16. Kerja Kelompok

2.4K 439 121
                                    

Saga menghentikan motornya. Ia melirik ponsel juga bangunan di depan secara bergantian seolah tengah memastikan.
"Kayaknya ini rumahnya, apa telepon Sandra dulu ya?" monolognya yang terganggu oleh gerakkan tiba-tiba Kikan yang menuruni motornya.

"Mau ke mana, Ki?" tanyanya sedikit bingung.

"Masuk." Jawaban pendek Kikan itu terlihat penuh percaya diri.

"Lo tahu rumah Vanya?"

Kikan mengangguk tanpa sedikit pun raut dosa.

"Kenapa nggak bilang dari tadi?" Saga menghela napas. Jika Kikan tahu di mana rumah Vanya Saga tak perlu meminta Sandra untuk shareloc dan bolak-balik lihat ponsel ketika menemui persimpangan.

"Nggak nanya."

Saga menahan kesalnya dengan gigi yang dirapatkan. "Ngeselin ya, Ki."

"Emang kapan gue nyenengin?" tukas Kikan sambil berjalan lalu, membuat Saga menyalakan kembali motornya dan menyusul cewek yang sudah memasuki gerbang besar itu.

"Ki, tungguin elah." Saga dengan tergesa menyimpan helmnya. Mengejar langkah untuk bisa sejajar dengan cewek di depan itu.

"Nggak boleh asal nyelonong, ini rumah orang."

Kikan mengangguk manut, ia pun mengetuk pintu dengan nyaringnya yang seketika membuat Saga harus memasok stok kesabaran.
Sebenarnya pintu sudah terbuka, selain untuk membuat Saga kesal, Kikan melakukan itu untuk menarik perhatian mereka yang asyik mengobrol dengan merebutkan cemilan.

Menyenangkan.

Heh jangan bercanda.

Kikan sudah tak bisa melihat hal ini dengan sisi seperti itu.

"Hehe .... sorry ya telat," ucap Saga memecahkan kekagetan mereka yang pastinya tak menyangka Kikan hadir di sini.

"Nggak papa kok, Ga," jawab Sandra yang kemudian terlihat berusaha mengukir senyuman ketika menatap ke arah Kikan.

"Duduk," ajaknya menepuk-nepuk tempat di sisinya. Ada sofa yang berjajar, namun karena dari awal sepertinya mereka memilih lesehan di karpet tebal, mau tak mau Kikan ikut dalam lingkaran itu.

"Ki, tumben ikut," tanya Rian, cowok akustik di kelasnya yang membuat Kikan harus selalu pergi ketika jam istirahat atau kelas kosong berlangsung. Meski tak selalu, katanya dia memang mahir memainkan gitar. Hal yang Kikan benci.

"Dipaksa dia." Kikan mengedikkan dagunya ke arah Saga. Yang langsung Saga tanggapi dengan tatapan bahwa ini semua untuk kebaikan Kikan juga.

"Eh iya, kalian kan pacaran ya. Selamat, moga Saga bisa bawa lo jadi lebih baik."

Kikan tak menjawab, ia hanya tersenyum miring untuk ucapan Rian yang sudah mirip dua mata pisau itu. Hingga perhatiannya teralih pada Vanya yang datang dengan baki berisi minuman. Kikan kali ini benar-benar menarik senyuman lebar begitu pandangan Vanya bertemu dengannya. Raut kaget pun kontan tercipta di sana, yang diam-diam Kikan nikmati dengan kepuasan.

"Nah udah ngumpul semua jadi tugas dari Bu Nurin itu itu kita nge-aransemen lagu," ucap Rian yang sepertinya sudah disepakati sebagai ketua kelompok.

"Ubah instrumen dan agak perbaiki lirik hingga lagu yang baru itu nggak bisa dapat ciri khas lagu sebelumnya. Dengan kata lain sebenarnya Bu Nurin itu nyuruh kita bikin lagu baru," jelasnya. Rian memang cukup aktif di OSIS hingga mudah baginya untuk memimpin sebuah kelompok.

"Lagu baru? Yang bener aja, kita SMA biasa bukan sekolah seni." Sandra yang memang tak mempunyai keahlian dalam bidang itu berdecak kesal. Tugas itu tentunya sangat susah.

Bad Person [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang