(Warning ‼️ Terdapat scene 21+ yang merasa tidak nyaman lebih baik di skip mulai pertengahan chapter ini)
.
.
.
."Kau bukan ayahku!" Penolakan Eren membuat Levi tersenyum sinis.
"Seperti apapun kau menyangkalnya, darahku yang mengalir di dalam tubuhmu tak mungkin bisa mengingkarinya." Levi bersedekap dengan wajah datar andalannya.
"Apa kau tak merindukan pelukanku?" Lanjut Levi dengan senyum mengejek yang tentu mampu membuat emosi Eren semakin meninggi, tapi sepertinya pemuda itu berusaha mati-matian menahan diri.
"Dimana dia?" Eren mengalihkan pembicaraan, tak ingin lagi mendengar kata-kata Levi yang menyakiti hati dan telinganya dengan kembali mengungkap masa lalu kelam.
"Dia?" Sepertinya Levi gencar sekali berusaha membuat amarah Eren meledak.
"Mikasa, dimana dia?" Tak ingin semakin berbelit-belit, akhirnya Eren menyuarakan tujuannya ke rumah tua.
"Ah, jadi kau orang yang menindihnya dalam tidur?"
"Bukan urusanmu."
"Tentu menjadi urusanku! Kau anakku dan Mikasa calon ibu tirimu."
"Jangan pernah menyentuhnya!"
"Pulanglah!" Usir Levi, dan dia pun berbalik hendak memasuki rumah meninggalkan Eren.
"Jangan pernah menyentuhnya!" Eren mengulangi gertakannya.
"Pulanglah, jika kau tak ingin melihat Mikasa telanjang di kamarku." Ucap Levi sebelum menghilang di balik pintu.
Eren mendecih, Sedari dulu setiap berdebat dengan Levi ia selalu tak pernah mendapatkan kemenangan karena sikap vampir penghuni rumah tua itu yang kepala batu. Eren berjalan semakin mendekati perisai, tangannya terjulur menyentuh perisai tak kasat mata yang menghalanginya, begitu tangan Eren menempel pada perisai tersebut terlihat percikan api biru bagaikan aliran listrik yang berpendar disekitar telapak tangannya.
"Kau di dalam sana, Mikasa?" Gumam Eren, wajahnya meringis seakan menahan sakit dengan tangan mengepal lalu memukul pelan perisai tersebut.
.
.
.
.
.*
.
.
.
.
.Seperti cuaca musim gugur pada umumnya, pagi ini pun udara berkabut membawa hawa yang dinginnya mampu menusuk kulit manusia. Namun rasa dingin dari butiran halus kabut tak mampu menjamah kulit si vampir yang kini bertelanjang dada bercermin di dalam kamar mandi seraya memotong gigi taringnya yang sedikit meruncing dengan alat pemotong gigi.
Tangannya tergerak merapikan rambut panjangnya dengan menyanggulnya, Eren menatap dirinya di bingkai cermin dengan tatapan kosong dan dengan penuh emosi ia meninju cermin tersebut hingga pecah dan melukai jari tangannya, darah pun merembes keluar dari kulit jari-jarinya yang terluka akibat sayatan pecahan kaca.
Hatinya memanas, tatkala membayangkan Mikasa berada di rumah tua yang tak mampu ia jangkau. Pikirannya selalu menjurus kepada hal yang buruk, dan itu semua sungguh memuakkan baginya.
Mikasa terlihat buru-buru merapikan diri setelah ia bangun kesiangan, entah mengapa semalam ia tidur begitu nyenyak hingga lupa waktu jika saja Levi tak membangunkannya untuk bekerja.
"Oh astaga, astaga, astaga...!" Gumam Mikasa mempercepat gerakannya saat melihat jam dan menyadari jika klinik sudah buka.
Levi hanya diam memperhatikan Mikasa dengan segala tingkah polahnya, rasanya ia ingin mengomel namun ia menahan diri.
Tanpa berpamitan pada Levi selaku pemilik rumah, Mikasa langsung beranjak hendak meninggalkan rumah tua akan tetapi ia langsung mengerem langkahnya begitu melewati pintu dan melihat pisau dapur yang menancap di salah satu daun pintu. Bentuk pisau yang tak asing lagi bagi Mikasa. Dengan penuh tanda tanya, Mikasa mencabut pisau tersebut dan mengamatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Victim
Fanfiction(Warning ‼️21+ for save) Mata orang itu mulai terbuka memperlihatkan sorotnya yang tajam, menatap Mikasa dengan pandangan menusuk hingga membuat Mikasa melangkah mundur, dan tanpa sengaja tubuhnya menabrak lampu berdiri dibelakangnya hingga menimbul...