He's camouflaged

2.5K 341 162
                                    


Dalam kegelapan Mikasa berusaha untuk menggerakkan tubuhnya yang kaku, seakan terhimpit sesuatu yang besar dan dingin. Kelopak matanya memberat untuk terbuka, bahkan bibirnya mencoba untuk mengucapkan sesuatu tapi tak terdengar suara apapun yang keluar dari mulutnya. Mikasa hanya bisa mengerang tertahan saat ia merasakan sesuatu yang tak asing, sebuah jilatan di leher terasa dingin membuat Mikasa mengingat sosok vampir rumah tua saat pertama kali mereka bertemu.

"Le..Vi!" Panggil Mikasa tertahan.

Namun ajaibnya setelah Mikasa menyebutkan nama si vampir sosok yang menghimpit tubuh Mikasa langsung lenyap hingga membuat tubuh Mikasa terasa ringan, seketika Mikasa membuka matanya lebar dan mengganti posisi menjadi duduk di atas kasurnya, ia menyalakan lampu meja di sampingnya dan melihat sekeliling namun ia hanya menemukan keheningan  di dalam kamarnya, tak ada siapapun kecuali dirinya.

Mikasa meraba lehernya tepat dimana ia merasakan sensasi jilatan tadi dan ia meringis saat lehernya basah, namun ia tak bisa membedakan antara basah karena jilatan atau keringatnya. Tapi kini Mikasa tahu jika apa yang ia alami beberapa hari ini bukanlah mimpi, melainkan realita yang tentu bukanlah hal baik.

"Tidak mungkin jika manusia biasa. Levi kah?" Memikirkan hal itu tanpa terasa bibir Mikasa tertarik kesamping.

.
.
.
.
.

*
.
.
.
.
.

Angin pagi di musim gugur berhembus dingin menerpa sosok Mikasa yang berjalan sendirian melintasi trotoar menuju klinik, berjalan santai dengan kedua tangan dimasukkan kedalam jaket parka yang ia kenakan disaat ia masih memiliki waktu luang hingga klinik buka. Memperhatikan sekitar jalanan yang lenggang tak disangka ia malah melihat seekor kucing gembul berwarna oranye bercampur putih yang mendominasi bulu lembutnya, berjalan menggemaskan di depan memamerkan pantat dan ekornya yang dipenuhi bulu, membuat Mikasa yang notabenenya menyukai hewan pemalas itu tak kuasa untuk tak mengikutinya.

"Puss, puss, puss..." Mikasa berusaha mengajak kucing itu berinteraksi, namun kucing itu mengabaikannya dengan terus berjalan ke depan tanpa menoleh pada Mikasa yang mengikutinya di belakang.

Kucing itu terus berjalan ke arah tempat yang Mikasa kenal, dan begitu si kucing hendak memasuki pagar besi berkarat itu dengan cepat Mikasa menangkap kucing tersebut, si kucing berontak mencakar punggung tangan Mikasa namun gadis itu tak mempedulikan dan mendekap erat kucing itu di dadanya. Belaian tangan Mikasa membuat kucing itu sedikit lebih jinak meskipun masih terdengar geraman dari si kucing, Mikasa mendongak menatap rumah tua berlumut hingga menghitam yang menjulang tinggi dihadapannya dengan bibir mencebik dan alis bertaut.

"Sepertinya dia memiliki sesuatu yang membuat para hewan terpancing untuk mendekatinya, benar-benar pemangsa darah yang buruk." Gumam Mikasa memperhatikan pintu rumah yang sedikit terbuka, tapi semua jendela dirumah tua itu tertutup rapat.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Sebuah suara bariton menginterupsi hingga Mikasa tersentak, dan beruntung kucing dalam dekapannya tak sampai terlepas, Mikasa menoleh kebelakang dan mendapati Eren menatapnya dengan sorot tajam yang selalu membuat Mikasa merasa tak nyaman.

"Eren."

"Sebaiknya jangan mendekati rumah ini."

  Seperti biasa, ada kalanya suasana klinik cukup lenggang dari pengunjung seperti pagi ini yang hanya ada beberapa pasien namun sudah ditangani oleh dokter Grisha dengan bantuan dokter Armin. Mikasa hanya bisa kikuk saat Eren memegang tangannya yang terluka akibat cakaran kucing, tapi yang membuat ia tak mengerti saat Eren terpaku pada luka di punggung tangan Mikasa. Awalnya Mikasa menolak saat Eren hendak mengobati lukanya mengingat sikap Eren yang begitu dingin terhadap dirinya, namun sifat keras kepala Eren lebih besar daripada Mikasa sendiri hingga membuat Mikasa terpaksa mengalah.

The Last VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang