Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sejauh samudra matanya memandang, sejauh itu pula kesakitannya terhampar. Hanya dengan ini saja ia dapat menumpahkan seluruh rasa di hatinya. Hanya dengan berdiam diri dengan memandang lautan lepas, maka semua rasa ingin mengakhiri hidup itu akan berkurang.
Seokjin benar-benar merasakan hidup yang paling mengerikan, di banding saat ia harus hidup berjauhan dengan kedua orang tuanya, atau saat ia dimaki dan dicemoh. Kali ini benar-benar mengerikan! Hanya saat sudah menyerahkan semua hatinya pada seseorang, dan ia secara tiba-tiba di hempaskan dalam lubang kesakitan.
Kecewa, marah dan sakit adalah teman yang menaungi hatinya selama lima tahun ini. Hidup bak mayat adalah hal yang paling tak bisa diprediksinya. Adalah hal yang paling janggal untuknya saat ia ditinggalkan tanpa alasan yang jelas. Seokjin membencinya! Seokjin mengecamnya! Tapi jauh dalam hatinya tak dapat ia pungkiri jika sosok Yoongi adalah hal terpenting dalam hidupnya. Yoongi benar-benar adalah bagian dari jiwanya.
Dan kini jiwanya hilang sepauruh, dan ia pun sadar akan hal itu....
"Apa kau bahagia disana?" ia bicara bak tengah berhadapan dengan seseorang. Deburan ombak dan nyiur di sekitarnya bagaikan saksi curahan hatinya yang tak pernah ia ungkapkan pada sipapun, termasuk Jungkook, Dokter muda yang kini sudah seperti sahabatnya. Tak hanya berbicara sendiri, Seokjin pun sering menangis, bahkan berteriak sejadinya. Ia ingin sekali menumpahkan semuanya, menunjukan sisi kemarahannya, namun ia sadar jika itu akan hanya menyakiti yang lainnya.
"Seenaknya kau pergi tanpa memberiku satu kesempatanpun untuk melihatmu!" ucapnya lagi. Nadanya sangat penuh cibiran, dan semua kenangan buruk itu lagi-lagi datang, bahkan saat di mimpipun ia akan datang menghantui siang dan malamnya tanpa henti.
"Kau jahat Yoongi!" cuatnya keras-keras. Dan umpatannya terus saja berlanjut,
"Kau bajingan!"
"Kau tidak punya perasaan!" Seokjin tak kuasa menahan air matanya, dan ia pun ambruk dengan umpatan terakirnya. Seokjin terduduk di pasir putih yang hangat itu lalu kedua tangannya menutupi wajahnya yang memerah. Pria itu meraung, berteriak, persis seperti lima tahun yang lalu, saat semua emosinya menjadi kebrutalan hingga Seokjin hilang kendali dan dengan kecepatan tingginya malah melewati garis pembatas jalan lalu pada akhirnya mobilnya harus tersungkur pada tebing curam.
Bukannya merasa beruntung karena nyawanya masih dapat tetselamatkan, malah ia mengumpati nasibnya yang sekarang ini. Untuknya hidup bukanlah kesenangan, melainkan cara dunia menunjukan sebuah drama yang tak terterka oleh siapapun. Bahkan akhir dari dramanya pun adalah sebuah misteri yang besar.
Seokjin terhenyak pada air yang menghampirinya. Ombaknya yang begitu halus, seolah mengajaknya untuk berteman itu membuat air matanya terhenti. Karena hampir setiap harinya selama satu jam Seokjin akan duduk untuk menemani sang ombak, hingga ia merasa semakin akrab dengannya-