Victim

2.3K 253 112
                                    

  Suara khas burung hantu yang bertengger di atas dahan pohon besar mengiringi kesunyian malam, tak merasa terganggu dengan dua makhluk berbeda ras di bawahnya yang menampilkan ekspresi wajah berbeda.

"Kenapa? Kenapa paman jahat sekali padaku dengan mengumpankanku pada Levi?" Wajah cantik Mikasa terlihat pias, ia merasakan kekecewaan karena pengkhianatan.

"Tidak ada pilihan lain, disaat nyawa Levi menjadi taruhannya. Bagiku Levi lebih berharga daripada dirimu yang bukan kerabatku."

"Apa... maksud paman?" Mikasa menatap Kenny dihadapannya dengan raut terkejut bercampur penasaran saat Kenny mengungkapkan satu fakta yang masih diliputi misteri.

"Kami sebagai vampir murni memiliki kutukan, dalam kurun waktu empat ratus dua purnama tanpa menghisap darah manusia kami akan merasakan kehausan yang teramat menyiksa hingga mati."

Tentu penjelasan Kenny membuat Mikasa terkejut, dan berpikir jika darah hewan yang selama ini menjadi makanan Levi tak terlalu membantu.

"Kenapa paman tidak membawakan kantung darah? Paman bisa mendapatkannya bukan untuk menyelamatkan Levi? Dan aku, aku bisa memberinya darahku melalui sayatan-sayatan kecil." Mikasa menatap Kenny tajam.

Kenny menggeleng perlahan menyangkal semua argumen Mikasa.

"Tidak semudah itu bocah. Kutukan kami berada di sini." Kenny mengetuk-ngetuk gigi taringnya, Mikasa terlihat tak begitu mengerti.

"Sebelum taring ini menancap pada pembuluh darah manusia, semua itu tidak akan membantu." Lanjut Kenny yang mulai di pahami oleh Mikasa.

Kepakan sayap burung hantu terdengar jelas melintas di atas kepala mereka begitu sang predator malam itu telah menemukan mangsanya, perhatian Mikasa sedikit teralihkan ketika mendengar jeritan tikus kecil begitu burung hantu tersebut mencengkeram tubuh mungilnya dengan kedua kaki berkuku tajam. Kenny berjalan memutari tubuh Mikasa mengamati seberapa parah cidera yang gadis itu dapatkan akibat ulah vampir Gunther, berhenti di belakang punggung Mikasa membuat Kenny menjulurkan telapak tangannya pada punggung gadis itu hingga menempel, dan disitu Mikasa merasakan telapak tangan Kenny yang dingin semakin lama terasa semakin hangat hingga berubah menjadi panas. Mikasa meringis menahan rasa panas itu tapi ia merasakan sesuatu mengalir deras yang menjalar ke seluruh tubuh yang berpusat dari punggung dimana tangan Kenny berada. Secara perlahan tubuh Mikasa yang semula serasa remuk kini mulai berangsur pulih dan Mikasa bisa merasakan hal menakjubkan itu.

"Sebagai tumbal Levi, mengapa paman malah memilihku?" Tanya Mikasa disela Kenny yang mengobatinya.

"Di samping darahmu manis, kau juga bodoh dan mudah dijebak." Mendengar itu membuat Mikasa mendengus.

"Levi bilang darahku seperti air comberan, dan aku tidak bodoh!"

"Levi bilang begitu?"

"Lagipula apa paman tidak kasihan dengan keluargaku jika aku mati?"

"Jika mereka kehilanganmu, ayah dan ibumu masih bisa membuat anak lagi yang lebih berkualitas mestinya. Juga... Kau tidak akan benar-benar mati seandainya Levi tak menghisap habis darahmu. Mungkin hanya akan membuatmu seperti orang berpenyakit porphyria yang haus darah. Jika beruntung sih."

"Kenapa paman baru mencari tumbal itu saat ini?" Kesal Mikasa saat ia tahu jika dialah tumbal selanjutnya.

"Saat itu aku terlalu bersantai hingga baru tersadar begitu waktu empat ratus dua purnama milik Levi akan segera berakhir." Ucap Kenny dengan santainya hingga membuat Mikasa kesal bukan main.

"Setelah ini boleh aku memukul paman?"

"Tidak sopan!"

  Mikasa menutup pintu rumahnya, ia menyandarkan punggung pada daun pintu dan merosot di lantai. Kenny telah menyembuhkan lukanya dan mengantarnya dengan menggunakan teleportasi, namun sepeninggal Kenny kini Mikasa diliputi perasaan gundah tatkala  mendengar kenyataan tentang Levi.

The Last VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang