Prolog

268 61 53
                                    

At Stuck with You Café

Tepat pukul 1 seorang gadis memasuki Café langganannya. Ia mengenakan hoodie putih kebesaran dan celana jeans hitam panjang dipadu dengan sepatu kets dan slim bag warna senada. Dari paras dan penampilannya, gadis ini sama seperti remaja pada umumnya. Ia tersenyum tipis saat dihampiri pelayan yang sudah dikenalnya.

"Pesan kayak biasa, Ze?" tanya karyawan café dengan ramah.

"Iya, tapi bikinnya nanti aja. Aku lagi nunggu orang."

"Oh, si Leo ya?"

"Bukan," jawab Zelin dengan raut datar.

"Ok deh. Menunya ditinggal ya."

Zeline membalas dengan anggukan. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja beberapa kali sambil melirik jam tangan di pergelangan kiri.

Sembilan menit berselang dari kehadiran Zeline di café, seorang pria dengan gaya casual menyusul. Zeline hanya menatap dari tempat duduknya tanpa berniat melambaikan tangan. Setelah lirik kiri-kanan, pria itu tersenyum ke arah Zeline lalu berjalan mendekat.

"Udah nunggu lama, ya? Maaf telat, tadi ngantar mama dulu."

"Sembilan menit," jawab Zeline tanpa mengulas senyum.

Pria itu melirik jam tangannya sambil mengangguk. Meski ia tidak paham betul maksud gadis didepannya bahwa apakah sembilan menit ia terlambat atau sembilan gadis itu menunggu.

Zeline menyodorkan buku menu kepada pria di depannya. Pandangannya tidak lepas dari wajah pria tersebut. Tanpa membuka buku yang disodorkan Zeline, pria itu melambaikan tangan pada pelayan.

"Americano satu, mbak. Kamu?"

"Aku udah pesan," jawab Zeline. Kairo mengangguk.

"Ditunggu ya, kak." Pelayan berlalu sambil membawa buku menu.

Mereka saling bertatapan dalam hening. Ini bukan kali pertama mereka bertemu. Tapi ini kali pertama mereka semeja, berbicara, dan akan membahas suatu hal yang sangat serius.

Zeline tidak pernah canggung bertemu dengan orang baru. Begitu pula dengan pria di hadapannya. Tapi pertemuan mereka kali ini sama-sama mendebarkan sehingga bingung harus mulai pembicaraan dari mana.

"Kita belum kenalan secara langsung, kan? Gue Kairo." Pria itu memecah keheningan sambil mengulurkan tangan.

"Zeline Azzura. Bisa panggil Zeline atau Ze aja." Zeline menyambut uluran tangan Kairo. Hangat tubuhnya dapat dirasakan Kairo melalui telapak tangan yang bersentuhan.

"Muka kamu nggak asing." Zeline tidak sedetik pun memalingkan tatapan. Kairo mulai paham bahwa agaknya inilah yang ada dipikiran Zeline dari tadi melalui tatapan yang intens.

"Kita pernah ketemu kalau lo lupa. Di café ini juga tahun lalu." Kairo mengulas senyum.

"Aku ingat, kok." Zeline mengingat dengan jelas saat ia dan beberapa temannya belajar dengan fokus persiapan olimpiade Kimia dengan mentornya yang ternyata teman Kairo. Mereka harus menyelesaikan belajar lebih cepat karena mentornya ada urusan dengan Kairo. Zeline dan Kairo bertemu sekilas tanpa bertegur sapa.

"Oh, ya. Gue minta maaf karena pertemuan keluarga pekan lalu nggak bisa bisa hadir. Gue mendadak ada urusan ke luar kota. Tapi mama sama papa cerita kok tentang hari itu." Kairo bercerita panjang tanpa memudarkan senyumannya.

Zeline menjawab dengan anggukan.

"Jadi menurut lo, gimana dengan rencana keluarga kita?" tanya Kairo penuh hati-hati.

Zeline mengerjapkan matanya. Bukannya menjawab justru melontarkan pertanyaan lain.

"Kamu kenapa mau dijodohin?"

To be continue...

08/02/21


LOVE AND LOGICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang