Vigilance

2.3K 310 155
                                    

Annie Leonhardt.

Gadis berambut pirang itu telah lama menjadi pasien di klinik dan Armin sebagai penanggung jawab atas kondisinya, namun Mikasa melihat sisi lain dari gadis yang kini tengah menatapnya jengah di atas kursi roda. Mereka bertiga berteduh di bawah pohon yang daunnya telah menguning dan beberapa helainya bergantian jatuh ke tanah, musim gugur membuat pemandangan sekitar mereka didominasi oleh warna coklat kemerahan dan kuning ketika para pohon berdaun lebar mempersiapkan diri untuk menyambut musim dingin.

"Jika dia tak boleh terkena sinar matahari, mengapa kau malah membawanya keluar ruangan, Armin?" Mikasa berpikir jika Armin tahu akan resikonya, pengindap penyakit porphyria tentu tak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Meskipun Mikasa tak yakin jika gadis bernama Annie itu benar-benar mengindap penyakit langka tersebut.

"Annie butuh udara segar, aku pikir matahari hari ini tak terlalu menyakitinya." Armin mendongak menatap langit mendung, dimana sang matahari tengah bersembunyi di balik gumpalan awan yang sepertinya akan menurunkan hujan.

"Armin, kau harus makan siang. Biarkan aku yang menjaga Annie." Mikasa mengingatkan jatah makan siang di waktu istirahat mereka.

"Ah, kau benar. Aku akan membeli sesuatu, kau mau makan apa?" Armin melihat jam di pergelangan tangannya, waktu istirahat hanya tinggal beberapa menit saja.

"Roti lapis."

Setelah mendengar jawaban Mikasa, Armin bergegas mencari makan siang mereka dan meninggalkan Annie bersama Mikasa.

Setetes air jatuh di hidung mancung Mikasa, membuatnya mendongak saat langit mulai menitikkan tetesan air hujan di musim gugur. Ketika mendorong kursi roda Annie menuju kedalam klinik Mikasa mendapati ruam-ruam merah di kulit putih Annie, yang membuat kesimpulan baru di benaknya. Mereka kini berada di lorong klinik yang sepi dimana terdapat bangku menghadap taman klinik dalam guyuran hujan.

Mikasa mendudukkan dirinya di bangku sedang Annie masih setia diatas kursi rodanya, kedua gadis itu bungkam dengan terpaku pada hujan yang menerpa tanaman hias dihadapan mereka.

"Kau tak tahan dengan cahaya matahari meskipun tak secara langsung, tapi mengapa kau menuruti Armin untuk keluar dari ruangan?" Mikasa memecah keheningan diantara mereka, ia berpikir Armin tak selihai Eren dalam memahami kondisi pasiennya.

Annie masih terpaku pada hujan menerpa daun khas konifer pohon larch yang tak terpengaruh oleh musim. Dari dalam diri gadis itu merasakan perasaan gelisah, disaat ia harus berdua saja dengan Mikasa membuatnya merasa terancam.

"Kau tak ingin berbicara denganku ya?" Mikasa kesal saat Annie tak merespon pertanyaannya, sedari tadi ia hanya semangat sendiri ingin lebih mengenal sosok Annie, lebih tepatnya ingin mengorek informasi yang mampu memuaskan rasa penasarannya. Tapi gadis itu masih terdiam tak berniat menyumbang kalimat untuk menimpali Mikasa.

Pandangan Mikasa meniti sekitar mencari tanaman berduri diantara jejeran bunga dan semak yang tersusun rapi di taman, lalu pohon Quince yang tengah berbuah menjadi target Mikasa saat gadis itu beranjak menerjang rintiknya hujan untuk menghampiri pohon yang panen di musim gugur itu. Namun tujuan Mikasa bukanlah buah layaknya pear tersebut, tapi duri dari pohon Quince yang mencuat untuk melukai siapa saja di dalam kesialan ataupun kesengajaan seperti apa yang telah Mikasa lakukan sekarang, disaat ia menusukkan ujung jarinya pada duri pohon Quince.

Annie mengerutkan keningnya melihat tingkah laku Mikasa, bahkan Annie masih bungkam begitu Mikasa kembali padanya dengan baju seragam basah diterpa hujan.

"Kau masih tak ingin bicara denganku?" Mikasa menunjukkan darah yang menetes dari ujung jarinya setelah ia menusukkannya pada duri quince.

Dan sesuai dugaan Mikasa saat tubuh Annie merespon begitu melihat darah segar dari jari Mikasa yang menetes mengotori lantai. Annie terlihat gemetar menahan diri, tangannya bergerak cepat menarik tangan Mikasa lalu memasukkan jari Mikasa yang berdarah ke dalam mulutnya dan menghisap darah Mikasa hingga tak keluar lagi. Mikasa menggeleng, ternyata vampir wanita itu tidak kuat iman.

The Last VictimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang