Flashback

1.8K 211 114
                                    


(Warning 21+ ‼️ Bijaklah dalam memilih bacaan! Bagi yang masih dibawah umur dan yang gak kuat mental mending di skip pada pertengahan chapter. Ini authornya udah tua jadi jangan dipertanyakan legalitasnya 😗)

🔞

Dua puluh tujuh tahun yang lalu, dikala senja berubah semakin gelap pada pergantian hari membuat sinar matahari meredup dan temaram. Sepasang kaki berbalut sepatu kulit berpijak diatas menara pemancar yang menjulang tinggi seakan menusuk langit, angin berhembus kencang menerpa surai hitam hingga membuat tatanan rambut berantakan. Matanya menatap titik matahari senja yang tak menyakitinya hingga ia bisa leluasa menikmati sajian alam yang telah ia dapatkan semenjak ratusan tahun silam.

"Apa kau siap, Levi?" Suara Kenny yang baru mendaratkan kakinya di atas menara memecah keheningan, namun kehadirannya tak mendapatkan respon dari Levi yang masih menatap lekat senja yang mulai lenyap.

"Ayo!" Levi melompat dari atas menara, tubuhnya terjun bebas menuju bangunan di sekitar menara tersebut, diikuti Kenny lengkap dengan tawa renyahnya.

Malam semakin larut menghadirkan hawa dingin dalam kegelapan yang membelenggu sebuah rumah dengan papan nama Yeager tersemat di samping pintu. Terlihat foto pernikahan berukuran besar yang berumur satu tahun terpasang rapi di ruang tengah rumah keluarga Yeager, ketika sebuah langkah bagaikan angin melewatinya. Rumah itu terlihat sepi yang hanya dihiasi desahan dari dalam sebuah kamar dengan pintu tertutup rapat.

Kaki Levi berhenti melangkah saat ia mencapai pintu tersebut, dibalik pintu itu terlihat sepasang suami istri tengah memadu kasih dengan menuntaskan gairah yang tengah berlangsung tanpa mengetahui jika didepan pintu kamar mereka ada bahaya yang tengah mengintai.

Suara burung gagak yang melintasi atap rumah tua membuat Levi tersadar akan kilasan masa lalunya, awal masalah yang membuatnya terkurung di dalam keheningan rumah tua ini. Pandangan Levi pun bergulir pada jasad Armin yang masih terbujur kaku di atas meja makan, tak ada raut penyesalan yang tersirat di mimik wajah tampannya dan menganggap jika yang ia lakukan adalah hal lumrah terjadi.

Levi beranjak menghampiri jasad Armin, hanya satu tangan Levi mengangkat tubuh Armin dengan menenteng ikat pinggang dokter muda yang bernasib naas itu, berjalan menuju jendela yang terbuka dengan latar belakang suasana malam berkabut Levi melempar tubuh Armin di samping makam Bastet dan hewan malang lainnya. Sungguh, Levi sudah muak dengan semua ini tapi ia juga ingin hidup dan menikmati perkembangan zaman yang selama ini ia saksikan.

.
.
.
.
.

*
.
.
.
.
.

   Berjalan lunglai membelah malam berkabut membuat Mikasa melangkahkan kakinya tanpa arah, pikirannya gamang saat ia menunggu kemunculan sosok Kenny yang telah berjanji melalui balasan pesan jika ia akan menemuinya, namun vampir tua itu tak mengatakan kapan dan dimana. Saking semerawut pikirannya membuat Mikasa tak menyadari jika kabut semakin menipis dan perlahan mulai menghilang, hingga sosok Mikasa bisa dengan begitu mudah terlihat dibawah terangnya lampu jalan trotoar. Karena tak fokus dengan jalan dihadapannya membuatnya jatuh tersandung saat ujung sepatunya tanpa sengaja menendang undakan trotoar.

"Sial sekali!" Umpat Mikasa yang masih duduk berlutut diatas trotoar, merasakan kedua lututnya yang sakit akibat membentur trotoar.

Suara tawa dari orang yang Mikasa kenal menyambutnya, menertawai dirinya yang seperti orang dungu karena terduduk di tengah trotoar. Melihat kedatangan Kenny membuat Mikasa mendengus kesal, bahkan vampir tua yang menjerumuskan Mikasa itu sepertinya tak berinisiatif untuk menolongnya berdiri.

"Lihatlah! Kau terlihat semakin menyedihkan." Komentar Kenny yang sudah berdiri menjulang di depan Mikasa.

"Bagaimana paman bisa menertawaiku yang sedang dalam kesusahan?" Mikasa mencoba berdiri dan ia merasakan perih di lututnya, sepertinya terdapat luka goresan disana akibat benturan dengan trotoar.

The Last VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang