Klik bintang dulu, yuk.
Selamat membaca!
---
Lima hari berlalu sejak pertemuan Kairo dan Zeline di café. Kali ini Kairo berniat mengajak Zeline 'kencan' malam minggu untuk pertemuan kedua mereka.
Hampir seperempat jam Kairo berdiri bertumpu pada pagar balkon kamarnya sambil memegang handphone yang menampilkan pesan whatsapp dengan Zeline. Pesan terakhir mereka adalah ucapan terima kasih Kairo atas pertemuan mereka lima hari yang lalu. Kairo tidak berkecil hati walau pesannya hanya dibaca oleh Zeline.
Dari tadi Kairo menimbang apakah ingin memngirim pesan atau langsung menelpon saja. Ia juga sungkan mengganggu Zeline malam-malam begini jika menelpon. Namun ada segumpal perasaan rindu mendengarkan suara Zeline. Membayangkannya saja, membuat Kairo senyum-senyum tampan. Perasaan bangganya tidak kian luntur sejak pertemuan tempo lalu. Bisa-bisanya dia cerita panjang lebar dan membuat lawan bicaranya kikuk. Hihi.
Setelah menyusun skrip obrolan di kepala, ia dengan mantap menekan tombol panggil. Maklum bertahun-tahun menjomblo, Kairo jadi lupa kiat-kiat menciptakan obrolan menarik di telepon.
Panggilan pertama tidak membuahkan hasil. Entah keberanian dari mana, Kairo mencoba peruntungan pada panggilan kedua. Barangkali lagi di kamar mandi, atau tidak sempat mengangkat keburu mati.
Panggilan terhubung. "Halo" sapa Zeline diseberang telepon.
"Halo, Zeline." Kamu lagi sibuk? Aku ganggu, nggak?"
"Iya, lumayan."
Aduh, ganti planning B nih.
"Kalau gitu aku cepat aja ya, Ze. Besok malam kamu ada kegiatan, gak?"
"Ada. Aku harus ngisi privat tambahan besok malam."
"Oh, ya udah. Gak apa-apa. Gimana kalau hari minggu lagi aja pertemuan kedua kita? Kamu bisakan? Samain kayak pekan lalu."
Kairo mendengar helaan napas Zeline. Perasaannya jadi tidak karuan.
"Maaf, aku tetap nggak bisa. Lupain aja tentang pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya seperti yang pernah aku minta sebelumnya."
Jantung Kairo mencelos mendengarkan kata-kata Zeline. Pegangannya pada pembatas balkon makin erat. Kenapa dia jadi begitu pede akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Meskipun dia juga tidak mengerti apa salahnya di pertemuan tempo lalu hingga membuat keputusan Zeline mundur dari rencana ini.
"Kalau memang keputusan kamu begitu, aku bisa apa Ze. Nanti biar aku aja yang jelasin ke mama dan papa."
"Jelasin apa?"
"Jelasin aku nggak berhasil kasih kesan yang baik, lalu kamu mutusin rencana perjodohan ini. Kayak yang kamu bilang tadi."
"Siapa yang bilang begitu? Kenapa kamu buat kesimpulan sendiri? Aku bilang gak ada pertemuan kedua dan ketiga karena aku udah merasa cukup dengan satu pertemuan kemarin. Kita ketemu lagi bulan depan aja saat bahas persiapan pernikahan di pertemuan keluarga. Sudah, ya. Aku harus buat materi. Bye!"
Klik. Mata Kairo membulat menatap layar handphone yang dimatikan sepihak. Bahkan ia belum sempat merespon apa-apa. Sendi dan tulangnya yang mendadak lumpuh segera mencari tempat duduk. Ucapan Zeline terngiang-ngiang di telinga dan kepalanya. Arghh.. Kenapa gadis itu bicara cepat sekali. Bagaimana jika tadi sambungannya reconnecting karena hilang signal? Ah, tidak mungkin, ponselnya terhubung wifi. Tapi tetap saja, jika ada hambatan koneksi, siapa yang bisa memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
Namun Kairo medengar jelas kata per kata ucapan Zeline barusan. Setelah menstabilkan debaran dadanya, barulah Kairo bisa tersenyum lebar dan tertawa. Ah, rasanya seperti kembali remaja. Baru diterima gebetan gitu.
Kairo menuruni tangga dengan cepat. Ia ingin segera mengabarkan mamanya. Ia lihat mamanya sedang mengupas buah-buahan di dapur. Terlintas ide menarik di benaknya.
Beberapa langkah menuju dapur, ia seolah-olah melangkah gontai. Mukanya dibuat-buat sedih dan banyak pikiran. Jelek banget.
Melihat raut puteranya, mama Kairo langung mempertanyakan, "kenapa muka kamu ditekuk begitu, Kai?"
Kairo menghela napas berat untuk mendukung suasana. "Zeline, ma."
"Kenapa Zeline?" tanya mamanya tidak sabaran.
"Tadi aku nelpon dia. Rencana mau ngajakin pertemuan kedua besok malam, sekalian malam minggu."
"Terus?" mama Kairo berhenti mengupas dan menatap Kairo intens.
"Jangankan buat malam minggu, ma. Bahkan Zeline bilang nggak akan ada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya seperti permintaanya tempo lalu."
Sontak mama Kairo meninggalkan pisau dan buah-buahannya lalu berjalan melewati pantry. Ia menghampiri Kairo yang tertunduk lesu.
"Kamu ngomong apa aja sama dia kemarin, Kai? Kenapa bisa jadi begini?"
Kairo menggeleng. Mati-matian ia menahan senyum.
"Terus gimana? Memang alasan Zeline apa, Kai?"
"Katanya dia gak butuh pertemuan kedua, ketiga bulan ini, ma. Karena dia udah merasa cukup dengan satu pertemuan kemarin. Lalu ketemunya bulan depan aja di pertemuan keluarga sambil bahas persiapan pernikahan."
Mama Kairo terkejut bukan main. Ia menutup mulutnya dengan dua tangan lalu berkata, "kamu serius?"
Kairo menganggukkan kepala sambil tersenyum.
"Kalau begitu kenapa harus nunggu bulan depan? Minggu depan aja langsung." Mama Kairo semakin antusias.
"Jangan, ma. Zeline mintanya bulan depan. Mungkin dia juga lagi sibuk. Mama sabaran, lah."
"Mama mana bisa sabar kalau begini, Kai. Apalagi dengar kata-kata Zeline yang kamu bilang barusan. Mama jadi penasaran kalian obrolin apa aja." Mama Kairo menatapnya dengan mata menyipit.
"Ada deh. Hahaha."
"Ciee.. bentar lagi nikah tuh."
"hemm ledekin aja terus, ma. Aku suka kok. Hahaha" balas Kairo sambil berlalu meninggalkan mamanya yang kembali sibuk dengan buah-buahan.
---
To be continue
Tinggalkan votes dan comments agar aku tahu ada yang menikmati tulisanku.
10/02/21
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AND LOGIC
General Fiction"Cinta selalu ada logika" Zeline, seorang gadis yang selalu mengedepankan logika dan rasionalitas, memiliki sejuta cita-cita yang telah ia rancang untuk masa depannya. Rencana tersebut seakan pupus ketika ibunya meminta ia melakukan suatu hal diluar...