Satu bulan kemudian, tepatnya ketika matahari pagi sudah mulai terik dan cahayanya menyelinap masuk melalui cela gorden kamar sepasang suami-istri yang sedang saling berpelukan erat di atas kasur berseprai putih polos berbahan sutra.
Zhorif membuka kedua matanya yang masih terasa berat akibat aktivitas malam mereka yang baru berakhir pukul 01.30 pagi. Ngomong-ngomong, itu tidak bisa benar-benar dikatakan berakhir karena setelah tidur sejenak, mereka diharuskan untuk kembali bangun dan melaksanakan salat subuh. Setelah salat subuh berakhir pun, kalian tahu sendiri apa yang kembali mereka lakukan selanjutnya.
Zhorif mengecup lama kening Zhara yang tertutupi oleh poni tipis-tipis. Melihat wajah kelelahan istrinya membuat Zhorif merasa gemas dan ingin menggigit pipi tembamnya sekali saja walau ia yakin, setelah itu Zhara pasti akan menangis dan memusuhinya untuk beberapa hari. Entah mengapa membayangkan hal itu terjadi mampu membuat Zhorif terkekeh geli sendirian.
"Hmm..."
Zhara bergumam kecil seraya merenggangkan kedua tangannya ke atas, kemudian mulai membuka matanya dan menatap manik Zhorif yang sudah tertuju padanya lebih dulu. Wajah wanita itu refleks memerah ketika otaknya mulai memutar ulang kejadian tadi subuh. Zhara menarik selimutnya hingga menutupi sebagian wajahnya kecuali area mata dan atasnya.
"Mas ngapain liatin aku kayak gitu?" Tanyanya malu dengan suara serak khas orang yang baru saja bangun dari tidurnya.
Bukannya langsung menjawab, Zhorif malah memiringkan tubuhnya agar semakin dapat memperhatikan istrinya dengan jelas. Pria itu terkekeh sejenak sebelum menarik selimut yang menutupi wajah Zhara hingga mempaparkan kulit bahu istrinya yang putih dan mulus. "Sampai kapan kamu bakal malu-malu seperti ini? Mas udah melihat semuanya, bahkan hapal letak—"
"Mas!" Zhara melotot dengan salah satu tangan yang sudah berada di depan bibir suaminya, membekap bibir nakal itu agar berhenti bergerak.
Zhorif tidak tahan untuk kembali menertawakan tingkah malu-malu istrinya itu. Ia mengambil tangan Zhara yang masih menempel di bibirnya agar menjauh, kemudian mendekatkannya kembali agar ia dapat mengecup punggung tangan sang istri. "Hari ini kamu jadi ketemu sama Agam?" Zhara menanggapinya dengan sebuah anggukkan kecil. Zhorif menghela napasnya berat, kemudian menarik Zhara untuk masuk kembali ke dekapannya. "Kalau Mas bilang, Mas keberatan kamu ketemu sama dia ... apa kamu akan tetap pergi?"
Zhara menengadah dan menatap suaminya sembari tersenyum tipis. "Aku cuma ketemu dia untuk ngembaliin cincin, Mas. Rasanya kurang pantas kalau aku menyuruh orang lain untuk ngelakuin itu, lagipula mau bagaimana pun Agam adalah sahabatku, dia juga adik sepupu kesayangan Mas, 'kan? Kita nggak mungkin mutusin hubungan begitu aja."
"Itu dulu, sebelum dia berusaha ngerebut kamu dari Mas." Nada bicara Zhorif terdengar jengkel, ditambah lagi bibirnya mulai bergerak maju beberapa senti dengan sendirinya.
Kini giliran Zhara yang terkekeh geli. Wanita itu menarik wajah Zhorif dengan menggunakan kedua tangannya yang menempel di kedua pipi pria itu kemudian dengan sengaja menyatukan ujung hidung mereka dan menggeseknya lembut. "Aku bakal cepet pulang. Aku 'kan, juga udah ada janji untuk belajar masak sama Mama siang ini."
"Andai Mas bisa ikut menemani kamu..." Zhorif menghela napasnya gusar. Baru saja satu minggu aktif bekerja dan menjabat sebagai wakil direktur di rumah sakit milik keluarganya, pekerjaannya sudah sangat menumpuk. Ia terkadang bahkan harus melewati jam makan siangnya karena ingin segera menyelesaikan semuanya dan pulang untuk menemui sang istri. "Nanti biar Mas yang jemput kamu di rumah Papa dan Mama, ya? Bilang ke Mama kalau kita nggak akan menginap di sana karena Mas mau fokus buatin cucu untuk dia."
"Mas ngomong apa, sih?!" Wajah Zhara kembali memerah karena mendengar ucapan suaminya.
"Nggak ngomong apa-apa," ujarnya dengan wajah pura-pura tidak tahu apa-apa. Zhorif kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Zhara dan melanjutkan perkataannya yang rupanya masih bersambung, "cuma ... I love you, Wifey." Tidak puas menggoda istrinya begitu saja, Zhorif juga meniup lembut telinga Zhara hingga wanita itu merasa kegelian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childish Wife [TAMAT]
RomanceHighest Rank #1 In Chicklit Highest Rank #4 In Roman Highest Rank #2 In Acak Highest Rank #6 In Spiritual Zhorif Seinza Wira Atmadja adalah seorang pria tampan yang taat agama. Usianya hampir menginjak 29 tahun, tetapi masih melajang karena terlalu...