Truth

2.3K 329 120
                                    

    Di dalam cahaya purnama malam terlihat beberapa ekor kelelawar hitam yang terbang mengelilingi sebuah pohon besar  nan gelap, menjadi teman sosok pemuda yang keberadaannya tertutupi dari purnama oleh rindangnya daun pohon, menyamarkan sosok tubuh tinggi Eren di samping batang pohon besar depan pagar pembatas rumah tua. Mata Emerald itu berkilau menyorot tajam pada Mikasa yang mengkerut, disaat gadis itu merasa terintimidasi oleh sosok Eren meski hanya melalui pancaran mata.

Rambut panjang Eren dibiarkan tergerai, wajah tampannya terlihat mengeras dan Mikasa bisa menebak jika kedua tangan pemuda itu mengepal di balik saku Coat panjang hitam yang ia kenakan. Meskipun Mikasa merasa takut pada sosok Eren, namun gadis itu memberanikan diri untuk menghampiri pemuda itu yang masih diam bak sebuah patung dan hanya fokus menatap Mikasa.

Mikasa tak tahu mengapa Eren terlihat marah padanya, disaat ia kepergok menyelinap keluar dari bangunan rumah tua.

"Apa yang kau lakukan disini, Eren?" Tanpa Mikasa sadari kini ia malah berkeringat dingin, tangannya mencengkeram tali tas selempang yang melingkari tubuhnya.

Setelah Mikasa dalam jangkauannya, tangan Eren terjulur menyibak rambut senada bulu gagak Mikasa dan memeriksa leher gadis itu. Raut wajah Eren berubah setelah ia tak menemukan kejanggalan pada leher Mikasa, terlihat lebih kalem tak sekaku saat Mikasa melihatnya tadi.

"Sudah kuperingatkan, jangan mendekati rumah ini!" Mata Eren menyipit, pertanda ia serius dengan ucapannya.

Mikasa tak bisa menjawab, namun melihat perlakuan dan gerak-gerik Eren membuat Mikasa curiga jika Eren mengetahui tentang Levi.

"Sesuatu yang buruk akan terjadi jika kau tak mau mendengarkanku." Peringatan Eren semakin membuat Mikasa yakin.

"Apa kau tahu tentangnya?" Mikasa menatap Eren, berharap tak menemukan kebohongan disana.

"Aku akan mengantarmu pulang." Ucap Eren saat ia mulai berbalik dan melangkah meninggalkan area rumah tua.

Mikasa memperhatikan punggung Eren yang kokoh, ia sudah menduga jika Eren tak akan serta merta mengatakan dengan gamblang. Rasa penasaran yang Mikasa rasakan semakin bergejolak, ia tak tahan untuk tidak mencari informasi namun untuk sementara ia harus menahan diri.

"Astaga." Mikasa memijat pelipisnya saat ia merasa pusing, bukan karena Levi yang menghisap sedikit darahnya namun karena ia merasa terbebani dengan teka-teki dihadapannya yang belum terpecahkan.

"Tunggu apa lagi?" Eren berbalik saat melihat Mikasa yang tak mengikuti langkahnya.

Dari jendela rumah tua yang terbuka lebar, Levi memicingkan mata mengamati interaksi antara Mikasa dengan Eren. Lagi-lagi perasaan Levi berubah buruk tiap kali melihat sosok Eren Yeager, ia mendongak menatap langit malam dalam terangan temaram sinar bulan purnama sendu. Sudah belasan tahun Levi terkurung di rumah tua ini dalam kesepian yang menyakitkan, ia ingin kembali bebas seperti dulu dan melihat perkembangan zaman, namun semua itu terasa begitu mustahil untuk kini ia dapatkan.

  Di terangi cahaya bulan, Mikasa berjalan di samping Eren melintasi trotoar jalan yang sepi di saat malam telah larut. Mikasa mendongak saat suara kepakan-kepakan dari para kelelawar yang terus mengikuti mereka terasa semakin mendekat.

"Mereka tidak akan mengganggumu." Ucapan Eren membuat Mikasa menoleh kearahnya.

"Ya, aku tahu. Kualitas darahku adalah tipe rendah, para vampir itu tidak akan mempedulikanku."

"Yang aku maksud adalah kelelawar, bukan vampir." Eren menyahuti tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan dihadapannya, mengabaikan raut wajah Mikasa yang berubah merah karena malu disaat apa yang ia pikirkan berseberangan dengan apa yang dimaksud Eren.

The Last VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang