Follow dulu sebelum lanjut.
Add this story to your library.
---
Bulir-bulir air menempel dan luruh pada kaca besar apartement yang menampilkan gelapnya kota. Harusnya cahaya jingga nan damai lah yang terpantul dari kaca itu. Namun mega kelabu menutupi cahaya yang digilai oleh sejuta umat. Sang surya hilang lebih cepat, digantikan kilatan dan muatan dari awan yang tumpah.
Kairo berdiri di hadapan kaca besar. Matanya memandangi kota yang diguyur hujan, tapi tidak dengan isi kepalanya. Ingatannya mereka ulang partikel-partikel kenangan yang disaksikan oleh tempat yang kini ia singgahi. Kenangan berupa kisah asmara yang pernah dimulai dan kandas empat tahun kemudian.
Puing-puing kenangan itu kembali hinggap tatkala melihat Zeline tertidur di ranjangnya. Kembalinya Kairo dari luar sambil menenteng botol air minum kemasan, Zeline yang terlelap dalam balutan selimut menjangkau memori yang telah ia kikis.
Ia ingin menolak permintaan Zeline, menceritakan semua hal bahwa ia tidak ingin terbayang-bayang kenangan yang sudah ia tepis bertahun-tahun. Namun ia merasa bodoh disaat yang bersamaan jika masih terperangkap dengan kisah yang telah lama usai.
Benar, ia harus merenovasi dan dekorasi ulang serta mengganti barang-barang yang ada di unit ini. Biasanya ia hanya mendatangi rumah ini saat lelah dengan tumpukan desain, bekerja tak kenal waktu, hingga ia tak punya kesempatan untuk mengenang apa yang pernah membekas dalam ingatannya beberapa tahun silam. Namun setelah ini, ia harus menjadikan rumah ini sebagai tempat nyaman untuk kembali, bersantai, tertawa dan gembira bersama istrinya.
Kini kisah cintanya kembali dimulai, bersama seorang gadis yang kontras sifatnya dengan seseorang yang pernah berlabuh dihatinya. Ia pun sulit menafsirkan kata hatinya yang bergerak mendekati Zeline, dan selalu ingin bersamanya. Zeline gadis yang berbeda, semuanya terasa nyata karena sifat gadis itu yang selalu terang-terangan. Baik itu kata-katanya, maupun ekspresi wajah dan tubuhnya.
Ia berharap, kebersamaannya dengan Zeline dapat menggantikan kenangan yang suka curi-curi datang dan pergi. Sekarang ia hanya peduli dengan masa depannya.
It's time to say good bye to you, my first love.
%^$%##@$%^%
"Ze, bangun. Yuk, pulang. Udah gelap," ucap Kairo lembut sambil mengguncang perlahan bahu Zeline.
"Engghh.."
Rasa kenyang ditambah cuaca yang dingin dan gemuruh hujan adalah perpaduan yang lengkap untuk menina bobokkan seseorang. Alih-alih membuka mata, ia justru merapatkan selimut ke lehernya. Tadinya Zeline hanya merebahkan tubuh sambil menunggu Kairo datang. Tidak. Sambil berkutat dengan pikirannya tentang sesuatu yang ia temukan. Namun kantuk menyerang, lalu melelapkan Zeline.
"Ze," panggil Kairo disamping tubuh Zeline yang membelakanginya. Ia menyibak helaian rambut yang menghalangi muka Zeline dan menyelipkan ke belakang telinga. Tangannya yang berada dibelakang telinga Zeline, mengelus pelan rambut hitam dan lebat itu.
Merasakan sapuan telapak tangan Kairo dirambutnya, Zeline merasa ia tidak sedang dibangunkan. Ia justru semakin mengantuk dalam rasa nyaman. Jari-jari panjang yang kekar telah begitu lama tidak mengusap anggota tubuhnya. Zeline tidak ingat kapan terakhir kali Ayahnya mengusap pucuk kepalanya sambil menemaninya tidur. Pastinya, sudah sangat lama.
Zeline menghentikan usapan telapak tangan Kairo di rambutnya. Kairo diam merasakan tangan Zeline yang hangat menggenggam punggung tangannya. Secara perlahan, Zeline membawa tangan itu ke perutnya, lalu mendekapnya. Nyaman dan hangat. Ia ingin tidur tanpa gangguan. Namun sayang, ingatannya beberapa saat yang lalu menganggu ketentramannya. Ia dekap tangan Kairo erat, persetan dengan masa lalu Kairo.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AND LOGIC
General Fiction"Cinta selalu ada logika" Zeline, seorang gadis yang selalu mengedepankan logika dan rasionalitas, memiliki sejuta cita-cita yang telah ia rancang untuk masa depannya. Rencana tersebut seakan pupus ketika ibunya meminta ia melakukan suatu hal diluar...