hal yang paling menakutkan adalah
Kehilangan seseorang yang paling kita sayang
•••••
"Hallo, Raina!".
Raina membelalakan matanya saat melihat siapa yang berada didepannya sekarang. Didepannya terdapat cowok berbadan lebih tinggi darinya.
"Mahes!?".
Sudah lama sekali Raina dan Mahes tidak bertemu. Mahes adalah teman kecil dan tetangganya dulu, namun saat Mahes memasuki sekolah menengah pertama. Keluarga mereka pindah. Pada saat itulah mereka tidak pernah bertemu lagi, bahkan berkomunikasipun tidak.
"Raina apa kabar? masih inget gue?". Mahes tersenyum senang bahwa sahabat kecilnya masih mengingat dirinya.
"KOK BISA? BUKANNYA LO PINDAH KE BANDUNG?". Ucap Raina kaget, ia memegang bahunya lalu membolak balikan wajah Mahessa untuk benar benar memastikan dan melihat apa yang berbeda dengan Mahessa dulu.
"Pindah lagi kesini, ya walaupun bukan dirumah yang dulu". Ucap Mahessa
Raina yang sangat merindukan Mahessa, dengan cepat ia memeluknya. Namun Mahessa merasa tidak nyaman karena banyak yang melihatnya. Mahessa tersenyum tidak enak pada orang orang yang melihatnya.
Mahessa melepaskan pelukan Raina. "Jangan gini dong na, malu gue". Ucap Mahessa. "Waktu pertama gue pindah kesini, gue ke sana".
Kata kesana dalam artian Mahessa berkunjung ke rumah Raina yang dulu. Namun pada saat ke sana Mahessa bingung, karena bukan keluarga Raina yang menempati rumah itu lagi.
"Tapi katanya lo pindah rumah, gue nanya alamat lo dimana katanya enggak tau. Bahkan gue gak tau kalo lo sekolah disini".
"Mahess, gue kangen banget sama lo. Gue mau main petak umpet lagi sama lo, tapi ga boleh licik". Ucap Raina dengan sedikit nada kesal. "Masa waktu main petak umpet lo malah pulang kerumah".Lanjutnya
Mahessa tertawa menanggapinya. "HAHAHAHAHA".
"Rumah lo dimana sekarang?Gue mau ketemu mama Risa". Ucap Raina
"RAINAAA!". Panggil seseorang.
Raina yang merasa terpanggil ia langsung menoleh, begitu juga dengan Mahessa. Radika menghampiri keduanya. Ia menatap Mahessa tajam.
"Dikaaa, ini sahabat aku waktu kecil. Namanya Mahessa". Kata Raina langsung memperkenalkan Mahessa. Takut ada kesalah pahaman.
Mahessa tersenyum ramah kearah Radika dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Radika pun membalas senyuman Mahessa dan menjabatkan tangannya.
"Salam kenal, bro. Radika, pacarnya Raina".
"Salam kenal juga, Mahessa".
"Raina sering cerita tentang lo ke gue, gue jadi cemburu". Kata Radika bercanda.
Mahessa tertawa pelan. "Cieee, Raina udah punya pacar. Bunda tau apa enggak?".
"udah tau kok". Jawab Raina. "Mahes udah makan belum?".
"Udah tadi sama temen temen".
"Minum dulu yuk, di kantin". Ajak raina.
Mahessa menggelengkan kepala. "Gue udah di tungguin tuh". Ucap Mahessa sambil menunjuk teman temannya yang sedang menatap kearahnya.
"Mana hp lo?".
Mahessa mengeluarkan ponselnya dan memberikannya kepada Raina. Raina mulai mengotak-atik handphone Mahessa, setelah selesai ia memberikan kembali pada pemiliknya.
"Itu nomor Handphone gue, namanya Raina cantik. Nanti langsung chat, ngerti!?". Kata Raina.
"Yahh gak asik dong kalo lo langsung cabut". Ujar Radika.
Mahessa tersenyum tidak enak kearah Radika dan Raina. Saat ingin pergi dari keduanya, Mahessa membawa Radika sedikit jauh dari Raina.
"Awas aja lo, kalo berani bikin Raina gue nangis". Mahessa menatap tajam Radika dengan perkataan seriusnya.
Mahessa tersenyum kearah Raina lalu berteriak. "Raina, nanti pulang gue jemput ya. Katanya mau ketemu mama?".
•••••••
Sesuai dengan perkataannya. Mahessa menjemput Raina saat jam pulang sekolah.
"Udah nunggu lama,na?". Tanya Mahessa lalu menurunkan injakan motor agar Raina lebih mudah menaiki motor besarnya.
"Makasih, Radika. Udah nemenin Raina nunggu". Ucap Mahessa melirik kearah Radika.
"Enggak usah bilang makasi juga gak apa apa. Gue takut cewek gue kenapa napa kalo nunggu sendiri".
Radika yang melihat Raina sudah berada diatas motor besar Mahessa. Ia melepaskan hoodienya dan menutupi paha Raina yang sedikit terbuka.
•••••
Raina kebingungan sendiri, mengapa motor Mahessa berhenti di pemakaman?. Mahessa melepaskan helmnya, begitu juga dengan Raina.
Raina mengikuti langkah panjang Mahessa dari belakang. Raina melihat lihat sekitar, mengapa Mahessa membawanya kesini. Perasaannya tidak enak.
Sampai pada satu makam. Mahessa berjongkok disusul oleh Raina. Raina membaca batu nisan didepannya. Betapa terkejutnya dia mendapati nama mama Risa berada di sana.
Ia menatap Mahessa dengan penuh rasa bingung. "Mahes?". Panggil Raina pelan, ia menepuk punggung Mahes pelan saat mengetahuinya sedang menangis.
Mahessa menghapus air matanya yang terus menerus turun membasahi pipi. "Mama udah gak ada, na". Ucapnya bergetar.
Dengan segera Raina memeluk Mahessa. Tanpa ia sadari, Raina ikut menangis. Raina ikut merasa kehilangan. Mengingat betapa baiknya mama Risa pada dirinya.
"Ini semua gara gara gue, na".
"Ini bukan salah lo". Ujar Raina. Walaupun ia tidak tau bagaimana ceritanya. Namun mengatakan hal seperti itu,mungkin. Sesuatu yang sangat ingin didengar oleh seseorang. Raina semakin erat memeluk mahes, dan menepuk punggungnya pelan berusaha menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA AGISTA
Teen FictionRaina agista punya banyak alasan untuknya menyukai hujan. Mulai dari bau, suara rintikan, hingga hawa dinginnya itu. Ketika kebanyakan orang mengidentikan saat hujan itu dengan kegalauan atau bahkan kerinduan. Ia lebih mengidentikan dengan kedamaian.