secara perlahan karena ia harus memundurkan mobil itu terlebih dulu agar bisa keluar dari area parkir.

"Aku ngehitung berapa kali kita ciuman, dan itu udah dua kali, berarti anak kita kembar dua. Kalau masalah jenis kelamin, itu cuma firasat aku aja, sih." Zhara tersenyum lebar hingga memamerkan gigi-giginya yang putih dan terjejer rapi.

Zhorif membentuk mulutnya menjadi huruf 'o' sebelum bertanya, "Kalau gitu, coba tolong kamu tanyain ke anak-anak saya, mereka mau makan dimana?" Entah sejak kapan, pria itu mulai menyukai cara berpikir dan bicara Zhara yang sangat lugu. Ia bahkan tidak peduli, meski tahu apa yang dikatakan oleh gadis itu hanyalah omong kosong belaka, yang ia inginkan adalah mendengar nada ceria Zhara tiap kali keduanya berbicara.

"Restoran Italia! Soalnya, aku lagi—eh, maksudnya, mereka lagi pengen banget makan spageti karbonara, Mas," jawab Zhara tak membutuhkan waktu lama untuk berpikir, seolah ia sudah merencanakan hal itu sejak lama.

*

*

*

"Asyiiikkk!"

Zhara berseru kegirangan sembari bertepuk tangan ketika semua pesanannya diantar secara langsung bersamaan oleh sang pelayan. Ia kemudian menatap Zhorif yang juga tengah menatapnya dengan sebuah senyumam yang tertahan.

"Baca doanya dulu," suruh pria itu ketika Zhara baru saja hendak mencomot piza berukuran besar yang dipenuhi oleh lelehan keju mozarela, salah satu pesanan mereka.

Zhara mengangguk menurut, menempelkan kedua tangannya sebelum melafalkan doa sebelum makan dengan lantang dan semangat hingga membuat Zhorif yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Gadis itu memulai acara makannya dengan mencomot piza yang sebelumnya sempat tertunda, sedangkan Zhorif lebih memilih untuk meminum air mineral tiga teguk lebih dulu, sembari mengucapkan kata bismillah dalam hati, sebelum mengambil sepotong piza yang sama seperti Zhara dan memakannya dalam diam.

Zhorif menikmati makanannya dengan mengunyahnya secara perlahan, berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Zhara. Gadis itu terus mencomot sana-sini meski piza yang dimakannya pertama kali tadi masih bersisa. Alhasil, ia tersedak dan mengeluarkan sehelai spageti karbonara dari lubang hidung kirinya. Zhorif terbelalak kaget, tak mampu berkata apa-apa. Sebenarnya, ia ingin memalingkan wajahnya ke arah lain dan pura-pura tidak tahu agar tak membuat Zhara merasa kecil hati ataupun malu. Namun sayang, gadis itu sudah lebih dulu menengadahkan kepala dan membuat tatapan mata mereka saling bertabrakan.

"Mas..."

Kulit wajah Zhara memerah seketika. Perasaan malu dan nyeri pada bagian hidung seolah menyatu dengan sempurna hingga berhasil membuat gadis itu tak kuasa menahan tangisannya. "Kayaknya, kita batalin aja deh, pernikahan kita," Zhara menundukkan wajahnya kembali dengan bahu yang bergetar, "soalnya, aku terlalu malu untuk natap muka Mas Zhorif lagi..."

Zhorif berdehem untuk menyadarkan dirinya dari keadaan linglung, sebelum berpindah posisi yang awalnya duduk berhadapan dengan Zhara, menjadi bersebelahan. Ia kemudian mengambil selembar tisu dan menyodorkannya pada gadis itu. "Tarik pelan-pelan mienya, jangan dihisap," suruhnya dengan nada kikuk. Untungnya, Zhara menurut dan menarik benda asing itu dari hidungnya menggunakan tisu yang diberikan Zhorif secara perlahan hingga terlepas sempurna. Jika dilihat dari sudut pandang pria itu, panjang mie yang terbebas itu terlihat sekitar lima sentimeter-an.

"Mienya udah lepas, tapi rasa malunya masih ada, Mas," cicit Zhara sesenggukan dengan wajah yang masih tertunduk. "Nggak papa kalau Mas mau batalin pernikahan kita. Aku bakalan berusaha ngertiin perasaan Mas Zhorif, lagipula siapa yang mau menikah sama perempuan yang punya ekor di lubang hidungnya?" Gadis itu mengusap air mata yang terus membanjiri pipi tembamnya tanpa henti.

Jika Zhorif tidak berusaha memahami perasaan gadis itu, ia mungkin akan langsung merasa kegeraman. Bagaimana tidak kesal? Zhara terdengar seolah menganggap pernikahan mereka sebagai angin lalu, yang bisa ia adakan ataupun batalkan dengan sekehendak jidatnya saja. Padahal, hari pernikahan mereka akan dilangsungkan kurang dari satu minggu ini. Zhorif menggelengkan kepalanya kuat seolah berusaha mengusir pemikiran buruk itu dari kepalanya, yang ia perlu lakukan saat ini hanyalah membantu calon istrinya untuk menenangkan diri. Oleh karena itu, ia menggerakkan tangan kanannya untuk melingkar di bahu Zhara, membawa kepala gadis itu untuk bersandar di dadanya sembari meringis menyadari dengan jelas bahwa apa yang dilakukannya saat ini adalah dosa besar.

Tangisan Zhara terhenti begitu saja dan langsung digantikan oleh rasa kejut setengah mati ketika ia merasakan hangatnya dekapan tubuh Zhorif. Bahu yang sebelumnya terus bergetar akibat menangis, berubah menjadi tegang bagai dipan. Gadis itu membekap mulutnya refleks ketika secara tak tertahan mengeluarkan suara cegukan.

"Kamu harus tau, Zhara ... dengan memeluk kamu seperti ini, saya sama saja secara sukarela sedang mengizinkan setan memengaruhi pikiran sekaligus tindakan saya, dan ini adalah sebuah dosa besar," gumam Zhorif yang dapat terdengar jelas di telinga Zhara karena jarak mereka yang amat dekat. Pria itu kemudian menepuk pelan bahu Zhara beberapa kali sebelum mengeluarkan ucapan yang membuat gadis itu lupa caranya untuk bernapas. "Jadi, tolong hargai pengorbanan saya ..."

"dan tarik kembali ucapan kamu perihal ingin membatalkan pernikahan kita."

My Childish Wife [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang